Oleh : Gede Bagus Ari Laksana (Jurusan Ekonomi dan Akuntansi)
Dosen Pembingbing Mata Kuliah:Â
Luh Gede Kusuma Dewi, S.E.,M.Si
Â
Dunia usaha saat ini memiliki perkembangan yang sangat pesat, hal tersebut dapat terlihat dari adanya revolusi industri yang sekarang telah memasuki fase ke empat. Revolusi industri berawal dari kebutuhan manusia akan suatu alat yang dapat mempermudah pekerjaannya. Hasilnya manusia menemukan sebuah alat canggih yang dapat digunakan untuk melakukan bisnis yang disebut dengan teknologi.
Teknologi penunjang bisnis pertama ditemukan berupa mesin uap, sehingga peristiwa tersebut dikenal dengan revolusi industri 1.0. Revolusi industri 1.0 menjadi awal perkembangan bagi industri-industri bisnis serta mendorong penemuan teknologi-teknologi baru yang bermanfaat. Perkembangan selanjutnya revolusi industri menjadi gambaran penting yang mampu mempengaruhi aktivitas-aktivitas bisnis. Hingga saat ini revolusi industri diyakini sebagai tolak ukur implementasi teknologi dalam suatu usaha, baik penerapan teknologi robotik maupun penerapan sistem berbasis internet. Hal tersebut menandakan bahwa revolusi industri mengarahkan pelaku bisnis untuk memanfaatkan perkembangan teknologi dan informasi dalam aktivitas operasional usahanya, demi tercapainya efektivitas dan efisiensi kerja.
Efektivitas dan efesiensi kerja dicapai pelaku bisnis demi mencapai tujuan dari perusahaannya. Perusahaan secara umum memiliki tujuan untuk mampu memperoleh laba dengan tingkat yang maksimal melalui pengorbanan ekonomi berupa beban atau biaya untuk memperoleh penghasilan dengan taraf yang minimal. Dari tujuan tersebut perusahaan berupaya untuk melakukan segala usaha demi mendapatkan keuntungan yang setinggi-tingginya. Usaha yang dilakukan dapat berupa promosi, inovasi produk baru, perluasan usaha, dan penganekaragaman produk yang diharapkan mampu meningkatkan penjualan atas barang atau jasa yang ditawarkannya. Peningkatan penjualan akan berdampak baik pada laba perusahaan, sehingga melalui tingkat laba yang baik akan memungkinkan perusahaan untuk dapat memperoleh tambahan dana, perluasan kerjasama usaha, nama baik di mata investor dan kreditor serta memungkinkan usaha untuk lebih berkembang.
Perusahaan yang berkeinginan untuk mencapai keuntungan yang tinggi ditambah lagi perkembangan penggunaan teknologi dan sistem internet dalam dunia usaha sesuai dengan revolusi industri mempermudah perusahaan untuk mencapai keuntungannya. Namun, pencapaian akan tujuan perusahaan sering kali mengabaikan aspek-aspek penunjang seperti lingkungan dan sosial, sehingga muncul istilah eksploitasi.
Eksploitasi merupakan aktivitas pemanfaatan segala sesuatu secara berlebihan, dalam hal ini lingkungan lah yang dieksploitasi sehingga timbul kerusakan. Contoh kasus eksploitasi yang terjadi di Indonesia yaitu pembabatan hutan secara liar untuk memperoleh kayu secara illegal, selain itu sepanjang tahun 2019 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyegel 90 perusahaan pembakar hutan, 20 dianataranya merupakan perusahaan asing (Koran.Tempo.co). Pencemaran Sungai Citarum oleh PT Kemarga Kurnia Textile Industri dan PT How Are You Indonesia. Berdasarkan gugatan dari Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan dijelaskan bahwa terdapat dua perusahaan yang terbukti mencemari Daerah Aliran Sungai Citarum, pencemaran tersebut membawa dampak bagi masyarakat, ekonomi dan kerusakan ekosistem (Mongabay.co.id).
Selain itu terdapat kasus pencemaran yang menyeret perusahaan migas dan tambang yaitu PT Chevron Pasific Indonesia, PT Pertamina EP, PT Pertamina Hulu, Exxon Mobil Indonesia, PT Pertamina Hulu Energi NSB yang telah terbukti melakukan aktivitas pencemaran lingkungan, dari perusahaan pertambangan yaitu PT PPCI, PT Laman Mining, PT Indominco Mandiri, dll (Katadata.co.id).
Kasus-kasus tersebut merupakan sebagian kecil dari tindakan eksploitasi perusahaan yang telah merusak lingkungan alam dan sosial di Indonesia. Melalui tindakan semena-mena perusahaan dapat merugikan pihak lain seperti masyarakat sekitar yang terkena dampak eksploitasi. Dampak dari ekploitasi itu memunculkan ketidakseimbangan lingkungan, yang pada akhirnya membawa pada bencana alam dan ketidakpuasan masyarakat sekitar terhadap perusahaan. Akibat yang ditimbulkan dari eksploitasi tersebut merupakan hasil perbuatan dari ego pelaku bisnis yang selalu tidakpuas dengan pencapaiannya dan selalu ingin untuk lebih meningkatkan apa yang telah dia miliki, tak jarang mereka menggunakan segala cara demi mencapai keinginanya.
Berdasarkan pada tindakan eksploitas perusahaan beserta ego pelaku bisnis untuk mencapai keuntungan, perlu adanya sistem tata buku guna mengungkapkan apa yang sebenarnya perusahaan lakukan, sistem tersebut dikenal dengan akuntansi Pentingnya akuntansi dalam penerapan bisnis memiliki hubungan yang sejalan dimana bisnis memerlukan suatu laporan yang bisa menjelaskan seluruh kegiatan baik operasional maupun non operasional menyangkut aspek keuangan.
Akuntansi berperan untuk memfasilitasi suatu bisnis dalam mengatur keuangannya sehingga pada nantinya akan menghasilkan laporan keuangan. Meskipun akuntansi digunakan sebagai pengungkapan atas usaha perusahaan, namun tidak dapat mengungkapkan aspek lingkungan dan sosial. Hal ini dikarenakan akuntansi secara konvensional hanya terpaku pada kegiatan ekonomi usaha saja. Berawal dari kebutuhan akan pentingnya pengungkapan aspek lingkungan dan sosial dalam perusahaan muncul adanya cabang ilmu akuntansi baru yang disebut dengan akuntansi sosial dan lingkungan (Green Accounting).
Akuntansi sosial dan lingkungan muncul dan berkembang sebagai pengingat akan kegiatan operasional perusahaan yang tidak dapat dipungkiri memiliki dampak, baik langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat. Berdasarkan hal itu perusahaan memiliki dua kemungkinan utama dalam usahanya, yaitu kemungkinan membangun dan kemungkinan untuk merusak.
Kemungkinan membangun terjadi apabila perusahaan secara sadar melakukan upaya-upaya guna menangani isu-isu lingkungan yang ada, sedangkan kemungkinan merusak terjadi apabila perusahaan secara sengaja melakukan aktivitas eksploitasi dan perusakan lingkungan tanpa adanya tindakan pencegahan dan penanggulangan. Kemungkiann perusakan yang sangat perlu untuk dikendalikan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, mengingat bahwa tindakan perusakan bukan hanya akan berdampak pada generasi sekarang namun lebih dari itu, mampu memutus mata rantai bagi generasi-generasi yang akan datang. Berkaca dari hal tersebut, akuntansi sosial dan lingkungan memberikan pemahaman tentang konsep pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan berkelanjutan merupakan usaha yang dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan dan menghilangkan sumber daya pemenuh kebutuhan untuk generasi masa depan, agar setiap masa kehidupan baik sekarang maupun yang akan datang dapat menikmati kekayaan alam yang ada. Pembangunan berkelanjutan terutama ditujukan bagi manusia secara umum serta perusahaan-perusahaan yang memiliki dampak terhadap lingkungan, baik secara langsung maupun tak langsung. Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan, perusahaan harus membuat mekanisme tersendiri, namun harus sesuai dengan inti dari keberlanjutan. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan merupakan sebuah komitmen dari manajemen bersama stakeholder, yang merupakan pihak-pihak yang berkepentingan dalam perusahaan.
Sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan sebagai tindak lanjut atas operasional perusahaan yang berdampak bagi lingkungan, terdapat pula konsep triple bottom line. Konsep triple bottom line dikemukakan oleh John Elkington (1997) sebagai wujud kesadaran, bahwa perusahaan tidak sepatutnya mempentingkan keuntungan semata. Tidak dapat dipungkiri, perusahaan memiliki ketergantungan terhadap keuntungan yang besar guna kelangsungan usahanya, namun bukan berarti perusahaan mengabaikan aspek lain sebagai penunjang usaha. Aspek-aspek yang memiliki kaitan erat dengan perusahaan menurut konsep triple bottom line adalah aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek lingkungan.
Aspek ekonomi yang dipegang perusahaan akan menimbulkan pertanggungjawaban keuangan atas dana yang diberikan dan penggunaanya. Namun aspek sosial dan lingkungan memiliki tingkat pertanggungjawaban yang berbeda, pertanggungjawaban dalam kedua aspek ini disebut dengan corporate social responsibility (CSR) atau tanggungjawab sosial perusahaan. CSR merupakan paham baru di dalam dunia bisnis sebagai penunjang usaha keberlanjutan oleh perusahaan yang ditujukan terhadap lingkungan.
Adanya CSR sebagai sebuah tanggungjawab menuntut perusahaan lebih peka terhadap apa-apa saja yang ada di dalam lingkungannya. Seperti layaknya sebuah komunitas besar, perusahaan merupakan bagian kecil dari komunitas tersebut, tetapi pengaruhnya sangat besar bagi komunitas. Untuk itu sebagai bagian dari komunitas, perusahaan disarankan lebih mengabdikan diri kepada masyarakat di sekitar usaha dan lingkungan alam dimana perusahaan tersebut mengambil sumber daya usaha.
Masyarakat dalam kehidupan sosial merupakan entitas yang lebih besar dan lingkungan adalah tempatnya berinteraksi. Penting untuk diperhatikan bahwa masyarakat luas merupakan konsumen yang berhak atas produk yang baik dan lingkungan berhak atas kesinambungan ekosistem.
Hak-hak tersebut memunculkan kewajiban bagi perusahaan untuk dipenuhi dengan baik. Kewajiban kepada masyarakat dapat ditumbuhkan dengan perhatian langsung terhadap isu yang sedang terjadi, misalkan di suatu daerah tempat berdirinya perusahaan a timbul masalah penumpukan sampah yang telah merusak pemandangan serta menimbulkan bau busuk, dari masalah itu agar ditanggapi bersama oleh perusahaan dan masyarakat melalui gotong royong pembersihan sampah, perusahaan juga dapat menciptakan sebuah zona pemberdayaan masyarakat agar sampah yang ada dapat di daur ulang ataupun dibuatkan kerajinan tertentu. Kewajiban terhadap lingkungan dapat dilakukan dengan menggunakan sumber energi terbarukan dalam aktivitas bisnis, penggunaan bahan-bahan yang ramah lingkungan, menciptakan produk yang sehat, dll.
Tindakan seperti inilah yang diharapkan terjadi bagi seluruh unit usaha. Aktivitas CSR yang dilakukan tidak menutup kemungkinan bahwa perusahaan harus mengeluarkan kas, tetapi perlu dipahami tindakan ini adalah sebuah investasi jangka panjang yang bukan hanya menguntungkan namun dapat menjadi alasan bagi tumbuhnya kesejahteraan.
Kesejahteraan menjadi sangat penting dalam kehidupan sosial saat ini, mengingat bahwa perusahaan dalam aktivitasnya tidak hanya digerakkan oleh seorang individu melainkan gabungan kerja bersama dari karyawan, staf, manajer, direktur, komisaris, pemegang saham dll. Untuk itu bagian-bagian ini harus diperhatikan secara kesinambungan agar usaha yang dilakukan tetap berdiri kokoh. Yang perlu ditekankan adalah bagaimana memfasilitasi karyawan sebagai kelompok individu yang berhubungan langsung dengan aktivitas bisnis agar nyaman untuk bekerja.Â
asilitas yang diberikan dapat berupa tanggapan atas aspirasi yang disampaikan, penjalanan program kesehatan dan keselamatan kerja, tunjangan asuransi, dan bonus lain sehubungan dengan pekerjaan. Selain pihak di dalam usaha, terdapat juga pihak lain yang berasal dari luar perusahaan yaitu masyarakat dan lingkungan. Masyarakat dan lingkungan menjadi penting untuk disejahterakan karena kinerja perusahaan yang bersinggungan dengan interaksi sosial dan pemanfaatan sumber daya alam. Program-program milik perusahaan pun harus menjungjung tinggi keberlanjutan guna pencapaian kesejahteraan.
Pencapaian kesejahteraan bersama dapat diwujudkan perusahaan melalui pengimplementasian ajaran green accounting. Dalam ajar tersebut perusahaan dituntun untuk mentransformasikan konsep yang telah lama ada yaitu konsep untuk pencarian keuntungan yang maksimal menuju konsep kesejahteraan. Kesejahteraan yang dimaksud adalah penciptaan tatanan kehidupan yang harmonis melalui sinergi akan pentingnya keberlanjutan demi penunjang kehidupan bersama.
Akuntan sebagai kelompok yang menjalankan proses akuntansi harus berkomitmen untuk menjalankan paham green accounting. Jadi dari komitmen tersebut akuntan tidak hanya mengeluarkan laporan keuangan saja sebagai gambaran kinerja bisnis, namun juga menyusun laporan CSR guna memberikan gambaran atas dampak yang ditimbulkan perusahaan beserta program-program dalam penanggulangan dampak tersebut.
Implementasi green accounting merubah pola pikir akuntan dan pelaku usaha dari yang awalnya berfokus pada kebutuhan informasi keuangan pada stakeholder dominan yang memberikan pengaruh besar dalam pencapaian keuntungan, beralih pada fokus untuk menyediakan informasi tentang aktivitas bisnis dan dampaknya terhadap lingkungan bagi seluruh stakeholder mencakup masyarakat luas dan masyarakat di sekitar perusahaan. Beralih dari pandangan bahwa akuntansi hanya memperoses dan melaporkan informasi yang bersifat material dan dapat diukur, menuju pemerosesan dan pelaporan informasi yang material dan dapat diukur namun memiliki konteks keberlanjutan.Â
Akuntansi yang awalnya hanya memperhitungkan dampak ekonomi yang secara langsung berpengaruh pada nilai perusahaan sehingga hal-hal yang tidak terlalu berdampak akan diabaikan dalam proses pelaporan keuangan, beralih menjadi akuntansi yang juga mengemukakan dampak-dampak sosial dan lingkunganya secara penuh. Maka dari itu penting untuk menjadi komitmen bersama dalam peralihan konsep ini guna mencapai kesejahteraan bersama antara perusahaan, masyarakat, dan lingkungan alam.Â
Konsep kesejahteraan menjadi awal baru dari transformasi kehidupan yang berkelanjutan. Keberlanjutan adalah sebuah jawaban dari semua kasus kerusakan yang terajadi melibatkan hubungan perusahaan dengan lingkungan. Melalui keberlanjutan, agar disikapi bersama oleh pemilik perusahaan dan manajemen tentang tindakan usahanya yang mampu merusak lingkungan secara jangka panjang. Harapan tentang kesejahteraan bersama dapat dicapai apabila kesadaran akan pentingnya lingkungan ada dalam benak setiap individu. Kesadaranlah yang akan menciptakan sebuah kekuatan bersama untuk tidak melakukan hal yang merusak, dan selanjutnya muncul harmonisasi lingkungan.
Referensi
Amelia, AR. 2019. 11 Perusahaan Migas Dan Tambang Terkena Sanksi Pencemaran Lingkungan. (Online). Diakses pada 12 Oktober 2020.
Binus. 2019. Sejarah Dan Perkembangan Revolusi Industri. (Online). Diakses pada 11 Oktober 2020.
Dewi, NWY. 2017. BUKU AJAR AKUNTANSI SOSIAL DAN LINGKUNGAN. Universitas Pendidikan Ganesha: Singaraja.
Elkington, John. 1997. Cannibals With Forks: The Triple Buttom Line of 21st Century Business. Capstone Publishing Limited: United Kingdom.
Koran Tempo. 2020. Pemerintah Tangani 1.426 Aduan Kerusakan Lingkungan. (Online). Diakses pada 12 Oktober 2020.
Saturi, Sapariah. 2020. Dua Perusahaan Cemari DAS Citarum Kena Hukum Rp 16, 26 miliar. (Online). Diakses pada 12 Oktober 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H