Mohon tunggu...
BAGUS ARDIANTO
BAGUS ARDIANTO Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa di Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Elaborasi Deskriptif terhadap Abrasi di Pantai Kertasari, Kabupaten Sumbawa Barat

9 Oktober 2022   09:08 Diperbarui: 9 Oktober 2022   09:16 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Bagus Ardianto, Departemen Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, 

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

 

Pendahuluan

Pantai Kertasari terletak di Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Terdapat jalan raya yang biasa dilintasi masyarakat setempat untuk berkegiatan ekonomi dari hasil laut daerah tersebut. Kawasan ini juga memiliki sumber daya alam berupa ekosistem, di mana masyarakat setempat sering memanfaatkan penangkapan ikan untuk dijadikan senjata ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.

Abrasi merupakan  peristiwa mundurnya  pantai di wilayah pesisir  yang rentan terhadap aktivitas darat dan laut (Triatmodjo, 1999). Abrasi dapat terjadi akibat factor alam dan factor sosial seperti kegiatan penebangan mangrove, pengambilan pasir wilayah pantai, gelombang tinggi dan pasang surut yang memiliki efek mengikis garis pantai. Abrasi yang terjadi di daratan pesisir menyebabkan perpindahan angkutan sedimen  dari asal dan mengikuti arah datangnya gelombang  sehingga mempengaruhi perubahan  garis pantai (Hakim, 2012).

 Abrasi merupakan masalah bagi ekosistem dan permukiman di wilayah pesisir. Dampak dari adanya abrasi adalah kerusakan garis pantai yang dapat mengancam struktur dan ekosistem  di belakang  garis pantai. Upaya mitigasi perlu dilakukan untuk menghindari jatuhnya korban jiwa, maupun dampak dari potensi bencana, untuk tindakan dan kesiapsiagaan sebelum terjadi bencana (Mubekti  dan Fauziah Alhasanah, 2008).

Terdapat dua jenis yaitu mitigasi struktural dan mitigasi non struktural. Mitigasi struktural berhubungan dengan usaha-usaha pembangunan konstruksi fisik. Yang termasuk mitigasi structural adalah pembangunan pemecah gelombang, peredam abrasi, pagar sedimentasi (welding pits) dan lain-lain. Mitigasi non-struktural antara lain meliputi perencanaan tata ruang yang disesuaikan dengan kerentanan wilayah dan memberlakukan peraturan (law inforcement) pembangunan. (Kementerian ATR/BPN, 2014).

Metode Penelitian

Metode penelitian ini adalah studi pustaka. Studi pustaka adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. Inti dari penelitian ini adalah analisis deskriptif, yaitu memecah data yang sering diperoleh, kemudian memberikan wawasan dan penjelasan sehingga pembaca dapat memahami dengan jelas (Mestika Zed, 2003).

Dasar Teori

1. Abrasi

Abrasi adalah suatu proses pengikisan pantai, yang pada umumnya diakibatkan oleh gelombang atau arus laut (Prawiradisastra, 2003). Menurut Damaywanti (2013), abrasi adalah pengikisan wilayah pantai atau daratan yang diakibatkan oleh aktivitas gelombang, arus laut, serta pasang surut air laut.

Proses terjadinya pemadatan tanah yang terjadi pada saat terjadi aktivitas gelombang, arus laut, serta pasang surut air laut dapat mengakibatkan penurunan permukaan tanah dan tergenangnya permukaan tanah tersebut oleh air laut, akibatnya dapat terjadi perubahan garis pantai. Daratan atau pantai dikatakan mengalami abrasi apabila  terjadi pemindahan sedimen pada suatu titik melebihi atau lebih besar dari jumlah sedimen yang terbawa oleh air ke luar titik tersebut.

2. Hutan Bakau (Mangrove)

Hutan bakau adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut (Steenis, 1978). Menurut Nybakken (1988), hutan bakau adalah istilah umum untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang terdiri dari spesies pohon yang khas atau semak-semak yang memiliki kemampuan tumbuh di perairan asin.

Pendapat lain mengenai pengertian hutan bakau juga datang dari Soerianegara (1990), yaitu hutan yang tumbuh di daerah pantai, umumnya terdapat di daerah teluk dan muara sungai dengan ciri-ciri sebagai berikut:

  • Tidak terpengaruh iklim
  • Dipengaruhi pasang surut air laut
  • Tanah tergenang air laut
  • Tanah rendah pantai
  • Hutan tidak memiliki struktur tajuk
  • Jenis pohon terdiri dari api-api (Avicenia sp.), pedada (Sonneratia sp.), bakau (Rhizophora sp.), lacang (Bruguiera sp.), nyirih (Xylocarpus sp.), nipah (Nypa sp.)

3. Bangunan Pelindung Pantai

Menurut Bambang Triatmojo (1999), bangunan pelindung pantai adalah suatu bangunan yang digunakan untuk melindungi pantai dari kerusakan karena serangan gelombang laut, arus, mengurangi energi gelombang yang sampai ke pantai serta merubah laju transport sedimen sepanjang pantai. Terdapat beberapa jenis bangunan pelindung pantai, diantaranya:

  • Sea Wall

Sea wall merupakan konstruksi bangunan yang dibangun di pantai yang sejajar dengan garis pantai. Bangunan ini difungsikan untuk memperkuat bagian tepi pantai dari risiko pengikisan pantai akibat terjangan gelombang ombak dengan energi besar yang dapat menyebabkan abrasi pantai, serta berfungsi sebagai penahan timbunan tanah

  • Jetty

Jetty merupakan bangunan yang dibangun tegak lurus dengan pantai dan diletakkan pada kedua sisi dari muara sungai. Bangunan jetty memiliki fungsi untuk meminimalisir pendangkalan alur oleh sedimen pantai.

  • Breakwater

Breakwater merupakan bangunan yang dibuat sejajar dengan pantai dan terletak pada jarak tertentu dari garis pantai. Breakwater dibangun untuk melindungi pantai dan daerah perairan di bagian belakang breakwater dari terjangan gelombang. Keberadaan breakwater membuat energi gelombang ombak yang menuju pantai menjadi terpecah. Breakwater juga berfungsi untuk menahan arus yang membawa sedimen kembali ke laut.

  • Groin

Groin adalah bangunan pelindung pantai yang umumnya dibangun tegak lurus dengan garis pantai. Bangunan groin memiliki fungsiuntuk mengubah laju angkutan dan sebagai penahan masuknya transport sedimen di sepanjang pantai ke pelabuhan atau muara sungai.

  • Revetment

Revetment umumnya dibangun di daerah pantai dengan terjangan gelombang ombak yang relatif kecil. Revetment merupakan bangunan yang difungsikan untuk memperkuat tebing pantai, serta melindungi tanah atau banguna yang berada di bagian belakang dinding revetment dari terjangan gelombang ombak.

  • Bulkhead

Bulkhead atau dikenal juga dengan sebutan turap baja. Bangunan ini dibuat sejar dengan garis pantai dan dibangun di pantai dengan gelombang sedang. Bulkhead berfungsi sebagai penahan laju abrasi pantai dan mengefektifkan tumpukan tanah reklamasi.

  • Beach Nourishment

Beach Nourishment merupakan jenis bangunan dengan sistem perlindungan garis pantai yang berfungsi untuk menambah suplai sedimen di daerah pantai. Bangunan ini memiliki prinsip utama untuk mesuplai sedimen ke daerah pantai yang rawan abrasi, sehingga dapat mengmbalikan garis pantai yang terkikis dengan cara menambah sedimen dari dartan atau lautan.

5. Gelombang Laut

Gelombang laut adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva/grafik sinusoidal. Gelombang laut disebabkan oleh angin. Angin di atas lautan mentransfer energinya ke perairan, menyebabkan riak-riak, alun/bukit, dan berubah menjadi gelombang (Dhanista, 2017).

Gelombang dipengaruhi oleh banyak factor, diantaranya:

  • Angin (kecepatan angin, panjang/jarak hembusan angin, waktu lamanya hembusan angin)
  • Geometri laut (topografi atau profil laut dan bentuk pantai)
  • Gempa (apabila terjadi tsunami)

6. Arus Laut

Arus laut (sea current) adalah gerakan massa air laut dari satu tempat ke tempat lain baik secara vertikal maupun secara horizontal Contoh gerakan itu seperti gaya coriolis, yaitu gaya yang membelok arah arus dari tenaga rotasi bumi. Pembelokan itu akan mengarah ke kanan di belahan bumi utara dan mengarah ke kiri di belahan bumi selatan. Gaya ini yang mengakibatkan adanya aliran gyre yang searah jarum jam pada belahan bumi utara dan berlawanan dengan arah jarum jam di belahan bumi selatan. Perubahan arah arus dari pengaruh angin ke pengaruh gaya coriolis dikenal dengan spiral ekman (Pond dan Pickard, 1983).

 

Hasil dan Pembahasan

Abrasi pantai di Indonesia dapat diakibatkan oleh proses alami seperti, gelombang, arus, pasang surut dan sedimentasi, dan juga akibat aktivitas manusia seperti pembangunan pelabuhan, reklamasi pantai untuk permukiman, dan industri serta penambangan pasir ataupun kombinasi antara proses alami dan aktivitas manusia.

Identifikasi Daerah Rawan Abrasi Pantai

Analisis Bahaya Abrasi Pantai

Analisis bahaya abrasi pantai dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi lokasi yang akan terkena abrasi. Abrasi terjadi terjadi dalam waktu yang relatif lama dengan beberapa faktor penyebab yang dominan, antara lain gelombang, arus, angin dan panas. Kondisi topografi dan geologi pantai juga dapat mempengaruhi tingkat abrasi garis pantai dan tingkat bahayanya.

Dalam menganalisis lokasi abrasi pantai diperlukan pembuatan peta bahaya abrasi yang harus meliputi informasi tentang profil garis pantai serta tingkat abrasinya, faktor dominan penyebab abrasi, kondisi topografi dan geologi garis pantai dan karakteristik gumuk pasir. Sumber sedimen yang berasal dari aliran sungai juga perlu digambarkan dalam peta tersebut. Hal ini diperlukan sebagai bahan analisis proses transportasi sedimen secara makro.

Analisis Tingkat Kerentanan terhadap Abrasi Pantai

Analisis kerentanan dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi dampak terjadinya abrasi, yang meliputi kerugian ekonomi jangka pendek maupun jangka panjang yang diakibatkan rusaknya kawasan pemukiman, sarana dan prasarana serta kegiatan ekonomi lainnya seperti pariwisata, industri, pertanian, perikanan dan lain-lain. 

Dalam melakukan metode analisis ini diperlukan penggambaran peta yang berisi informasi aktivitas manusia yang dapat mempercepat proses terjadinya abrasi seperti pariwisata, industri dan kegiatan ekonomi lainnya, penebangan hutan mangrove di sepanjang garis pantai, pengambilan pasir serta perusakan gumuk pasir.

Analisis Tingkat Ketahanan terhadap Abrasi Pantai

Analisis tingkat ketahanan dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi kemampuan Pemerintah setempat serta masyarakat pada umumnya untuk merespon terjadinya bencana abrasi sehingga mampu mengurangi dampaknya. Analisis tingkat ketahanan tersebut dapat diidentifikasi dari 3 aspek, yaitu:

  • jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk,
  • kemampuan mobilitas masyarakat dalam evakuasi dan penyelamatan,
  • ketersediaan peralatan yang dapat dipergunakan untuk evakuasi.

Mitigasi Bencana Abrasi Pantai

Upaya mitigasi bencana abrasi di wilayah pesisir Pantai Kertasari diperlukan dengan erjasama antar stakeholder pemerintah dan masyarakat sekitar. Dengan melibatkan masyarakat serta dunia usaha yang mengelola kawasan pantai untuk ikut serta dalam upaya mitigasi bencana abrasi, maka operasional dan pemeliharaan sarana dan prasarana pelindung pantai dapat dikontrol dengan  baik. Masyarakat dan dunia usaha sekitar wilayah pesisir pantai tersebut dapat melapor ke pemerintah apabila terjadi kerusakan pada sarana dan prasarana pantai tersebut.

Upaya Mitigasi Bencana Abrasi Pantai Struktural

Upaya struktural dalam menangani masalah bencana abrasi adalah upaya teknis yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan proses transport sedimen di sepanjang garis pantai melalui upaya seperti, mengurangi/menahan energi gelombang yang mencapai garis pantai, memperkuat struktur geologi garis pantai, dan juga menambah suplai sedimen. Upaya mitigasi struktural tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu :

Secara alami, seperti penanaman green belt (hutan pantai atau mangrove), penguatan gumuk pasir dengan vegetasi dan lain-lain.

Secara buatan, seperti pembangunan dinding penahan gelombang, pembangunan sarana pelindung pantai seperti groin, revetment dan lain-lain. Upaya struktural mitigasi dengan cara buatan tersebut perlu direncanakan secara cermat karena dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pola dan karakteristik gelombang yang dalam jangka panjang mungkin dapat mengakibatkan terjadinya abrasi di tempat lain.

Dalam hal ini, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dapat berupaya membangun sarana dan prasarana mitigasi struktural tersebut. Pemerintah dapat bekerja sama dengan para akademisi ataupun praktisi serta komunitas mangrove. Akademisi dan praktisi dapat membantu pemerintah dalam menganalisis perencanaan bangunan pelindung pantai sesuai topologi dan geografi wilayah Pantai Kertasari. Sedangkan komunitas mangrove dapat membantu pemerintah dalam upaya penanaman hutan mangrove.

Upaya Mitigasi Bencana Abrasi Pantai Non Struktural

Upaya non struktural merupakan upaya non teknis yang menyangkut penyesuaian dan pengaturan tentang kegiatan manusia agar sejalan dan sesuai dengan upaya mitigasi struktural maupun upaya lainnya. Upaya mitigasi bencana abrasi non struktural adalah sebagai berikut :

  • peraturan perundangan yang mengatur tentang bencana alam,
  • pembuatan standarisasi dan metode perlindungan pantai,
  • penyusunan batas garis pantai,
  • pengembangan Sistem Peringatan Dini Bencana Abrasi Pantai. Sistem peringatan dini bencana abrasi merupakan suatu informasi yang menggambarkan terjadinya abrasi pantai yang disebabkan oleh interaksi antara gelombang dengan daratan di sepanjang garis pantai. Beberapa informasi penting dalam sistem peringatan dini tersebut adalah lokasi terjadinya abrasi serta tingkat abrasinya, faktor dominan penyebab abrasi, kondisi topografi dan geologi, serta aktivitas manusia yang mempercepat terjadinya abrasi pantai.

Dalam hal ini, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dapat membuat peraturan perundang-undangan tentang bencana alam terkait abrasi, standarisasi dan metode perlindungan untuk Pantai Kertasari, penyusunan peta batas garis pantai, dan juga pengembangan system peringatan dini. Dalam upaya ini, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dapat bekerja sama dengan akademisi, praktisi, dan juga Badan Informasi Geospasial.

Hasil Analisis Kondisi Pantai Kertasari

Berdasarkan kondisi Pantai Kertasari, pantai ini cukup eksis dijadikan tempat wisata oleh para wisatawan dan juga banyak kegiatan perekonomian warga sekitar yang melalui jalan di sekitar pantai ini. Dari hasil kajian penulis, Pantai Kertasari lebih cocok dibangun sarana dan prasarana pelindung pantai tipe groin atau revetment. 

Dengan adanya pelindung pantai tipe tersebut, wisatawan tetap dapat menikmati keindahan bibir pantai dan tidak menggangu kegiatan perekonomian warga yang sering melalui jalan di pinggir pantai tersebut. Mitigasi bencana abrasi dengan penanaman mangrove akan mematikan industry pariwisata di wilayah pantai ini, sedangkan pembangunan sarana dan prasaran pelindung pantai tipe lain tidak cocok dengan alasan kondisi real di wilayah pesisir pantai tersebut.

Kesimpulan

Abrasi merupakan peristiwa tahunan yang terjadi di pesisir Pantai Kertasari, Kabupaten Sumbawa Barat. Pemerintah dan masyarakat harus berupaya mengurangi dampak abrasi. Mitigasi bencana  dilakukan secara struktural dan non struktural.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa langkah mitigasi yang tepat untuk dilakukan terhadap Pantai Kertasari adalah pembangunan sarana dan prasarana pelindung dengan tipe grain atau revetment dengan pertimbangan kondisi pantai tersebut. Di samping itu, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dapat melakukan langkah mitigasi non struktur yang meliputi pembuatan peraturan perundang-undangan tentang bencana alam terkait abrasi, standarisasi dan metode perlindungan untuk Pantai Kertasari, penyusunan peta batas garis pantai, dan juga pengembangan system peringatan dini. Dalam upaya ini, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dapat bekerja sama dengan akademisi, praktisi, dan juga Badan Informasi Geospasial.

Daftar Pustaka

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2004. Pedoman Mitigas Bencana Alam Di Wilayah pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Yuwono, N. (1991). Teknik Pantai. Jakarta: Gajah Mada University Press

Pratikto, A., Suntoyo, Solikhin, & Sambodho, K. (2014). Struktur Pelindung Pantai. Jakarta: PT.MEDISA

Https://tataruang.atrbpn.go.id/Berita/Detail/709#:~:text=Mitigasi%20struktural%20berhubungan%20dengan%20usaha,peraturan%20(law%20inforcement)%20pembangunan diunduh pada 8 Oktober 2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun