Mohon tunggu...
Muhammad Bagir
Muhammad Bagir Mohon Tunggu... Penulis - Ilmu Politik, Universitas Indonesia

Mau nulis.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Lanjutan Hari Keempat: Menelusuri Kota Bawah Tanah di Saratli

6 Agustus 2021   19:30 Diperbarui: 6 Agustus 2021   20:04 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya bisa memastikan bahwa para wisatawan membeli dengan alasan kasihan, karena memang tak ada perbedaan signifikan dari bagaimana cara mereka menawarkan barang, harga produk, dan komoditas apa yang ditawarkan. Mungkin, para pembeli hanya bisa membandingkan manakah penjual yang terlihat paling membutuhkan. Karena gerai mereka berdamping-damping, saya memilih untuk tak membeli barang apapun yang dijual. Saya cenderung khawatir jika akhirnya berbelanja pada lapak tertentu, maka yang lainnya akan iri dan panas hati.

Dengan perasaan sungkan, saya berjalan melalui mereka yang masih meneriakkan harga jual berbagai cenderata mata khas Cappadocia. Tak jauh dari tempat para pedagang yang berjualan secara berdampingan, saya menemukan dua penjaja barang di area depan pintu masuk. Barang yang mereka jual sama sekali tidak berbeda dari yang dijual oleh para penjaja di bagian dalam tempat wisata kota bawah tanah Saratli. Namun, lokasi mereka cukup strategis. Juga, saya tak menyaksikan kompetisi yang memilukan seperti para pengasong di bagian dalam. Oleh sebab itu, saya membeli beberapa barang dari dua tempat dagangan yang berdampingan tersebut.

Sejujurnya, saya tak tertarik untuk berbelanja di mana pun tempatnya. Kecuali, jika benar-benar membutuhkan atau sangat menginginkan barang tertentu. Selain itu, saya juga selalu berusaha untuk membeli barang bukan berdasarkan rasa kasihan. Melainkan ada pertimbangan lain, seperti nilai barang atau alasan yang lebih pantas. 

Saat saya memutuskan untuk membeli dagangan dari para pengasong di bagian depan, tak lain disebabkan barang yang dijual dan bagaimana cara membuatnya. Saya membeli boneka, kalung, dan gelang. Semua produk tersebut dibuat secara mandiri, yakni dibuat langsung oleh tangan mereka masing-masing. Sungguh, saya melihat keindahan yang sederhana---beserta kekurangannya- dari hasil produk buah tangan mereka.

Salah satu yang paling saya senangi adalah boneka-boneka khas Cappadocia (Cappadocia Dolls). Ada juga tipe cukup terkenal dari boneka itu, yang disebut Cappadocia Babies. Alhasil, boneka tersebut berhasil menarik hati saya dengan caranya sendiri. Menurut sebuah sumber, boneka tersebut mencerminkan budaya berpakaian daerah setempat. Juga melambangkan orang-orang, kehidupan, dan kultur daerah. Boneka Cappadocia juga dimanfaatkan untuk mentransfer budaya folkor pada generasi mendatang. Serta digunakan untuk pertukaran budaya skala internasional.

Boneka-Boneka Cappadocia (https://qxtravel.org/)
Boneka-Boneka Cappadocia (https://qxtravel.org/)

Sejak tahun 1960, boneka itu dibuat oleh seorang wanita bernama Hanife Hanm dari Nevehir, desa Soganl. Dia merakit boneka tersebut dengan kain dan ranting pohon untuk diberikan kepada cucunya. Suatu hari, terdapat anak salah seorang turis yang berkunjung ke daerah Hanife, lalu melihat dan menginginkan boneka Cappadocia. Boneka bayi buatan Hanife---akhirnya dibeli oleh si turis.

Kejadian itu mempengaruhi para wanita lainnya di wilayah setempat untuk mengikuti jejak Hanife, membuat boneka bayi. Mereka menilai bahwa wisatawan akan sangat tertarik atas produk lokal hasil kerajinan tangan masyarakat Turki. Seiring berjalannya waktu, penjualan menyebar ke seluruh wilayah Cappadocia yang notabene sebagai salah satu daerah dari provinsi Nevehir. Lalu, pada tahun 1991, sebuah koperasi didirikan di desa Soganl. Semenjak itulah hampir setiap keluarga mulai memproduksi boneka kain tersebut.

Kini, boneka tersebut merupakan simbol khas Cappadocia. Tak heran jika penjualan boneka menjadi salah satu sumber penghasilan yang berharga. Dalam bahasa lain, menjelma sebagai lini bisnis penting yang juga bernilai kultural. Sehingga, menjadi mata pencaharian---khususnya- bagi para perempuan setempat. Beberapa keluarga juga telah mendaftar untuk berprofesi sebagai produsen boneka ke institusi terkait di Turki guna memperoleh sertifikat pendaftaran merek.

Wajah sang penjual tempat saya membeli boneka masih cukup jelas teringat dalam kepala. Dia adalah seorang ibu yang terlihat berumur 40an, bersama dua anaknya yang masih kecil. Anak perempuannya giat meneriakkan harga jual barang tertentu. Sementara yang laki-laki terlihat lebih kalem dan santai. Beberapa anggota keluarga saya juga ikut membeli barang dari para penjaja yang ada di bagian depan. Sebelah lapak wanita yang bersama dua anaknya, penjualnya adalah seorang wanita tua. Dia juga membuka lapak dengan menjual barang-barang yang sama. Saya membeli darinya beberapa kalung dan gelang. Tak lama dari situ, kami segera masuk bus untuk menuju tempat peristirahatan.

Dalam perjalanan menuju hotel, Ryan menginformasikan bagi siapa saja yang ingin menaiki balon udara pada pagi esok hari, dapat mendaftarkan diri secepatnya. Setelah berdiskusi, semua saudara kandung saya dan Hanif memilih ikut serta dalam sebuah pengalaman yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Ryan mengatakan kepada kami agar bangun pukul 4.30 pagi waktu setempat. Dia juga menjelaskan terkait penerbangan balon udara yang bisa jadi tak terealisasi disebabkan pengaruh angin dan kondisi cuaca. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun