Mohon tunggu...
Ac Bahar
Ac Bahar Mohon Tunggu... -

Alumni Ilmu Hubungan Internasional, Pasca UI. Lulus Master dari Southampton Solent University.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kemenangan Trump Sebagai Koreksi terhadap Kebijakan Luar Negeri Obama

10 November 2016   18:41 Diperbarui: 12 November 2016   17:56 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Presiden Obama semenjak awal memerintah telah menerima anugerah nobel perdamaian. Anugerah perdamaian didasarkan kepada pendekatan ‘Nuclear Nonproliferation’ dan keberhasilannya menjangkau dunia muslim. Predikat perdamaian melekat dalam diri presiden yang selanjutnya di manifestasikan dalam bentuk kebijakan luar negeri yang soft, anti perang dan pro lingkungan. 

Pandangan ini merupakan titik balik dari kebijakan Presiden George W. Bush yang pro perang. Setelah ataupun semasa Bush memerintah, berbagai protes anti perang bermunculan. Sebagai presiden baru Obama bermaksud menghilangkan citra perang sebagai alat utama kebijakan luar negeri AS. 

Kecakapan presiden Obama dalam berorasi membawa kepercayaan diri bahwa AS bisa menang dan tetap disegani tanpa perang disamping masyarakat AS nampaknya telah jenuh dengan kebijakan Bush terutama menghadapi negara-negara Timur Tengah yang tengah bergejolak dengan cara penyelesaian militer.

Keberhasilan Obama dalam memperbaiki ekonomi pasca Bush dianggap cukup berhasil dan dapat membuktikan kepada para rival politiknya bahwa Presiden mampu membawa perbaikan baru seperti yang kebanyakan masyakarat idamkan yaitu dunia yang damai dengan pertumbuhan ekonomi tinggi. 

Pulihnya perekonomian pasca pemerintahan presiden Bus mendorong tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Obama cukup tinggi sehingga presiden mendapat kepercayaan yang kedua kalinya untuk memegang jabatan. Menjelang masa pemerintahan ke dua gejolak perang Timur Tengah tak kunjung usai di tambah dengan adanya invasi Rusia ke Cremea. 

Keteganganpun mewarnai hubungan AS tidak hanya terjadi dengan negara-negara Timur Tengah tetapi juga berimbas ke Rusia. Beberapa senator partai Republik mengomentari sikap pemerintah Obama menghadapi regim Bashar Al Assad dan invasi Rusia terhadap postur kebijakan luar negeri AS seperti dikemukakan oleh Senator John McCain dan Scott Brown sebagai kebijakan luar negeri yang lemah dan tidak effektif.

Perlahan tapi pasti para rival politiknya sudah mengkalkulasi bahwa dengan gaya orator yang handal dan kharismatik tidak cukup kuat untuk membawa AS menjadi negara disegani dan berpengaruh sebagaimana pada waktu Presiden Bush memerintah. Nampaknya presiden Obama terlambat dalam menangkap tuntutan publik bahwa AS harus tetap kuat meskipun tanpa perang sekalipun. Menjelang di akhir pemerintahannya, keadaan mulai berbalik arah ketika publik mulai tidak senang dengan ‘bargaining power AS’ yang lemah dan kebijakan luar negeri AS yang terlalu lunak sehingga para rival politikya menjulukinya sebagai presiden lame duck. 

Menurut mereka Presiden Obama lebih mementingkan negosiasi dibanding kan turun langsung mengatasi konflik dengan kekuatan militer. Sebagai contoh dengan ditariknya kekuatan militer di Irak telah menimbulkan ketidak senangan Arab Saudi dan ketidak berhasilan melengserkan Presiden Bashar Al Assad juga merupakan bagian kegagalan politik luar negeri yang bagi rival politiknya dari partai republik dianggap kegagalan paling berbahaya karena dapat menciptakan ketidakstabilan politik berkepanjangan di semenanjung Timur Tengah.

Trump Pence datang untuk menindaklanjuti kekhawatiran publik yang melihat AS mulai melemah dalam percaturan politik dunia dengan semboyan Make America Great Again. Kemunculan Trump sebenarnya telah ditunggu-tunggu oleh para korban perang dan terorisme. Trump lebih memilih merespon keprihatinan publik terhadap berbagai tragedi yang dialami AS termasuk negara-negara Eropa berkaitan dengan tindak kekerasan kelompok tertentu muslim. 

Tragedi terorisme yang terus menerus dan sambung-menyambung di belahan benua Eropa dan AS membuat Trump lebih memilih memusuhi negara Asia dan Timur Tengah daripada Rusia yang juga dilanda tragedi terorisme. Berbagai orasi kebijakan diarahkan pada khususnya untuk menghalau pengaruh dunia muslim di benua Amerika. Oleh karena itu berseberangan dengan Rusia bukanlah pilihan yang tepat dalam benak Trump. 

Trump nampaknya berkeinginan membangun lingkaran White dan kini berupaya memperbaiki hubungan dengan Rusia yang sempat renggang karena invasi Rusia ke Cremea. Ketidak nyamanan Trump terhadap Asia terlihat pada salah satu orasi Trump yang sinis dan bermaksud menghentikan hubungan perdagangan dengan China dengan alasan perdagangan antar kedua negara hanya menguntungkan di pihak China daripada AS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun