Mohon tunggu...
Bagus Vermont
Bagus Vermont Mohon Tunggu... Editor - Pengusaha umkm
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ahli Marketing. Tahu Teori Pareto. Mengerti Teknik SEO Google .

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Seorang RA Kartini Terinspirasi dari GKJW dan Kepahlawanan GKJW bagi Indonesia Pancasilais

10 Maret 2023   18:28 Diperbarui: 7 Juni 2023   10:04 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan yang diadakan di sana memiliki nuansa lain, bukan hanya pendidikan, tetapi juga untuk mengkristenkan seseorang. Kartini mempertanyakan pendidikan yang demikian. Orang-orang sebangsanya, yang beragama Islam, akan memandang rendah kepada rekan sebangsanya yang berpindah agama. Masyarakat Jawa yang berpindah agama pun akan memandang rendah kepada rekan sebangsanya yang beragama Islam. Niat yang demikian bisa memecah belah masyarakat Jawa sendiri. Karena itu Kartini menyatakan dengan tegas, "Jika orang hendak mengajarkan agama juga kepada orang Jawa, ajarlah ia mengenal Tuhan Yang Esa, Bapak Penyayang dan Pengasih itu, yang jadi Bapak semua makhluk, orang Kristen maupun dia orang Islam, Buddha, Yahudi, dan sebagainya." .Kepahlawanan GKJW bagi Indonesia.

gkjw-mojowarno-gereja-jawa-tertua-di-indonesia-m-103761-640b1d5a4addee2b6c6e98c2.jpg
gkjw-mojowarno-gereja-jawa-tertua-di-indonesia-m-103761-640b1d5a4addee2b6c6e98c2.jpg
Sebuah kemerdekaan jiwa, jika itu justru membuat permusuhan antara satu dengan yang lain, bukan sedang menyelesaikan masalah, tetapi menciptakan masalah baru. Kartini berdiri tegak memegang mimpinya pada kemerdekaan, tetapi pada saat yang sama dia memegang teguh pendiriannya pada upaya perdamaian. Surat Kartini tersebut seolah menantang panggilan kesaksian hari ini, apakah kesaksian lalu dipahami sebatas penginjilan dan menjadikan orang lain beragama Kristen, atau justru mengenalkan orang pada misi Kristus yang memerdekakan segenap ciptaan. 

Rakes Kartini untuk belajar di Belanda tak kunjung mendapat jawaban. Lukanya digambarkan dalam kalimatnya, "... di dalam jiwa saya; terasa seolah-olah hendak tercekik kehilangan napas. Tidak, tidaklah saya hendak membiarkan demikian ... Saya tiada hendak memperturutkan hati rusuh, saya hendak menguasainya perasaan duka cita itu harus takluk kepada saya." (Surat kepada Abendanon, 25 Januari 1903). Abendanon dan istrinya menyarankan Kartini untuk mendirikan sekolahnya sendiri. Kartini mewujudkan hal itu, dia membuka sekolahnya di beranda belakang rumah dinas Bupati Jepara, pada Juni 1903. Awalnya hanya satu muridnya, lalu bertambah menjadi lima orang hanya dalam hitungan seminggu. Di sekolah itu, murid-muridnya belajar membaca dan menulis. Mereka juga belajar budi pekerti, memasak, menjahit, dan membuat kerajinan tangan. Dia mendapatkan kemerdekaannya dan telah memerdekakan para perempuan bangsanya. Sekolahnya adalah sekolah sarat kemanusiaan, ketika perempuan diterima apa pun latar belakangnya.

Tak lama kemudian, bupati Rembang, Kanjeng Raden Adipati Djojoadiningrat melamarnya -- yang kala itu telah memiliki 3 gundik. Kartini mengajukan syarat -- bukan hal yang lazim bagi para perempuan hari itu -- dia tidak mau dalam upacara perkawinannya ada peristiwa perempuan menyembah kepada sang pria, dia tidak mau berbicara bahasa Jawa krama kepada suaminya. Kartini ingin perempuan dianggap sederajat. Djojoadiningrat menyanggupinya. Selang tiga hari, usai menerima lamaran tersebut, rakes Kartini untuk bersekolah di Belanda diterima. Tapi kali ini dia sudah terikat, dia tak mungkin bisa pergi. Tempatnya digantikan H. Agus Salim dari Padang. Kartini menikah pada 12 November 1903. Empat hari setelah melahirkan anak pertamanya pada 17 September 1904 ketika berusia 25 tahun, Kartini meninggal dunia.

Perempuan muda itu mendambakan setiap orang bisa memilih jalannya sendiri, entah itu sebagai ibu, sebagai orang yang bekerja dalam lingkungan sosial, atau apa pun pilihannya. Dia tidak ingin setiap perempuan, siapa pun, terikat pada aturan yang memenjarakan jiwa dan kemanusiaan. Merayakan Kartini adalah merayakan keadilan dan kehidupan.

Catatan:

1: Mojowarno adalah salah satu jemaat mula mula GKJW. GKJW belumlah terbentuk saat Kartini berkeinginan mempelajari ilmu kebidanan di Mojowarno. Jemaat Mojowarno masih berdiri sendiri hingga pada tahun 1931 bersama beberapa jemaat lain membentuk persekutuan yang bernama "Pasamuwan-pasamuwan Kristen ing Tanah Jawi Wetan". Persekutuan itulah yang kemudian berkembang menjadi Gereja  GKJW saat ini.

Sumber: dari GKJW.or.id 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun