Sebagai contoh, sebuah perguruan tinggi yang memiliki kekuatan dalam bidang teknologi dapat memfokuskan program akademik dan penelitian mereka pada inovasi teknologi.Â
Di sisi lain, perguruan tinggi yang memiliki keunggulan dalam bidang sosial-humaniora dapat lebih fokus pada pengembangan program yang berkaitan dengan kebijakan publik, sosial budaya atau pemberdayaan masyarakat.Â
Dengan mission differentiation, perguruan tinggi dapat meningkatkan relevansi dan kualitas pendidikan mereka, sekaligus memenuhi kebutuhan dan harapan pemangku kepentingan.
Tantangan Mission Differentiation
Meskipun mission differentiation menawarkan banyak manfaat, implementasinya tidak semudah membalik telapak angan. Beberapa tantangan utama yang sering dihadapi oleh perguruan tinggi meliputi:
Konsistensi dalam Penetapan Misi: Misi yang ditetapkan harus realistis (relevan) dan sesuai dengan kapasitas serta potensi institusi. Penetapan misi yang terlalu ambisius tanpa didukung oleh sumber daya yang memadai dapat menghambat pencapaian tujuan.
Perubahan Dinamika Eksternal:Â Perguruan tinggi perlu memiliki fleksibilitas untuk menyesuaikan misi mereka dengan perubahan lingkungan eksternal, seperti kebutuhan pasar kerja, regulasi pemerintah, dan ekspektasi (harapan) masyarakat.
Sumber Daya yang Terbatas: Implementasi mission differentiation memerlukan alokasi sumber daya (resources) yang tepat dan efektif. Perguruan tinggi dengan sumber daya terbatas harus cermat dalam menentukan target prioritas agar dapat mencapai misi yang diinginkan.
Koordinasi Antar-Pemangku Kepentingan: Implementasi mission differentiation memerlukan koordinasi yang baik di antara pemangku kepentingan (stakeholder) internal dan eksternal, termasuk dosen, mahasiswa, orang tua, industri, dan pemerintah.
Peran SPMI (PPEPP)
SPMI yang berlandaskan pada siklus PPEPP memiliki peran sentral dalam mendukung implementasi mission differentiation.Â