Perjalanan itu hal yang mengasikkan, baik perjalanan darat, laut maupun udara, bagi para treveler perjalanan adalah kepuasan tersendiri jika mencapai tujuan/tempat yang diidamkan, bahkan biaya tidak menajadi kendala untuk mencapainya bila tempat yang dituju sangat mempesona. Salah satunya adalah perjalanan dari Bogor ke Jakarta jika menggunakan Kereta Api, sekarang dikenal dengan commuterline.Â
Sebelum mengupas bagaimana asyiknya perjalanan dari Buitenzorg (Bogor) menuju Batavia (Jakarta) ada baiknya kita perhatikan terlebih  dahulu sejarah masa lalu pembuatan jalur kereta api di Indonesia, pertama dibuat jalur kereta api adalah jalur Semarang ke Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 1863 kemudian jalur ke dua dibuat oleh Belanda adalah jalur Bogor ke Jakarta tahun 1871, kedua jalur tersebut dibuat oleh Perusahaan Jawatan Kereta Api Belanda Nederlandch-Indische Spoorweg Maatschappij atau Nederland East-Indies Railway Company, sampai sekarang jalur tersebut masih digunakan dan mungkin kedepan beberapa jalur kereta api yang tidak berfungsi akan  diaktifkan kembali jika dirasa sangat berdampak ekonomi bagi masyarakat dan negara.
Nun jauh disana terdengar derit gesekan roda besi disertai sinar dua bola lampu menyorot dari arah stasiun Bogor, hari belum beranjak  ke pagi, gelap masih terasa sisa malam yang masih menggeliat, tapi ular besi datang dengan gagahnya berhenti di Stasiun Bojonggede, jam masih belum menunjukan subuh kokok ayam memang sudah berbunyi, suara puji-pujian dari speaker masjid bersahut-sahutan tanda subuh kan menjelang, segerombolan orang tumpah ruah di dalam gerbong dan diluar gerbong mulai masuk berdesakan masing-masing mencari tempat untuk bisa terangkut, semerbak harum-haruman aneka rasa berseliweran di dalam kereta bercampur bau keringat penumpang kereta, hmmm sedapnhya berbeda.
Kereta pertama ini dari stasiun Bogor tentunya pagi buta, setelah melewati stasiun Cilebut baru Stasiun Bojonggede, tapi penumpang sudah penuh bagai jemuran kerupuk kulit, berdesak-desakan menuju Batavia Jakarta, dengan roman muka penumpang serius tanpa makna, berjubel bersama dan menikmati perjalanan kereta tanpa rasa bosan, tapi dalam pikiran mereka adalah "aku berangkat kerja demi keluarga", begitu kira-kira pikiran para penumpang.
Stasiun berikutnya Citayam, nah ini menarik para penumpang dari stasiun ini ciri khasnya nampak, obrolannya juga bebas, dan sangat bebas desakannya ketika mendorong para penumpang yang penuh sesak bersuara bersama-sama, masuk dorong, wah wewangian termahal seperti Sosora Oud tak ada gunanya bahkan kalah dengan minyak wangi nyong-nyong pada saat desak dan dorong di dalam kereta, setelah itu adalah stasiun Depok dan Depok Baru mulai berbeda para penumpang yang akan masuk dalam satu kereta KRL tersebut, kemudia Stasiun Pondok Cina makin lama-makin tak muat KRL tapi tetap semua penumpang ingin masuk untuk dapat terangkut dalam perjalanan pagi buta ini, Â bahkan sampai naik ke atap kereta yang terdapat kabel tegangan tinggi jika penumpang berdiri dan lupa memegangnya maka gosong nyawa melayang bau khas benda terbakar menyeruak membuat KRL berhenti lama untuk mengambil mayat tersebut, ini sering terjadi mati sia-sia diatas KRL gosong, menghitam dan mayatnya mengeluarkan asap, bau bakaran tubuh manusia menyebar ke mana-mana, ngeri.
Kemudian merangkak lagi stasiun Universitas Indonesia, Universitas Pancasila, Lenteng Agung, Tanjung Barat, Pasar Minggu, Pasar Minggu Baru dan seterusnya sampai Batavia/Jakarta Kota.
KRL pun merangkak dengan berat berderit roda nampak lelahnya berasa, tapi KRL punya tanggung jawab secara paripurna bahwa dia harus sampai ke Batavia sebelum matahari mulai merangkak tinggi, sebuah tanggung jawab yang tidak dapat dinilai oleh uang, merayap menghantarkan para manusia menuju tempat kerja agar perekonomian tetap terjaga.
KRL tidak pernah mengeluh padahal sesungguhnya dia telah berpeluh, KRL terus melaju walau kadang ragu, KRL tetap melesat bagai panah lepas dari busurnya menuju sasaran yang sudah ada yaitu Batavia, dari Stasiun-stasiun dia hantarkan penumpang, walau kata terima kasih tak pernah terucap dari para pengguna, dia tetap bersahaja bertanggung jawab dan berintegritas pada para manusia.
Itulah perjalanan menggunakan KRL dari Bogor ke Jakarta dulu, nah sekarang sudah nyaman, ada gerbong wanita, ada jalur khusus para disabilitas, ada petugas yang profesional dilatih menjaga keamanan pada setiap gerbong, menggunakan sistem elektronik dalam membayar ongkosnya, dari Stasiun setiap stasiun keamanan selalu terjaga, walau berdesakan masih saja tetap ada, parfum mahal pun hilang ditelan bau aroma khas peluh, KRL tidak bisa mempunyai anak, penumpang selalu berkembang biak,  penuh sesak ber-KRL ria adalah kenikmatan tersendiri bagi setiap pengguna jasanya, ratusan orang keluar pada setiap stasiun maka di sekitar stasiun akan berdampak secara ekonomi terutama UMKM penjual cilok, ketan, tahu sumedang, bakso, telor asin, nasi uduk, nasi kuning, jajan apa saja ada untuk dinikmati, tapi ingat tidak boleh makan di dalam KRL ya, dan bertelpon pun juga dilarang siapkan saja headset musik favorit, film, love song, gending jawa, sabilulungan, atau apa saja yang bisa menemani perjalan anda masukan ke dalam phone anda, dengarkan dan nikmati perjalanannya dan  yang menarik lagi adalah pada Kereta mereka juga mendapatkan jodohnya, ini perlu penelitian lebih lanjut tapi nyata, silahkan mencoba Buitenzorg ke Batavia atau sebaliknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H