Sebelum menikah, Ibu Rosma, nama lengkapnya Rosma Hartiny, mengajar di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Lubuk Linggau, Sumatera Selatan. Saat itu masih bergelar Sarjana Muda (BA), alumni Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang.
Setelah menikah dengan Bapak Saidi Saba’ah, Ibu Rosma ikut suami, dan pindah tugas mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 1 Bengkulu. Sedangkan Pak Saidi sendiri bekerja di Bandara Fatmawati Bengkulu, sebagai seorang Sekuriti.
Selaku Sekuriti Bandara, Pak Saidi berkesempatan bertemu, dan kenal dengan berbagai orang  yang tiba di Bengkulu, maupun berangkat ke Jakarta. Termasuk juga para pejabat, tentunya.
Pada tanggal 30 Juni 1997 di Bengkulu berdiri Sekolah Tinggi  Agama Islam Negeri (STAIN). Sebagai Perguruan Tinggi baru, diperkirakan masih membutuhkan banyak tenaga pengajar.
Suatu hari Pak Saidi bertemu dengan salah seorang pejabat STAIN Bengkulu. Pak Saidi sempat mengobrol dengan pejabat tersebut di saat menunggu kedatangan pesawat untuk berangkat ke Jakarta.Â
Pak Saidi mencari informasi mengenai kebutuhan tenaga pengajar di STAIN Bengkulu. Jika memang ada peluangnya, Pak Saidi berencana memindahkan Ibu Rosma untuk menjadi staf pengajar di STAIN Bengkulu. Kebetulan Ibu Rosma sendiri sudah menyelesaikan S1 dari IAIN Raden Fatah Palembang.
Pada tanggal 13 April 1998 datang musibah menimpa keluarga ini. Pak Saidi yang sedang bertugas sampai sore hari di Bandara Fatmawati, dikabarkan meninggal dunia.
Seorang teman kerjanya datang ke rumah memberitahukan kepada Ibu Rosma. Mendadak sontak membuat Ibu Rosma dan anak-anak terkejut, dan tak percaya. Kepergian tiba-tiba sosok pengayom keluarga, menimbulkan keguncangan buat Ibu Rosma, dan anak-anak. Pak Saidi meninggal dunia dalam usia 45 tahun.
Dari hasil pernikahannya dengan Pak Saidi, Ibu Rosma dikaruniahi lima orang anak. Anak pertama sampai keempat laki-laki, sedangkan anak kelima perempuan.
Sepeninggalnya Pak Saidi, mau tak mau Ibu Rosma harus berperan ganda. Menjadi ibu, sekaligus bapak bagi anak-anaknya. Sudah pasti sangat sulit memikul beban berat tersebut. Musibah yang terjadi tidak hanya berdampak pada diri sendiri, tetapi berhubungan pula dengan masa depan anak-anak.