Mohon tunggu...
Bagas Wahyu Nursanto
Bagas Wahyu Nursanto Mohon Tunggu... Lainnya - Media opini pribadi

Pemerhati sosial, hukum, kebijakan publik, hingga HAM.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Evaluasi Legislasi 2020: Praktik Buruk Masih Terjadi

4 Januari 2021   10:52 Diperbarui: 4 Januari 2021   12:13 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
DPR dan Pemerintah mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU pada 5 September 2020, Foto: cnbcindonesia.com. 

Menurut PSHK, Omnibus Law yang diterapkan pada UU Cipta Kerja justru menambah aturan hukum yang ada bukan justru memangkas sesuai tujuannya, dimana Omnibus Law dalam undang-undang tersebut menghasilkan setidaknya 30 peraturan pelaksana, dengan kata lain tidaklah tepat tujuan.

Metode Omnibus Law harus ditinjau ulang dengan analisa permasalahan yang telah terjadi serta harus dimasukan ketentuan mekanismenya dalam undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Tahun 2020 ini peran masyarakat dan keterbukaan dalam proses legislasi tidak terpenuhi dengan baik. Kedepan masyarakat harus tetap mengawal secara pasti proses legislasi dengan basis penguatan aspirasi publik secara nyata.

Jalan Ke depan

Berangkat pada pemahaman praktik serta permasalahan proses legislasi di Indonesia tahun 2020 diatas, penulis memberikan setidaknya saran dalam proses legislasi kedepan dengan basis penguatan aspirasi publik. 

Sebagaimana penelusuran penulis diatas praktik legislasi di Indonesia tahun 2020 menunjukan pola pendistorsian aspirasi publik yang dianggap wajar namun justru mengancam jalannya demokrasi. Praktik ini semakin menggerus partisipasi serta kedaulatan rakyat sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.  

Untuk itu penulis menginisiasi suatu konsep dalam hal proses legislasi dengan mengepankan aspirasi rakyat. Salah satunya yakni penegasan perlu diterapkannya analisis dampak atau Regulatory Impact Agency (RIA) dalam proses legislasi. 

Metode RIA ini menurut Verschuuren dan Van Gestel dilakukan pada tahap awal legislasi karena pilihan-pilihan kebijakan yang relevan masih terbuka untuk didiskusikan secara transparan. 

Metode ini mengharuskan pembuat undang-undang menyediakan data empiris kebutuhan suatu RUU. Artinya mendukung penegakan partisipasi publik untuk diutamakan. Setidaknya metode ini harus dilakukan sebagai evaluasi bahwa proses legislasi 2020 terjadi sebuah pendistorsian aspirasi publik yang berakibat pada lemahnya ketentuan RUU yang disahkan dan dilakukannya Juducial Review di Mahkamah Konstitusi.

Bagas Wahyu Nursanto

Pemerhati Hukum, Kebijakan Publik, terlebih HAM.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun