Mohon tunggu...
Bagus anak wage
Bagus anak wage Mohon Tunggu... -

saya bagus anak wage

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kesatria?

7 April 2013   06:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:36 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Dimas pun berdiri, bergegas membereskan alat tulisnya. Sekali rambet semuanya rapi dimasukan ke kotak pensilnya. Tas bergambar "angry bird" langsung digendongnya. Dia langsung beranjak dari bangkunya.

Satu langkah dari bangkunya, Dimas merogoh saku celana pendeknya. Sebuntelan kertas kecil dari sakunya, dilempar ke mejanya. Kekesalannya tampak dari wajah bocah bergigi ompong itu ketika melempar itu. Dimas pun berlari meninggalkan tempat ujian.

Sang guru cuma bisa menggelengkan kepalanya sambil menyimpulkan senyum. "Hati-hati, jangan berlari nanti kamu jatuh," ujarnya. Seakan acuh, Dimas tetap berlari dengan bekas air mata di pipinya.

Mengakui kesalah merupakan hal yang kesatria. Namun perlu dilihat konteks yang terjadi. Salah setelah ketahuan? Atau Mengaku sebelum ketahuan? Akan beda persepsi di setiap kepala untuk kedua hal itu.

Kata "Kesatria" belakangan ini naik pamor. Insiden di Sleman, Yogyakarta mengumandangkan kata-kata itu. Saat seorang Jenderal TNI-AD di depan media mengatakan dengan tegas, "Pelaku penyerangan LP Cebongan, Sleman adalah Anggota kami. 11 orang anggota kami yang berasal dari Komando Pasukan Khusus Group II Kandang Menjangan, Solo."

Alasannya penyerangan LP itu sendiri terjadi lantaran komandan mereka dibunuh. Jiwa Korsa - rasa senasib dan sepenanggungan - tumbuh dan aksi tersebut pun terjadi.

Penyerangan ini sendiri terjadi dua pekan sebelum pengakuan sang Jenderal muncul. Namun, sejumlah tudingan TNI pelakunya muncul beberapa jam setelah penyerangan tersebut terjadi. Tapi? Tidak ada pengakuan sama sekali, bahkan pembantahan yang muncul. Alasan klasik sang Jenderal saat dimintai komentar soal itu adalah karena belum adanya cukup bukti.

Dimas memang tertangkap tangan oleh sang guru. Tudingan sang guru pun tepat dan Dimas pun tidak bisa berkutik hingga akhirnya harus mengaku. Sementara anggota TNI? Tudingan, analisis, serta perkiraan terus dimunculkan, tapi baru mengaku belakangan, setelah ada tim investigasi dari mana-mana.

Kesatria?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun