Fenomena pembersihan mural yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia menjadi sorotan publik, Bahkan beberapa kali menjadi trending topic yang hangat diperbincangkan di berbagai sosial media seperti Twitter. Yang paling banyak menuai perhatian adalah mural “404: Not Found” di Tangerang, “Tuhan Aku Lapar” berlokasi di kota yang sama, dan “Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit” di Pasuruan. Reaksi di masyarakat menjadi beragam. Namun, sebagian besar masyarakat senada dalam mengecam tindakan pembersihan mural yang viral dan berujung pada ancaman kriminalisasi pembuatnya itu. Banyak yang berpendapat bahwa ini tanda bahaya bagi kebebasan berekspresi dan juga kehidupan demokrasi di bumi pertiwi.
Mencoba mengenal kebebasan berekspresi
Kebebasan berekspresi merupakan contoh istilah yang cukup santer terdengar di telinga masyarakat Indonesia. Banyak interpretasi dan implementasi di masyarakat terhadap konsep kebebasan ini. Sebenarnya, apa itu kebebasan berekspresi? Sederhananya, kebebasan berekspresi merupakan hak yang dimiliki setiap orang untuk mencari, menerima, dan menyebarkan informasi dan gagasan dalam bentuk apapun, dengan cara apapun.
1 Atau sebagai bahan memperkaya, kebebasan berekspresi dapat diartikan sebagai pandangan yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak alami untuk mengekspresikan diri dengan bebas melalui media apapun dan tanpa memandang batas negara.
2 Dari kedua sumber tersebut, dapat terlihat adanya kesamaan konsep bahwa kebebasan berekspresi merupakan hak setiap manusia untuk mengekspresikan dirinya dengan media/cara apapun.
Secara merdeka dan tidak dapat dihilangkan. Mengapa konsep ini begitu penting? terdapat empat alasan bagus untuk menggambarkan pentingnya konsep ini, seperti
(1), “penting sebagai cara untuk menjamin pemenuhan diri seseorang,” dan juga untuk mencapai potensi maksimal seseorang. (2) pencarian kebenaran dan kemajuan pengetahuan. (3) kebebasan berekspresi penting agar orang dapat berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, khususnya di arena politik; (4) kebebasan berekspresi memungkinkan masyarakat (dan negara) untuk mencapai stabilitas dan adaptasi/kemampuan adaptasi.
3 Terlihat jelas bagaimana pentingnya kebebasan berekspresi ini untuk dijamin dan ditegakkan dalam suatu negara. Di Indonesia, kebebasan berekspresi menjadi begitu penting karena mengingat Indonesia sebagai negara penganut paham demokrasi. Di Indonesia, kebebasan berekspresi dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 28F UUD 1945, yang keduanya sama-sama menunjukkan cita-cita Indonesia sebagai negara hukum yang berkedaulatan rakyat dan menjunjung tinggi HAM.
Mural dan Reaksi Penegak Hukum
Di awal telah disinggung fenomena pembersihan mural di berbagai daerah di Indonesia. Salah satunya mural 404: Not Found. Penghapusan mural yang ada di kota Tangerang tersebut terjadi karena dinilai oleh aparat penegak hukum mengandung unsur penghinaan terhadap presiden dan terhadap simbol negara. Selain penghapusan, aparat juga memberi ancaman kriminalisasi bagi pembuat mural tesebut.
Pakar sosiologi politik dan pengamat kebebasan berekspresi menyebut penghapusan terhadap sejumlah mural berisi kritik sosial sebagai bagian karakter pemerintah yang "paranoid terhadap kritik". 4 Amnesty International mengeluarkan laporan terbaru pada April 2021, menyatakan sepanjang 2020 telah tercatat 132 kasus pelanggaran hak kebebasan berekspresi menggunakan UU ITE maupun KUHP dan merupakan rekor peraih jumlah terbanyak dalam enam tahun terakhir. Sepanjang 2020, banyak aktivis, jurnalis, akademisi, mahasiswa dan masyarakat yang dibungkam, diintimidasi, dan dikriminalisasi saat menyampaikan pendapat secara damai.
Pertanyaan selanjutnya adalah urgensi aparat dalam melakukan pembersihan mural 404 Not Found—dan mural-mural lain—di masa pandemi. Di masa seperti ini, usaha pengentasan Indonesia dari pandemi harusnya menjadi fokus utama pemerintah. Data kasus Covid-19 menurut Kompas (02/09/2021), menunjukkan angka 4.109.093 kasus, menjadikan Indonesia sebagai peringkat ketujuh di Asia.
Selain itu, program vaksinasi yang menunjukkan 29,60% untuk dosis pertama dan 16,74% dosis kedua.6 Jumlah ini masih jauh dari sasaran pemerintah untuk mencapai herd-imunity. Ditambah lagi kebijakan PPKM masih sering menjadi ladang pelanggaran. Dari penegakannya yang sering menggunakan pendekatan represi—contohnya warung di Semarang yang disemprot air—sampai upaya penumbuhan kesadaran masyarakat melalui edukasi dan propaganda masih perlu digalakkan.
Tidak lupa pemerintah harus bertanggungjawab menggerakkan kembali roda perekonomian yang sempat lesu akibat pandemi dengan berbagai kebijakan stimulus dan bantuan kepada pelaku usaha yang terdampak. Ada banyak PR yang perlu dikerjakan pemerintah, tetapi malah memilih membersihkan muralmural yang berisi kritikan, bahkan mengancam penjara pembuatnya. Padahal bila ditelisik, ekspresi kritik melalui mural mural justru memperlihatkan mampatnya saluran aspirasi warga ke para pengambil kebijakan di kala pandemi. 7 LBH Jakarta menilai penghapusan mural tersebut merupakan bukti nyata kemunduran demokrasi yang ditandai dengan ruang bebas berekspresi dan berpendapat yang terus menyempit serta pemerintah semakin anti terhadap kritik masyarakat. 8 Sehingga, tindakan penghapusan mural-mural yang tidak hanya bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi juga tindakan yang tidak ada urgensinya.
Kritik yang merupakan bentuk partisipasi masyarakat malah dibungkam. Pembuatnya pun diancam. Jelas tercermin adanya ancaman terhadap kebebasan berekspresi dan kemunduran demokrasi yang saat ini terjadi di republik ini. Sebagai generasi muda, bertanggungjawab untuk terus menjaga kebebasan berekspresi dan demokrasi agar jangan sampai pemerintah berubah menjadi tirani
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H