Mohon tunggu...
B Pradana
B Pradana Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

accidental entrepreneur

Selanjutnya

Tutup

Money

Truk Terguling: Tidak Selalu Overload

19 Maret 2012   07:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:49 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tadi malam di radio lokal, yaitu radio SS (Suara Surabaya) diberitakan ttg sebuah truk bermuatan semen yg terguling di sekitar daerah Singosari dan membuat macet jalur Malang-Sby selama berjam2. Nah, yg menurut sy agak menggelitik, penyiarnya dari awal tidak henti2nya menuduh itu sbg akibat truk overload. Kemudian tudingan2 lanjutan beruntun mengemuka. Mulai dr tudingan sopir yg tidak tahu diri, sudah tahu muatan berlebih kok dibawa nanjak ke Malang. Lalu sibuk menelpon ke kepala bagian timbangan utk mengonfirmasi bgmn sebuah truk overload bisa berkeliaran di jalan raya dan memacetkan lalu lintas. Untung si pejabat timbangan lihai, dia matikan HP nya, tidak mau menjawab pertanyaan dari SS he he he....

Peristiwa spt ini sudah sangat sering terjadi. Dan biasanya begitu ada berita truk terguling, prosedur yg ditempuh ya itu-itu saja. Overload. Timbangan bisa lolos. Tudingan nyogok di timbangan mengemuka. Dst. Penyiar spt sudah sangat hafal dan terbiasa dng asumsi dan proses nya.

Menurus sy, tudingan2 itu tidak salah, namun jg tdk sepenuhnya benar. Kesalahan bukan pada sopir semata. Bahkan bukan masalah overload semata juga. Ada banyak faktor yg membuat sebuah truk terguling. Dan bahkan sy pribadi cenderung tidak menganggap overload itu sbg faktor utama melainkan kerusakan jalan (jeglongan). Namun bukankah jeglongan itu diakibatkan oleh overload? tidak selalu. Musuh utama jalan, baik beraspal maupun beton, adalah air. Jika jalan itu drainasenya buruk, maka bisa dipastikan, mau overload maupun tidak pasti akan cepat rusak.

Kemudian, faktor overload itu sendiri tidak melulu kesalahan sopir. Sopir mah tinggal nurut saja disuruh muat juragannya. Dan juragan ini juga nurut saja ke keinginan customer. Selama truknya kuat, ya sudah jalan. Nah misalnya muatan semen spt contoh diatas tadi, itu biasanya dari semen di Tuban (SG). DO (delivery order) nya biasa diset pada 25 atau 30 ton utk truk tronton. Jika tronton-nya produksi lokal (dalam negeri), muatannya 25 ton. Jika built-up, maka muat 30 ton. Pabrik ini tidak asal set tonase. Mereka telah melakukan penelitian sendiri. Untuk menjadi transportir di pabrik, itu tidak asal truk boleh masuk. Ada persyaratan tahun minimal pembuatan truk. Kemudian dilakukan pengecekan oleh petugas mereka. Artinya, overload ini bukan salah sopir semata, ataupun pengusaha angkutan semata. Kenapa dibuat maksimal tonase nya? krn jika dipecah terlalu kecil, katakanlah 10 ton, maka bisa dibayangkan biayanya yg membengkak. Harus diangkut 3x oleh truk yg sama. Berapa biayanya? Maka muncul angka ekonomis dan cukup aman tsb, 30 ton.

Masalahnya kemudian, pihak pemerintah melalui DLLAJR menetapkan beban maksimal jalan sendiri. Itupun susah sekali dipastikan design jalan sesuai rencana, khususnya design kekuatan struktur jalan. Biasanya angka SF (safety factor) sebuah jalan itu kalo tidak salah 2.5x. Artinya, jika jalan didesign dng kekuatan 18 ton/sumbu, sebenarnya mampu menahan beban hingga 45 ton per sumbu jalan. Sehingga, ketika jalan didesign katakanlah utk truk tronton sebesar 20 ton, maka beban 30 ton pun sebenarnya cukup kuat. Namun knp kemudian jalan tetap rusak? Nah itu banyak faktornya. Pertama, bisa krn kekuatan jalan tidak sesuai rencana, entah disengaja (korupsi), atau kontraktor  memang tidak mampu membangun jalan yg sesuai dng rencana. Kedua, design drainase yg buruk membuat kekuatan jalan menurun secara drastis. Dst.

Sebenarnya, siapa sih yg mau overload? apa untungnya bagi pengusaha angkutan ataupun sopir? tidak ada. Truk menjadi cepat rusak, maintenance meningkat. Sopir pun jadi repot. Ban sering pecah shg menganggu perjalanan. Yang paling diuntungkan sebenarnya itu pabrik dan masyarakat (secara ekonomis) dalam arti, biaya distribusi turun krn beban yg dimuat lebih banyak. Jadi misalnya beras jadi lebih murah. Gampangnya, krn muatannya banyak, bayarnya jadi lebih murah, gitu lho.

Nah, muatan overload memang menimbulkan problem sendiri. Tapi ketika terguling, itu bukan satu2nya faktor. Menurut sy faktor paling dominan itu jalan berlubanglah yg membuat truk sering terguling. Dan jalan berlubang, itu sebabnya banyak. Salah satunya ya korupsi itu tadi. Lain cerita kalo bus ngebut dan terguling, itu bukan krn korupsi, tp sopir yg ngawur. Dan tidak ada ceritanya truk terguling krn ngebut. Kira2 spt itu, mudah2an penyiar2 radio itu sedikit lebih teliti lagi menelaah masalah di lapangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun