Namun, sekali lagi harapan tersebut tidak mudah untuk dicapai, berbagai kendala sering muncul saat implementasi.Â
Perguruan tinggi yang ingin menguatkan SPMI harus terlebih dahulu mengenal, memahami dan memetakan proses bisnis (business process) yang ada di institusi.Â
Contoh business prosess seperti: Promosi penerimaan mahasiswa, sosialisasi kehidupan kampus, penguatan visi dan misi, proses belajar mengajar dan masih banyak yang lainnya.
Namun, beberapa kendala seperti keterbatasan SDM, sarpras, dan dukungan pimpinan masih menjadi penghambat bagi penguatan SPMI.
Â
Standar SPMI yang Realistis
Selain hal diatas, banyak perguruan tinggi diduga menetapkan target-target standar SPMI tanpa didahului analisis SWOT yang memadai. Analisis SWOT diperlukan terhadap kebutuhan internal dan eksternal institusi (evaluasi diri).Â
Ketika target disusun tidak realistis, seluruh instrumen siklus PPEPP otomatis menjadi kurang efektif, dan perguruan tinggi tidak dapat mencapai peningkatan mutu yang diharapkan.
Target yang tidak realistis, diduga saat proses penyusunan standar SPMI, dilakukan melalui proses "copy paste", atau mencontoh mentah-mentah dari sumber yang diperoleh.
Sebaliknya, institusi mungkin menetapkan target mutu yang "rendah", dibawah kemampuan potensial nya. Banyak potensi terpendam yang kurang dimanfaatkan. Harusnya institusi mampu menetapkan target yang tinggi, namun faktanya hanya membuat target yang "mudah" untuk dicapai.
Pemborosan "tersembunyi" sering terjadi, seperti dosen yang banyak menganggur, pengabaian potensi mahasiswa, Â ruang kampus yang kosong dan lain sebagainya.Â
Baca juga: Pemborosan Tersembunyi: Musuh Besar SPMI