Mohon tunggu...
Bagus Suminar
Bagus Suminar Mohon Tunggu... Dosen - Wakil Ketua ICMI Orwil Jawa Timur, Dosen UHW Perbanas Surabaya dan Pemerhati Ilmu Manajemen

Ayah dgn 2 anak dan 1 cucu, memiliki hobi menciptakan lagu anak dan pemerhati manajemen mutu pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kritisi AMI, di Balik Kegagalan Mutu Perguruan Tinggi

29 Agustus 2024   16:55 Diperbarui: 29 Agustus 2024   23:48 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) merupakan salah satu instrumen penting dalam menjaga dan meningkatkan mutu perguruan tinggi di Indonesia. 

Peraturan SPMI terbaru, dapat dilihat pada Permendikbudristek 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, khususnya pasal 67 sampai dengan pasal 70.

Sebagai bagian dari upaya menciptakan pendidikan bermutu, SPMI bertujuan untuk mengintegrasikan seluruh elemen perguruan tinggi dalam satu kerangka kerja yang fokus pada penetapan (pengembangan), pelaksanaan, evaluasi, pengendalian, dan peningkatan mutu. 

Model PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan Standar) berfungsi sebagai pondasi dasar dalam membangun siklus peningkatan berkelanjutan di lembaga pendidikan tinggi (kaizen). 

Implementasi SPMI di perguruan tinggi sebenarnya sudah lama berjalan, peraturan sebelumnya Permenristekdikti no 62 tahun 2016 telah cukup memberikan arahan dan pedoman.

Namun, walaupun SPMI telah diimplementasikan secara formal, terdapat banyak kendala dalam implementasinya.

Salah satu kendala adalah implementasi Audit Mutu Internal (AMI) belum berjalan secara efektif dan efisien. Banyak kalangan menduga AMI belum berjalan optimal sebagaimana yang diharapkan stakeholder.

Penguatan SPMI

Penguatan SPMI sangat krusial karena mencerminkan "komitmen institusi" untuk mencapai standar mutu yang lebih tinggi. 

Komitmen ini, tidak cukup dituangkan dalam bentuk pernyataan visi dan misi, namun juga harus diimplementasikan dalam bentuk langkah-langkah nyata (real action) yang berdampak pada peningkatan mutu.

Dalam praktiknya, institusi harus dapat menetapkan target-target  mutu yang jelas, melaksanakan rencana, mengevaluasi hasil, mengendalikan bila ada penyimpangan, dan terus menerus melakukan perbaikan (continuous improvement).

Kelima siklus PPEPP harus dijalankan secara sinergis agar target standar SPMI yang diperjuangkan dapat memberikan hasil yang memuaskan.

Namun, sekali lagi harapan tersebut tidak mudah untuk dicapai, berbagai kendala sering muncul saat implementasi. 

Perguruan tinggi yang ingin menguatkan SPMI harus terlebih dahulu mengenal, memahami dan memetakan proses bisnis (business process) yang ada di institusi. 

Contoh business prosess seperti: Promosi penerimaan mahasiswa, sosialisasi kehidupan kampus, penguatan visi dan misi, proses belajar mengajar dan masih banyak yang lainnya.

Namun, beberapa kendala seperti keterbatasan SDM, sarpras, dan dukungan pimpinan masih menjadi penghambat bagi penguatan SPMI.

 

Standar SPMI yang Realistis

Selain hal diatas, banyak perguruan tinggi diduga menetapkan target-target standar SPMI tanpa didahului analisis SWOT yang memadai. Analisis SWOT diperlukan terhadap kebutuhan internal dan eksternal institusi (evaluasi diri). 

Ketika target disusun tidak realistis, seluruh instrumen siklus PPEPP otomatis menjadi kurang efektif, dan perguruan tinggi tidak dapat mencapai peningkatan mutu yang diharapkan.

Target yang tidak realistis, diduga saat proses penyusunan standar SPMI, dilakukan melalui proses "copy paste", atau mencontoh mentah-mentah dari sumber yang diperoleh.

Sebaliknya, institusi mungkin menetapkan target mutu yang "rendah", dibawah kemampuan potensial nya. Banyak potensi terpendam yang kurang dimanfaatkan. Harusnya institusi mampu menetapkan target yang tinggi, namun faktanya hanya membuat target yang "mudah" untuk dicapai.

Pemborosan "tersembunyi" sering terjadi, seperti dosen yang banyak menganggur, pengabaian potensi mahasiswa,  ruang kampus yang kosong dan lain sebagainya. 

Baca juga: Pemborosan Tersembunyi: Musuh Besar SPMI


Audit Mutu Internal: Formalitas?

Audit Mutu Internal (AMI) merupakan komponen penting dalam proses evaluasi dan pengendalian mutu di bawah SPMI. 

Fungsi utama dari AMI adalah memberikan gambaran objektif sejauh mana kebijakan, standar dan prosedur mutu telah diimplementasikan, serta mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan. 

Sayangnya, pada banyak kasus, pelaksanaan AMI seringkali hanya dilakukan sebagai formalitas belaka, kurang kesungguhan untuk menggali potensi peningkatan mutu.

Terdapat beberapa alasan mengapa AMI seringkali tidak berjalan optimal. Salah satunya adalah kurangnya pemahaman tentang fungsi audit itu sendiri. 

Banyak perguruan tinggi menganggap AMI sebagai kewajiban administratif semata, bukan sebagai alat strategis untuk mencapai perbaikan (kaizen). 

Auditor internal yang dilibatkan mungkin tidak memiliki kompetensi yang memadai, atau audit dilakukan dengan skema yang terlalu terburu-buru sehingga tidak mampu mengidentifikasi "masalah substansial" secara mendalam.

Seringkali auditor hanya mampu melihat "simtom"nya saja (gejala), tanpa mampu melihat dimana letak akar masalah sesungguhnya.

Beberapa penyebab AMI menjadi Kurang Optimal:

  1. Komitmen Pimpinan: Implementasi audit sering kali terhambat oleh kurangnya dukungan dari pihak pimpinan. Tanpa dukungan dan komitmen yang kuat dari pimpinan, rekomendasi (temuan) hasil audit jarang ditindaklanjuti dengan serius.
  2. Kompetensi Auditor: Banyak auditor internal yang ditunjuk tidak memiliki sertifikat pelatihan atau pengalaman yang memadai dalam melakukan audit mutu. Proses audit dilakukan secara dangkal dan hanya berfokus pada kepatuhan terhadap prosedur administratif, bukan pencarian solusi subtantif untuk perbaikan berkelanjutan.
  3. Target  dan Indikator Mutu: Target dan indikator dari standar yang ada kurang jelas dan tidak dapat diukur, auditor sulit untuk menentukan apakah proses yang di audit sudah berjalan sesuai standar atau belum. 
  4. Budaya Formalitas: Dalam banyak kasus, AMI hanya dijalankan sebatas memenuhi syarat regulasi, bukan sebagai upaya serius untuk mengevaluasi dan meningkatkan mutu. Auditor dan pihak-pihak yang diaudit (auditee) mungkin menganggap audit sebagai rutinitas tahunan yang tidak memiliki dampak nyata pada kinerja institusi.

Optimalisasi AMI 

Untuk mengatasi masalah diatas, perguruan tinggi perlu memperkuat SPMI secara keseluruhan, perguruan tinggi perlu mengubah cara pandang (mindset) terhadap audit. 

AMI harus dipandang sebagai "alat strategis" atau tools untuk mencari peluang-peluang perbaikan. Auditor harus mampu memahami akar masalah dan menemukan cara-cara inovatif untuk perbaikan mutu. 

Dalam konteks PPEPP, audit berfungsi sebagai titik kritis untuk mengevaluasi apakah pelaksanaan standar sudah sesuai dengan tujuan (visi dan misi) yang ingin dicapai.

Jika AMI dilaksanakan dengan serius dan obyektif, institusi akan dapat mengidentifikasi gap antara kebijakan dan praktik dilapangan. Selanjutnya merancang strategi perbaikan yang lebih efektif dan efisien.

Baca juga: Auditor AMI: Dibenci atau Disayang?

Penutup

Audit Mutu Internal (AMI) yang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh merupakan kunci keberhasilan SPMI perguruan tinggi.

AMI yang hanya dijalankan secara formalitas semata, tidak akan memberikan nilai tambah, tidak memberikan kontribusi signifikan bagi peningkatan mutu institusi. 

Perguruan tinggi perlu membangun komitmen untuk menjadikan AMI sebagai bagian integral dari proses evaluasi dan perbaikan berkelanjutan (kaizen). 

Dengan demikian, SPMI dan AMI InsyaAllah akan benar-benar berfungsi sebagai "tools" untuk mencapai mutu pendidikan yang lebih tinggi, sesuai dengan visi dan misi institusi. Stay Relevant and Stay Agile!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun