Gadis itu dahulu ratu kecil yang dibesarkan dengan penuh cinta kasih dan pengorbanan orang tuanya. Sedari kecil semua mainannya dipenuhi, pakaian yang ia kenakan selalu baru agar gadis kecil itu tetap seimut bidadari setiap saat.
Waktu bergulir, gadis itu terus tumbuh dalam perawatan dan penjagaan orang tuanya.
Tibalah gadis itu usia emasnya sebagai gadis sempurna, datanglah seorang lelaki bermodalkan bunga mawar merah dan ungkapan perasaan cinta, ia tidak membawa harta atau pakaian seperti yang biasa dikasih orang tuanya, apalagi perhiasan emas.
Lelaki itu dengan mantranya telah meluluhkan hati gadis itu, takluklah ia, sehingga tidaklah si lelaki itu berucap melainkan gadis itu akan mempercayai tanpa sedikitpun mencurigai.
"Aku akan menikahimu, makan tidak makan kita akan tetap bersama sampai maut memisahkan" gadis itu tambah tidak berdaya, serasa ia berada di kayangan yang dipenuhi kesenangan tanpa ujung.
Satu tahun pernikahan berlalu.
"Sayang, aku jalan dulu ya sama teman", kamu di rumah aja jaga ade, aku ga lama kok, jam 02.00 balik, jangan lupa masak yah, aku ga punya uang buat makan di luar, biar aku balik langsung makan."
Sebelum menutup pintu lelaki itu menambahkan "Ohiya, itu uang 200.000 dilemari buat makan kita sebulan, jangan boros, nyari uang susah. Dahh."
Brakk.
Gadis itu hanya diam. Daster lusuhnya ia gunakan untuk menyeka ingus anaknya yang berumur 7 bulan, rambut panjangnya tak beraturan, wajahnya kusam berantakan, aroma bawang telah menjadi aroma tubuhnya setelah menikah dengan lelaki penuh tanggung jawab itu.
Pertanyaannya. Apakah uang 200.000 untuk sebulan cukup untuk keluarga yang ada bayi kecil? Apakah yang dilakukan lelaki itu adalah hal yang wajar dari seorang suami kepada istrinya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H