Burgo (foto oleh: Astari Casuarina Fikri)
Pada kesempatan Ramadhan kali ini Saya mencoba untuk mengingat kembali kenangan masa kecil dulu ketika berpuasa. Mulai dari malasnya bangun Sahur. Mata seperti tertutup rapat, dan alangkah susah untuk membukanya. Tentu saja membuat Ibu harus berulang kali membangunkan. Biasanya dengan cara menggoyang-goyangkan badan. Kalau tidak bangun juga, Ibu memercikan air ke wajah.
Bersantap sahur pun agak terpaksa. Apalagi jika sayur dan lauk pauknya tidak sesuai selera. Ibu harus putar otak mengakalinya agar kami tidak merasa bosan menyantap menu yang ini itu saja.
Ikan asin Kakap tidak cuma digoreng, tetapi disantan kuning. Alternatif lainnya membuat masakan berkuah, tanpa santan, misalnya: Sup, Pindang, atau Tempoyak dicampur Ikan basah atau ikan Salai Lais. Bisa juga  Pepes  Tempoyak ikan Seluang (Tempoyak merupakan hasil fermentasi dagimg buah durian). Hanya telur yang paling gampang mengolah-alihnya. Dibuat mata sapi, rebus, dan dadar.
Makanan Spesial
Saat puasa Ramadhan, Ibu kadang kala suka membuat makanan untuk berbuka, seperti: Kue Lumpang, Kue Talam, Kelpon (mirip Onde onde), Gandus, Kolak, Pempek, Model, sampai yang lumayan berat: membuat Burgo. Â Memang Burgo menjadi makanan spesial dan wajib bagi kami sekeluarga. Puasa kayaknya belum komplet, jika tidak ada hidangan Burgo.
Kue Lumpang, Kue Talam, Kelpon, Gandus, dan Burgo berbahan dasar sama: Â tepung beras. Harus diawali dengan menggiling beras untuk dijadikan tepung. Maklum, pada saat itu agak jarang yang menjual tepung beras hasil industri pengolahan. Semuanya harus dibuat sendiri.
Ibu  memang memiliki alat menggiling beras (kisaran) yang terbuat dari batu gunung. Pengerjaan menggiling beras diserahkan kepada kami,  anak laki-laki. Proses membuat tepung beras memakai kisaran, memakan waktu berjam-jam. Setelah itu harus dijemur seharian. agar kering merata.
Membuat Burgo lebih menyita tenaga dan waktu. Mulai dari menyiapkan adonan, campuran tepung beras dan tepung sagu, menuangkannya ke dalam talam aluminium, sampai mengukus dengan menggunakan dandang di atas tungku besi. Dilakukan secara berulang-ulang.
Setelah masak, mengeluarkannya dari talam dengan cara digulung, dibentuk mirip dadar gulung, lalu dipotong kecil, diletakkan didalam piring, disiram dengan kuah kental kaldu udang dan daging udang, diberi bawang goreng, kerupuk, serta sambal goreng. Betapa nikmatnya. Saking nikmatnya, mau menambah terus. Amat mengenyangkan, sehingga acap mengabaikan makan nasi.
Berlanjut
Setelah menikah dan punya anak, membuat dan menyantap Burgo saat bulan puasa masih berlanjut sampai sekarang. Â Saya merasa beruntung, karena sang istri, yang berasal dari Curup, pandai membuatnya.
Bagi anak-anak, mereka  tidak saja mendengar cerita dan merasakan nikmatnya Burgo, namun mengetahui proses membuatnya. Yang berbeda: tepung berasnya. Bukan hasil menggiling sendiri, tapi dengan cara membeli dalam kemasan di warung manisan sekitar rumah.
Selamat menjalankan ibadah puasa. Selamat menikmati hidangan spesial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H