Kabut awan yang sudah langganan di sepanjang jalan Sitinjaulauik menuju Kabupaten Solok menemani perjalanan, Senin 27 Januari 2025 siang ke Paninjauan Kabupaten Solok. Perjalanan sejauh 76,1 kilometer dari Kota Padang yang membutuhkan waktu sekitar 2,5 jam. Perjalanan sempat diguyur hujan.
Setengah jam menjelang waktu shalat Magrib, kami sampai di tujuan, Perpustakaan Taman Ilmu H. Abdul Moeis -- Hj. Syamsiar, Nagari Paninjauan Kecamatan X  Koto Diatas Kabupaten Solok. Sudah beberapa waktu lalu diajak pendiri perpustakaan ini, Zeynita Gibbons. Spontan saja Senin siang usai meninjau beberapa lokasi persiapan International  Minangkabau Literacy Festival (IMLF) ketiga yang digelar Mei 2025 mendatang, saya mengusulkan kepada Ketua DPD SatuPena Sumbar Sastri Bakry berkunjungi ke sini. Setuju. Masalahnya, Zeynita sendiri ternyata tidak berada di lokasi, lagi di Bekasi. Tapi dengan komunikasi intens, akhirnya perjalanan dilanjutkan karena sudah ada yang melayani di lokasi, yakni Esi Andriyani.
Saya memang terkagum ketika masuk ruangan  taman ilmu  H. Abdul Moeis dan Syamsiar (AMOESYA), banyak buku, sebagian banyak juga buku-buku berbahasa Inggris, kursi belajar yang sering digunakan untuk belajar kursus bahasa Inggris. Lokasi taman terletak di pinggir jalan nagari, di kampung kecil, sedikit terpencil, Kabupaten Solok, di bagian belakang ada sekolah dasar dan SMP. Siswa dari sekolah inilah yang jadi fokus  binaan AMOESYA ini. AMOESYA sendiri  nama sepasang kekasih yang sudah menghadap Illahi Rabbi. Nama mereka diabadikan  putrinya Zeynita Gibbons,  wartawan LKBN Antara dan sudah lebih 20 tahun bertugas di London.
Zeynita pulang kampung  mencerdaskan masyarakatnya. Ia yakin membudayakan literasi adalah juga untuk kesejahteraan. Pengabdiannya pada orangtua terpancar di taman ilmu AMOESYA ini. Betapa bahagianya mereka berdua di sana melihat putrinya yang salehah tidak hanya mendoakan mereka tetapi secara nyata, berbagi ilmu yang bermanfaat. Betul-betul dirasakan  masyarakat, terutama anak-anak sekitar Paninjauan Kabupaten Solok.
Rumah baca ini agaknya terinspirasi dari beragam pengalaman Zeynita Gibbons, akrab disapa Ita, Â selama di luar negeri. Menjadi wartawan dengan beragam pengalaman dan perjalanan luar negeri setidaknya telah memperkaya gagasan dan tata letak buku dan segala pernak-perniknya.
Selain belajar matematika, belajar bahasa dan sastra juga didatangkan guru untuk mengembangkan segala ilmu. Â
Fasilitas taman ilmu AMOESYA ini termasuk lengkap. Selain foto almarhum dan almarhumah , struktur  kepengurusan, juga gambar- gambar yang terpampang memperkaya makna ilmu yang tersusun rapi. Beragam buku dalam dan luar negeri. Tempat latihan seni tradisi, tempat belajar dengan kursi yang tersusun rapi, beberapa alat musik angklung bahkan kata- kata bijak yang inspiratif terpampang di pintu masuk dan di ruangan.
Saya menemukan  buku tentang perjuangan Kartosuwiryo yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia (NII), dan beberapa buku lainnya. Sedangkan Sastri Bakry juga asyik melihat dan sedikit membaca  buku berbahasa  Inggris tentang tokoh-tokoh besar dunia.
Kami dimanjakan oleh Esi, Ustadz Nurdin, dan putra putri beliau. Sejak kami datang suguhan teh hangat di udara Paninjauan yang dingin terasa hangat sampai di kerongkongan terus ke perut.
Setelah membaca dan mengamati ruangan baca, kami pun diajak makan malam, disuguhi sambalado jariang, berbagai buah-buahan. Seperti durian, manggis, pisang, dan lainnya. Â Â
"Kalau di kampung sini, jika ada tahu dan tempe itu tandanya kami punya uang, tapi jika kami tak punya uang maka apa yang ada aja kita masak, seperti ikan, ayam dan sayuran yang tersedia di ladang kami," ujar Esi.
MasyaAllah, nikmatnya hidup di kampung. Suasananya kebalikan kehidupan di kota. Orang tak punya banyak uang justru makan tahu dan tempe. Kami ketawa- ketawa mendengar cerita Esi. Udara segar, air sejuk dan jernih, segala hal tersedia. Uang memang jadi tak menentukan kebutuhan keseharian konsumsi warga di kampung.Â
Semula kami tak percaya semua yang dihidangkan adalah hasil kebun sendiri. Termasuk buah durian, pepaya, timun, manggis, labu. Tapi ketika  melihat-lihat  sekeliling dan Ari (sopir) yang membawa mobil kami tiba-tiba kejatuhan durian, wah fantastis, pengalaman yang sudah lama dicita- citakan tanpa diduga bisa kita alami. Tiga buah durian jatuh. Dua lagi ditemukan Ustad Nurdin, suami Esi, sesaat menjelang kembali ke Padang sekitar pukul 20.30 WIB. Ari  langsung membuka durian jatuh tersebut. Luar biasa enak sekali, tebal, kuning dan legit memang. Pokoknya maknyuss.
Banyak ilmu dari perjalanan seharian kemarin.
Otak bertambah
Perut bertambah
Rasa pun bertambah
Dan buah tangan pun banyak sekali.
Lah kanyang, lah lo mambao
Pulang lai, alhamdulillah
Kami berbagi buku.
Demikian puisi spontan dari Sastri Bakry, sekembali dari Paninjauan.
Diakhir pertemuan, Sastri Bakry menyerahkan beberapa buku untuk Perpustakaan Taman Ilmu. Esi Andriyani juga menyerahkan buku yang diterbitkan Perpustakaan Taman Ilmu dan buku Zeynita Gibbons berjudul, "My Journey, Kisah Wartawati Indonesia di Inggris."
Terima kasih banyak Zeynita Gibbons dan Esi Andriyani. Semoga Taman Bacaan-nya tetap menginspirasi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI