Mohon tunggu...
Bagas Wahyu Nursanto
Bagas Wahyu Nursanto Mohon Tunggu... Lainnya - Media opini pribadi

Pemerhati sosial, hukum, kebijakan publik, hingga HAM.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Memahami Tantangan Legislasi 2021: Menyambut Pengesahan Daftar Prolegnas Prioritas 2021

13 Januari 2021   06:57 Diperbarui: 13 Januari 2021   07:15 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Rapat Paripurna DPR. foto: dpr.go.id

Pertama, Proses penyusunan dan penentuan jumlah Rancangan Undang-undang dalam Prolegnas Prioritas tahunan 2021 sebagaimana Pasal 20 ayat (6) UU No. 15 Tahun 2019, menjadi tantangan karena dalam praktik yang telah dilakukan sebelumnya jumlah RUU dalam prolegnas prirotas terkesan utopis untuk direalisasikan.

Misal dapat dilihat dari tahun 2020 dimana jumlah RUU pada Prolegnas Prioritas 2020 berjumlah 50 RUU yang mana jumlah ini sangatlah banyak dan keberhasilannya hanya 6%, artinya hanya ada 3 RUU yang disahkan menjadi UU. 

Hal ini juga terjadi sebelumnya pada tahun 2019 dengan jumlah RUU dalam prolegnas prioritas berjumlah 55 RUU dimana RUU yang disahkan menjadi UU hanya berjumlah 12, tahun 2018 dari 18 RUU Prolegnas prioritas hanya 5 RUU yang disahkan menjadi UU, atau bahkan tahun 2017 dari 52 RUU Prolegnas Prioritas hanya 5 RUU yang disahkan menjadi UU. Ini merupakan catatan buruk yang terus terulang.

Memang sejatinya keberhasilan bukan didasarkan pada kuantitas UU yang berhasil disahkan namun juga pada kualitas isi UU yang disahkan pula. Saya pun sepakat dengan pandangan ini, namun ke depan perlu dikaji secara mendalam. 

Tantangan ini menjadi tantangan serius, bagaimana DPR, Presiden, dan DPD harus bisa memastikan tolak ukur penentuan jumlah RUU dalam Prolegnas prioritas dengan belajar dari pengalaman, berbasis pada efektifitas penyelesaian hingga kebutuhan masyarakat yang berasal dari aspirasi masyarakat yang menyeruak ke permukaan publik.

Kedua, Mengenai keterbukaan dan partisipasi publik dalam proses legislasi. Tantangan ini bagi saya sangatlah substansial mengingat praktik yang dilakukan oleh DPR periode 2019-2024 belumlah baik. 

Misal pada tahun 2020 maupun 2019 sebagai lembaga perwakilan rakyat justru terkesan mendistorsi keterbukaan dan partisipasi rakyat dalam penyusunan UU. 

Hal ini dapat dilihat bagaimana penolakan publik terhadap beberapa RUU yang justru disahkan oleh DPR bersama Presiden menjadi UU. Misal yang terjadi ditahun 2019 bagaimana Revisi terhadap UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang ditolak besar-besaran oleh publik justru disahkan menjadi UU No. 19 Tahun 2019. 

Selain itu ditahun 2020 praktik yang sama kembali dilakukan setidaknya beberapa UU yang disahkan sebelumnya mengalami penolakan oleh publik seperti UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara, UU No. 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi dan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengam model Omnibus Law.

Mengenai keterbukaan, permasalahan yang terjadi adalah mengenai akses dokumen terhadap suatu RUU yang masih sulit ditemukan hingga laman/kanal resmi digital penyebarluasan dokumen tidak jelas. Praktik ini terlihat jelas dalam RUU Cipta Kerja dimana draf RUU yang diserahkan Pemerintah kepada DPR tertanggal 13 Februari 2020 masyarakat sulit menemukan Draft RUU yang resmi. Akibatnya adalah terjadi kesimpangsiuran terkait draf RUU mana yang resmi sebab tiap waktu proses pembahasan selalu beruah-ubah.

Perubahan Draf RUU ini terus berlanjut hingga proses pengesahan, misal draf versi paripurna tertanggal 5 Oktober 2020 berisi 905 halaman kemudian versi penyerahan kepada Presiden tertanggal 14 Oktober 2020 berisi 812 halaman, kedua draf perubahan inipun tidak dapat diakses dengan cepat oleh masyarakat serta tidak ada legitimasi dari pemerintah atau DPR secara resmi draf yang benar sehingga terjadi keresahan besar-besaran didalam masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun