Berita tentang bagaimana seorang ketua partai merengang nyawa karena hutang di salah satu bank asing di ibukota ..membuat bulu kudukku merinding, sebuah institusi lembaga keuangan demi beberapa puluh juta "membiarkan sebuah nyawa melayang". Sekalipun sangahan datang dari bank dan berbagai dalil di kemukakan di depan publik bahkan sampai di depan anggota dewan terhormat, itu tidak akan mengembalikan nyawa yang melayang. tindakan a moral ini telah terekam oleh media dan publik bangsa ini bahwa harga nyawa manusia indonesia  tidak lebih dari sekedar uang. sungguh teladan yang tidak patut ditiru
Berita yang kalah tidak bermoralnya.....Seorang anggota dewan yang terhormat, yang terpilih duduk di kursi dewan paripurna yang mengatas namakan Rakyat Indonesia, asyik membuka file porno di kursi dewannya. tindakan yang terekam dalam beberapa foto menunjukan bahwa itu satu perbuatan di sengaja dan sadar yang dilakukan oleh anggota dewan yang sudah beruban, tetapi di depan media dengan enteng dia berkilah bak orang pikun bahwa itu tidak sengaja di buka dan tidak dinikmati, sementara bukti foto sudah merekam tertangkap basah sedang asyik menikmati. Sebagai anggota dewan yang mungkin punya istri dan anak yang mungkin juga  tidak tau tindakan bapak /suaminya tentunya mereka  akan terkena imbasnya.
Jika saja anggota dewan yang bersangkutan berasal dari partai sekuler, berita ini tidak akan menghebohkan. Tetapi masalahnya ini datang dari anggota partai  dengan background agama yang kuat, berakhlak kuat dan berkarakter  dimana menteri yang terpilih dari partainyapun bersuara keras untuk memblokir situs porno, tapi apa lacur bukti sudah membuktikan... Aku jadi malu sebagai anak bangsa...kok bisa ???? dalam etika kaum proletar yang rendahan saja  itu sudah tidak patut
Dan jika kita perhatikan apa yang dia hadiri adalah satu pertemuan guna mensahkan pembangunan gedung kantor anggota dewan yang terhormat, dengan bentuk megah nyaman dimana setiap anggota mendapat ruang kerja dan bahkan kamar tidur dalam ruang kerjanya....hmmmm bisa di tebak, Â hal yang tidak patut bisa lebih besar terjadi. Gedung sendiri seakan seperti sebuah mercusuar yang berkoar mewakili rakyat yang gemah rimah loh jinawi, yang sekolah saja harus hati hati karena gedung mau roboh, yang rakyatnya berjuang dalam banjir dan bencana, yang ibukotanya selalu kebanjiran dan senang dengan kemacetan yang mengular dari pelabuhan hingga pusat kota.
Aku malu telah memberikan suaraku pada dewan rakyatku sendiri...sungguh tak patut bagiku memberikan suaraku karena aku tidak kenal siapa sekarang pemimpinku yang patut ku teladani..tut wuri handayani ing karso sing tulodo...pepatah tua yang sudah usang termakan jaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H