Mohon tunggu...
Bagus Suminar
Bagus Suminar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen UHW Perbanas Surabaya dan Pemerhati Ilmu Manajemen

Ayah dgn 2 anak dan 1 cucu, memiliki hobi menciptakan lagu anak dan pemerhati manajemen mutu pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

SPMI dan Pergulatan Implementasi: Tinjauan Kebijakan Publik

21 Oktober 2024   05:37 Diperbarui: 21 Oktober 2024   07:06 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Grindle juga menekankan bahwa keterbatasan resources (sumber daya) merupakan hambatan signifikan dalam implementasi kebijakan publik. Perguruan tinggi dengan anggaran terbatas sering kali hanya menjalankan kebijakan SPMI sebatas memenuhi persyaratan minimum. Evaluasi mutu internal dilakukan sekadar untuk melengkapi laporan tanpa adanya tindak lanjut yang nyata untuk peningkatan mutu. Hal ini sejalan dengan teori dari Pressman dan Wildavsky (1973) bahwa kebijakan yang dirancang dengan baik tetap bisa gagal jika tidak didukung oleh sumber daya yang memadai untuk pelaksanaannya.

Sebagai contoh, perguruan tinggi dengan fasilitas teknologi terbatas (resources) akan kesulitan menerapkan sistem penjaminan mutu berbasis digital. Tanpa platform yang memadai untuk pemantauan dan evaluasi real-time, proses pengendalian mutu menjadi kurang efektif, menghambat peningkatan mutu secara berkelanjutan (kaizen).

Baca juga: SPMI Butuh Kecepatan, Bukan "Slow Respon"

Mampukah SPMI Bertahan?

Implementasi SPMI di perguruan tinggi mencerminkan bahwa kebijakan yang dirancang dengan baik tidak selalu mudah diterapkan. Perguruan tinggi menghadapi berbagai pergulatan antara tuntutan kebijakan dan keterbatasan operasional, mulai dari minimnya sumber daya hingga perubahan regulasi yang sering terjadi. Teori Grindle menguraikan bahwa kebijakan publik memerlukan lebih dari sekadar perencanaan yang baik; namun hal lain seperti konteks politik, administrasi, dan komitmen dari pelaksana juga sangat menentukan keberhasilan.

Agar SPMI dapat dilaksanakan secara efektif, diperlukan dukungan (support) yang lebih besar dari pemerintah dalam bentuk regulasi yang stabil dan bantuan sumber daya. Selain itu, perguruan tinggi perlu memperkuat koordinasi dan komunikasi internal. Perguruan Tinggi juga harus membangun komitmen di antara dosen serta staf agar kebijakan ini tidak hanya menjadi formalitas, tetapi benar-benar berdampak pada peningkatan mutu pendidikan. Dengan langkah-langkah kongkret tersebut, pergulatan implementasi SPMI dapat diatasi, dan kebijakan ini dapat berfungsi sebagai alat strategis untuk memajukan pendidikan tinggi di Indonesia. Stay Relevant!

Baca juga: Revolusi Mutu Perguruan Tinggi dan SPMI Digital

Referensi

  • Edward III, G.C. (1980). Implementing Public Policy. Congressional Quarterly Press.
  • Grindle, M.S. (1980). Politics and Policy Implementation in the Third World. Princeton University Press.
  • Lipsky, M. (1980). Street-Level Bureaucracy: Dilemmas of the Individual in Public Services. Russell Sage Foundation.
  • Mazmanian, D.A., & Sabatier, P. (1981). Effective Policy Implementation. Lexington Books.
  • Pressman, J.L., & Wildavsky, A. (1973). Implementation: How Great Expectations in Washington Are Dashed in Oakland. University of California Press.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun