Mohon tunggu...
Mohamad Bagja Darmawan
Mohamad Bagja Darmawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/Mahasiswa

Saya merupakan seorang mahasiswa Program Studi Jurnalistik yang saat ini sangat menekuni dalam bidang copywriter, editor dan scriptwriter. Saya memiliki semangat dalam mengembangkan bidang kejurnalistikan yang saya miliki untuk ikut serta membantu Indonesia memberantas hoaks.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Buang Makanan Sisa? Udah Jadi Kebiasaan Itumah di Bandung!

1 Juli 2024   22:02 Diperbarui: 1 Juli 2024   22:34 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengelolaan Sampah di Indonesia | Sumber: djkn.kemenkeu.go.id

BANDUNG, Kompasiana -- Bandung, kota yang dikenal sebagai Paris van Java, kini menghadapi masalah serius yang tampaknya tidak kunjung usai. Di balik pesona keindahan dan daya tarik wisatanya, ada tumpukan sampah sisa makanan yang semakin hari semakin menggunung. Masalah ini bukanlah hal baru, namun upaya untuk mengatasinya tampaknya belum menunjukkan hasil yang signifikan.

Sejak beberapa tahun terakhir, volume sampah sisa makanan di Bandung terus meningkat. Dari warung makan, restoran, hingga rumah tangga, limbah organik ini semakin menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA) Sarimukti dan Legok Nangka. Berbagai upaya dan program telah dilakukan oleh pemerintah kota untuk mengatasi masalah ini, namun hasilnya masih jauh dari harapan.

Sampah sisa makanan menjadi salah satu masalah utama di kota Bandung. Setiap harinya, ratusan ton sampah organik dihasilkan oleh berbagai aktivitas masyarakat. Sampah ini terdiri dari berbagai jenis makanan yang tidak habis dikonsumsi, baik dari rumah tangga, restoran, hotel, hingga pasar tradisional. Masalah ini diperparah dengan minimnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah sisa makanan. Banyak warga yang masih membuang sisa makanan begitu saja tanpa memikirkan dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan.

Sampah sisa makanan yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan berbagai masalah lingkungan. Salah satunya adalah pencemaran tanah dan air. Saat sampah sisa makanan membusuk, ia akan menghasilkan cairan lindi yang dapat meresap ke dalam tanah dan mencemari air tanah. Selain itu, pembusukan sampah organik juga menghasilkan gas metana, yang merupakan salah satu gas rumah kaca yang berpotensi mempercepat perubahan iklim.

Sistem pengelolaan sampah di Bandung masih jauh dari kata optimal. Infrastruktur pengelolaan sampah yang ada belum mampu menangani volume sampah yang terus meningkat. TPA Sarimukti sering kali kelebihan kapasitas, sehingga sampah menumpuk dan menciptakan pemandangan yang tidak sedap dipandang serta mengeluarkan bau yang tidak menyenangkan. Kondisi ini juga berdampak negatif pada kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar TPA.

Pemerintah kota Bandung telah mencoba berbagai inisiatif untuk mengatasi masalah ini. Salah satu program yang pernah diluncurkan adalah kampanye pengurangan sampah sisa makanan melalui gerakan "Kang Pisman" atau Kurangi Pisahkan dan Manfaatkan. Kampanye ini bertujuan untuk mengajak masyarakat mengurangi sampah sisa makanan dengan cara lebih bijak dalam mengonsumsi makanan dan memanfaatkan sisa makanan yang masih bisa dikonsumsi. Namun, kampanye ini belum sepenuhnya berhasil mengubah kebiasaan masyarakat.

"Kalau efektivitas Kang Pisman, bisa dilihat dari jumlah penurunan sampah sebanyak 16%. Berdasarkan faktanya, walaupun perencanaan kami 30%, kita bisa mengurangi sampah yang dibuang ke TPA," ucap seorang Penyuluh Lingkungan Hidup Ahli Muda Bidang Pengelolaan Persampahan dan Limbah B3 (PPLB3), Luthfi Budiman.

Selain itu, pemerintah juga telah membangun beberapa fasilitas pengolahan sampah organik. Fasilitas ini bertujuan untuk mengolah sampah sisa makanan menjadi kompos yang bisa digunakan sebagai pupuk. Namun, fasilitas ini belum beroperasi secara optimal karena berbagai kendala, mulai dari keterbatasan dana hingga kurangnya tenaga ahli yang mampu mengoperasikan teknologi pengolahan sampah.

Keterlibatan masyarakat sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini. Edukasi dan sosialisasi tentang pentingnya pengelolaan sampah sisa makanan harus terus dilakukan. Sekolah-sekolah, komunitas, dan organisasi masyarakat harus aktif terlibat dalam kampanye pengurangan sampah sisa makanan. Selain itu, peran media massa juga sangat penting untuk menyebarkan informasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat.

Beberapa inisiatif lokal telah muncul sebagai upaya untuk mengatasi masalah ini. Komunitas-komunitas seperti Bank Sampah dan kelompok pengomposan di berbagai daerah di Bandung mulai berperan aktif. Mereka mengajak masyarakat untuk lebih peduli dan terlibat langsung dalam pengelolaan sampah sisa makanan. Bank Sampah, misalnya, mengajak warga untuk mengumpulkan sampah sisa makanan yang masih bisa diolah menjadi kompos. Kompos ini kemudian dijual atau digunakan untuk kegiatan pertanian di sekitar kota Bandung.

Namun, upaya ini masih menghadapi banyak tantangan. Salah satunya adalah minimnya dukungan dari pemerintah. Meskipun ada beberapa program yang telah diluncurkan, namun pelaksanaannya masih belum optimal. Selain itu, keterbatasan dana juga menjadi kendala utama dalam pengembangan infrastruktur pengolahan sampah.

Pentingnya peran pemerintah dalam menangani krisis sampah sisa makanan ini tidak bisa dipungkiri. Selain memberikan edukasi kepada masyarakat, pemerintah juga harus menyediakan fasilitas dan infrastruktur yang memadai. Pembangunan tempat pengolahan sampah organik yang modern, serta pengadaan armada pengangkut sampah yang memadai adalah beberapa langkah yang harus segera direalisasikan.

Teknologi juga dapat memainkan peran penting dalam mengatasi masalah ini. Pengembangan teknologi pengolahan sampah yang lebih canggih dapat membantu mengurangi volume sampah sisa makanan yang dibuang ke TPA. Misalnya, teknologi pengolahan sampah dengan menggunakan bioreaktor anaerobik yang mampu mengolah sampah organik menjadi biogas. Biogas ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan.

Cara Pengelolaan Limbah Anaerob | Sumber: limbahasia.com
Cara Pengelolaan Limbah Anaerob | Sumber: limbahasia.com

Bandung, dengan segala potensinya, tidak seharusnya terus dibayangi oleh masalah sampah sisa makanan. Dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai komunitas, masalah ini seharusnya bisa diatasi. Namun, tanpa adanya tindakan nyata dan keseriusan dari semua pihak, krisis ini akan terus membayangi kehidupan kota yang seharusnya menjadi salah satu destinasi wisata terdepan di Indonesia ini.

Krisis sampah sisa makanan di Bandung bukan hanya masalah lokal, tetapi juga menjadi perhatian nasional. Sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia, Bandung memiliki peran penting dalam menjaga lingkungan hidup yang sehat dan berkelanjutan. Oleh karena itu, perlu adanya komitmen bersama dari semua pihak untuk mengatasi masalah ini.

Kota Bandung memiliki potensi besar untuk menjadi contoh dalam pengelolaan sampah sisa makanan. Dengan memanfaatkan teknologi dan inovasi, serta melibatkan semua elemen masyarakat, Bandung dapat mengubah masalah ini menjadi peluang. Misalnya, pengolahan sampah sisa makanan menjadi kompos atau biogas tidak hanya mengurangi volume sampah, tetapi juga dapat memberikan nilai tambah ekonomi.

Edukasi dan kesadaran masyarakat juga harus terus ditingkatkan. Kampanye yang kreatif dan edukatif perlu digalakkan untuk mengajak masyarakat lebih bijak dalam mengelola sampah sisa makanan. Sekolah, universitas, dan lembaga pendidikan lainnya dapat berperan aktif dalam mengajarkan pentingnya pengelolaan sampah sejak dini.

"Kalau sampah yang disatukan kemudian diolah di tempat, itu beban biayanya lebih mahal, tetapi proses pemilahan ini juga butuh edukasi, dan nggak instan," sebut Deni Prihadi, Humas UPT Pengelolaan Sampah Kota Bandung.

Selain itu, kolaborasi dengan sektor swasta juga sangat penting. Perusahaan-perusahaan dapat berkontribusi dalam mengatasi masalah ini dengan cara mengurangi limbah produksi dan mendukung program-program pengelolaan sampah. Kemitraan antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dapat menciptakan solusi yang berkelanjutan untuk mengatasi krisis sampah sisa makanan di Bandung.

Pengelolaan Sampah di Indonesia | Sumber: djkn.kemenkeu.go.id
Pengelolaan Sampah di Indonesia | Sumber: djkn.kemenkeu.go.id

Tidak kalah penting adalah dukungan dari pemerintah pusat. Kebijakan yang mendukung pengelolaan sampah sisa makanan perlu diperkuat. Insentif bagi daerah yang berhasil mengelola sampah dengan baik dapat menjadi motivasi bagi kota-kota lain untuk mengikuti jejak Bandung.

Dalam jangka panjang, pengelolaan sampah sisa makanan yang baik akan memberikan dampak positif bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Kota yang bersih dan sehat akan meningkatkan kualitas hidup warganya dan menarik lebih banyak wisatawan untuk datang. Dengan demikian, krisis sampah sisa makanan di Bandung bukanlah masalah yang tidak bisa diatasi, tetapi memerlukan kerja sama dan komitmen dari semua pihak untuk menemukan solusi yang tepat.

Kita semua berharap, Bandung dapat segera bangkit dari krisis sampah sisa makanan ini dan menjadi kota yang lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan. Dengan upaya yang tepat dan kerja sama yang solid, tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan. Mari kita bersama-sama menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan kota kita tercinta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun