Mohon tunggu...
Bagas Wahyu Nursanto
Bagas Wahyu Nursanto Mohon Tunggu... Lainnya - Media opini pribadi

Pemerhati sosial, hukum, kebijakan publik, hingga HAM.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Refleksi Atas Tantangan Pemenuhan HAM

12 Januari 2021   08:45 Diperbarui: 12 Januari 2021   08:46 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Peringatan Hari HAM. Foto : Kompas.com

Urgensi Pemenuhan HAM 

Indonesia sebagai negara hukum wajib menegakkan hak asasi manusia (HAM) dalam penyelenggaraan negara. Karena dalam negara hukum jaminan perlindungan hak asasi manusia dianggap sebagai ciri mutlak harus ada pada setiap negara yang dapat disebut rechstaat (Jimly Asshiddiqie: 2015). 

Memastikan pemenuhan HAM merupakan komitmen absolut sebagai basis semangat bernegara. Salah satu mewujudkan komitmen tersebut dengan memahami tantangan pemenuhan HAM di Indonesia.

Hal ini dilakukan karena bagi penulis meskipun hakekat HAM adalah hak universal namun ketidaksamaan standar serta norma ditambah moral yang dimaknai oleh masing-masing negara bisa berbeda bahkan membuka peluang disalahartikan. 

Kasus-kasus pelanggaran HAM terus terjadi, misal pada tahun 2019 YLBHI mencatat pengaduan pelanggaran HAM dari 4.174 orang, dimana terjadi kenaikan dari tahun sebelumnya yang berjumlah 3.455 pengaduan. 

Pada tahun 2019 pula Komnas HAM menerima 4.778 berkas pengaduan pelanggaran HAM. Terbaru ditahun 2020 dari rentang bulan Januari hingga Agustus Komnas HAM menerima 1.792 aduan pelanggaran HAM.

Data tersebut bisa saja akibat dari pemahaman yang keliru dari negara dalam merespon pemenuhan HAM. Memahami akar permasalahan dan tantangan merupakan usaha pembenahan yang nyata. Sebab HAM akan selalu ada, juga pelanggaran terhadapnya. Pergeseran cara pandang yang justru membuka pelanggaran HAM menjadi pintu pembuka. 

Kebebasan sipil dikorbankan atas nama demokrasi, pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi yang membuka jalan untuk toleran dan melanggengkan impunitas akan praktik-praktik korupsi meluas, hingga penindasan terhadap warga sipil dan masyarakat adat atas nama pemerataan pembangunan daerah. Semua ini merupakan awal dari bahayanya kekuasaan jika tidak ada kontrol yang kritis terhadapnya.

Tantangan Pemenuhan HAM: Sebuah Refleksi

Berangkat dari semangat pemenuhan HAM, memahami tantangan pemenuhan HAM sangat perlu. Banyak aspek yang mempengaruhi tantangan pemenuhan HAM di Indonesia. 

Pertama, komitmen pemerintah akan pemenuhan HAM belum maksimal. Bagi penulis ini merupakan tantangan dasar bagi pemenuhan HAM, banyak sektor yang bisa dikaji. 

Misal dalam pemenuhan HAM terhadap pembela HAM saja sebagai pekerja kemanusiaan dalam upaya pemenuhan HAM masih sangat buruk.

Kekerasan terhadap pembela HAM masih terjadi bahkan melanggengkan praktik impunitas. Aparat penegak hukum justru menjadi pelaku pelanggaran HAM terhadap pembela HAM. 

Catatan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Pembela HAM mencatat dari rentang tahun 2014-2019 bentuk pelanggaran yang paling dominan adalah kriminalisasi dengan 31 kasus dan pelaku pelanggaran terhadap hak pembela HAM mayoritas adalah polisi dengan 27 kasus.

Komitmen pemerintah yang rendah akan pemeuhan HAM terhadap pembela HAM juga terlihat pada setiap forum-forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dimana perlindungan pembela HAM di Indonesia selalu dibahas. 

Diantaranya pada saat dilaksanakannya Working Group on  Universal Periodic Review (UPR) 2012, Sidang review implementasi Kovenan Hak Sipil dan Politik 2013, serta sidang review implementasi Hak Ekonomi Sosial dan Budaya pada Mei 2014 lalu.

Kemudian dalam sektor penyelesaian HAM masa lalu, adanya mekanisme keadilan transisi yang mengedepankan empat jendela penuntasan keadilan yang meliputi penungkapan kebenaran, penuntan, pemulihan korban, dan reformasi institusi juga belum digunakan secara optimal. 

Terlihat dengan dibatalkannya Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, pemerintah belum mengeluarkan kebijakan baru untuk merespon ini. 

Terlebih pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Daerah terganjal realisasinya, padahal melalui lembaga ini komitmen penyelesaian HAM masa lalu dapat terwujud. 

Kemudian mandegnya tujuh berkas pelanggaran HAM berat masa lalu hasil penyelidikan Komnas HAM di Kejaksaan Agung hingga Pemulihan korban seperti upaya restitusi yang dilakukan belum menyeluruh dan dirasakan bagi para korban/keluarga penyintas semakin menegaskan komitmen pemerintah yang belum maksimal.

Kedua, adanya lingkungan oligarki yang mempengaruhi sistem politik pemerintahan yang ada termasuk politik pemenuhan HAM. 

Megacu kepada pendapat Jefrey A. Winters bahwa oligarki merupakan golongan yang menguasai jalan politik untuk mempertahankan kekuasaan dan kekayaan, artinya mereka akan mempengaruhi keputusan politik pemerintahan dalam rangka pemenuhan HAM untuk sekedar memanfaatkan tujuannya tersebut serta pengalihan opini publik lewat media massa yang mereka kuasai. 

Bagaimana Undang-Undang Cipta Kerja dihadirkan tanpa mempertimbangkan penolakan dari sektor serta profesi yang terdampak bisa menggambarkan hal tersebut.

Ketiga, Pandemi Covid-19 menjadi tantangan pemenuhan HAM, bagaimana pengambilan kebijakan pemerintah yang tidak mendasar pada HAM. Terlebih membuka peluang terjadinya penyalahgunaan kekuasaan misal korupsi seperti yang terjadi ditubuh Kementerian Sosial baru-baru ini. 

Terlebih proses penyelesaian pelanggaran HAM juga mengalami kemunduran waktu. Ini menjadi tantangan serius bagi penegak hukum, pemerintah, LSM, hingga masyarakat untuk komitmen akan pemenuhan HAM di Indonesia. 

Setidaknya tiga tantangan ini harus direspon dengan kritis dan kolektif untuk dilakukan pembenahan kedepan untuk mewujudkan pemenuhan HAM di Indonesia.

BAGAS WAHYU NURSANTO

Pemerhati Hukum, Politik, dan HAM.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun