Nama : Bagus Naufal Mudzakkir
NIM : 2408725
Dosen Pengampu :
1. Dr. Dinie Anggraeni Dewi M.Pd., M.H
2. Muhammad Irfan Andriansyah S.Pd
Seperti yang diketahui, ideologi bangsa Indonesia adalah Pancasila. Hal ini juga selaras dengan apa yang diucapkan oleh bapak Proklamator Indonesia, yaitu Ir. Soekarno, beliau mengatakan bahwa Pancasila merupakan lima dasar atau asas yang menjadi fondasi dan dasar berdirinya negara Indonesia. Selain itu, Pancasila juga merupakan pandangan hidup rakyat Indonesia terhadap eksistensinya di dalam ruang hidup bersama.
Pancasila berasal dari dua kata, yaitu "panca" yang berarti lima dan "sila" yang berarti dasar atau asas. Jadi, menurut harfiah Pancasila memiliki arti dasar atau asas yang terdiri dari lima unsur, yaitu unsur Ketuhanan, Kemanusian, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan. Pancasila adalah prinsip dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang di mana kelima silanya saling berhubungan antar sila yang satu dan yang lainnya, dan Pancasila juga tersusun secara hierarkis, dan isi dari Pancasila itu merupakan jati diri dari bangsa Indonesia. Sebagai sebuah falsafah serta ideologi rakyat Indonesia, Pancasila adalah dasar dari pelaksanaan semua aspek kehidupan untuk rakyat Indonesia, salah satunya pada bidang pendidikan.
Pancasila sebagai pandangan hidup juga memiliki makna bahwa semua aktivitas kehidupan rakyat Indonesia sehari-hari harus selaras dengan nilai-nilai yang ada pada sila-sila Pancasila. Nilai-nilai yang ada pada Pancasila ini akan menjadi pendorong bagi rakyat Indonesia untuk bersikap dan berperilaku. Pancasila sebagai pandangan hidup juga dapat diartikan sebagai pendirian, karena dalam hal ini kita ditekankan untuk dapat mengamalkan nilai-nilai yang ada pada Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Pungutan liar (pungli) didefinisikan sebagai praktik pengambilan uang atau imbalan secara ilegal oleh oknum tertentu yang memiliki kekuasaan, sering kali dalam konteks pelayanan publik. Pungli sering kali terjadi dalam situasi di mana masyarakat membutuhkan layanan dari pemerintah, seperti perizinan, pendidikan, kesehatan, dan layanan publik lainnya. Praktik ini menciptakan ketidakadilan, di mana mereka yang tidak mampu membayar pungli sering kali terpinggirkan dari akses layanan yang seharusnya mereka terima secara adil.
Keberadaan pungli tidak terlepas dari sejarah panjang yang melibatkan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Dalam banyak kasus, pungli telah menjadi bagian dari budaya birokrasi yang mengakar, di mana praktik ini dianggap sebagai cara yang sah untuk mendapatkan layanan. Hal ini menciptakan siklus di mana pungli menjadi normalisasi dalam interaksi antara masyarakat dan pemerintah, sehingga mengikis kepercayaan publik terhadap institusi.