Mohon tunggu...
Bagas Valentino Elsand
Bagas Valentino Elsand Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Trying to do Better -Peter Parker

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Menilik Teori Kebenaran Filsafat dari Film Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso

16 Januari 2024   14:31 Diperbarui: 16 Januari 2024   14:40 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso adalah film dokumenter Indonesia-Singapura tahun 2023 yang disutradarai oleh Rob Sixsmith. Film ini membahas salah satu kasus hukum paling kontroversial dan menarik perhatian di Indonesia, pembunuhan Mirna Salihin dengan kopi yang dicampur sianida, dan hukuman berikutnya terhadap Jessica Wongso hingga 20 tahun penjara. Film dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso merupakan kolaborasi antara Netflix, dan Beach House Pictures. Film ini telah mengumpulkan banyak ulasan, terutama mengenai sistem peradilan yang digambarkan di dalamnya. Salah satu aspek yang dieksplorasi dalam film ini adalah adanya fakta dan kecurigaan.

Di dunia yang penuh dengan informasi dan pengetahuan, penting bagi kita untuk memahami peran fakta dalam membentuk perspektif kita tentang realitas. Ketika dilihat dari sudut pandang filsafat, didapatkan 2 teori kebenaran dari film dokumenter ini yaitu:

Teori kebenaran pertama, Teori Korespondensi bisa diartikan bahwa suatu pernyataan adalah benar jika ia berhubungan dengan objek yang dituju oleh pernyataan itu (ada bukti empiris). Dalam film dokumenter Ice Cold ini, kami mendapatkan beberapa fakta.

Fakta pertama, Jessica orang yang pertama datang, dia dua kali keluar masuk caf sambil survey tempat dan memesankan kopi untuk mirna. Selanjutnya, Jessica sempat melihat keadaan caf di sekeliling, jessica juga menggeser kursi yang ia tempati sehingga tidak tertampak dari kamera cctv belakang, dan Jessica menaruh paperbag didepan gelas sehingga menghalangi pandangan cctv bagian depan.

Fakta kedua, setelah dilakukannya pemeriksaan toksikologi oleh tim penyidik yang akhirnya menemukan rentang menit racun itu masuk kedalam kopi, "pada pukul 16.29 beberapa kegiatan, tidak hanya satu detik, tetapi beberapa detik, hingga kopi diletakkan diujung itu pukul 16.33", dari rentang waktu itu tidak ada orang lain di sekitar situ.

Fakta ketiga, diketahui letal dosis yang bisa menyebabkan kematian sianida antara 50 -- 176 mg. Hasil pengambilan sampel dosis yang ditemukan pada Mirna setelah 70 menit adalah 0, kemudian dosis yang ditemukan pada Mirna setelah tiga hari adalah 0,2 mg, sedangkan dosis sianida sendiri pada biji apel terdapat 0,6 mg.

Fakta keempat, sebelum dr. Djaja bersaksi, beredar foto muka Mirna setelah meninggal yang mukanya biru. Kemudian dinyatakan oleh dr. Djaja Surya Atmadja, ahli patologi forensik, bahwa orang yang meninggal karena sianida, HBO2-nya tinggi. Orang yang HBO2-nya tinggi artinya dia sebenarnya tidak biru, tapi merah. Setelah dr. Djaja berbicara orang keracunan sianida mukanya merah, beredar foto yang sama dengan muka yang sudah menjadi merah.

Fakta kelima, disebutkan bahwa Pasal 340 "Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun."

Teori kebenaran kedua, Teori Koherensi adalah dimana suatu pengetahuan, teori, pernyataan, proposisi atau hipotesis dianggap benar apabila sejalan dengan yang lainnya (runtut dan tidak saling bertentangan), seperti, Kecurigaan pertama yaitu tentang kecurigaan beberapa saksi terhadap gerak -- gerik Jessica. Kecurigaan pertama, ketika ayah mirna bertanya, jessica minum apa, ia menjawab mineral water. Padahal faktanya di bon yang tertulis dia membeli 1 iced vietnames coffee, 1 sazerac cocktail dan 1 old fashioned cocktail.

Kecurigaan kedua, Otto, pengacara jessica, mengatakan bahwa kunci penting dalam kasus ini adalah "Mati karena sianida". Tetapi setelah sidang berjalan, saksi -- saksi mulai diperiksa, mulai terbongkar sedikit adanya ketidakbenaran di dalam kesaksian -- kesaksian tersebut. Karena adanya fakta baru bahwa "setelah mengambil sampel untuk pemeriksaan toksikologi dibuat kesimpulan bahwa korban mengalami perlukaan pada lambungnya karena adanya azat korosif". Ketika ditanyakan kepada ahli itu apakah ia melakukan otopsi, ia menjawab "kami tidak melakukan otopsi karna itu permintaan dari kepolisian". Padahal pada berkas perkara, ada surat dari kepolisian untuk rumah sakit agar melakukan otopsi. Ketika tidak dilakukan otopsi secara keseluruhan tidak bisa dikatakan hasil otopsi nya benar, karena bisa saja itu adalah penyakit bawaan.

Kecurigaan ketiga, dr. Djaja, ahli patologi forensik mengatakan "kalau tidak diperiksa seluruh organ, anda tidak bisa tahu sebab matinya karena itu dogma di forensik". Ia juga menambahkan "Kalau tidak diperiksa otaknya kita tidak tahu apakah di otaknya ada stroke atau tidak, misalnya. Parunya ada penyakit tertentu atau tidak, atau jantungnya, yang semuanya berpotensi untuk bisa bikin mati" Kecurigaan keempat, ketika Mirna diperiksa dalam waktu 70 menit setelah dia meninggal, ternyata didalam lambungnya itu negative sianida, itu berarti tidak ada sianida di dalam tubuhnya. Dari hasil pemeriksaan forensik tersebut, Dr. forensik itu menyimpulkan bahwa ini matinya bukan karena sianida. Menurut hasil berita acara, dari ahli toksikologi, di dalam lambung Mirna ditemukan juga 0,2 mg per liter dari sianida. Pengacara otto mengatakan "tidak mungkin, meski ditemukan sianida 0,2 mg ini pasti bukan penyebab kematiannya. Letal dosis yang menyebabkan kematian itu 176 mg" Dapat disimpulkan bahwasannya tidak masuk akal jika mirna meninggal dikarenakan 0,2 dosis sianida yang terdapat dalam tubuhnya tersebut.

Kesimpulannya, film dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso adalah film yang menarik untuk dianalisis dari perspektif hukum dan keadilan Indonesia. Film ini menyoroti bagaimana media sosial dan pemberitaan media dapat mempengaruhi opini publik dan mempengaruhi jalannya persidangan, peran pengacara dalam menjalankan tugasnya dalam membela klien mereka, dan peran hakim dalam menjalankan tugas mereka dalam menghukum terdakwa. Film ini juga menunjukkan bahwa proses hukum di Indonesia masih memiliki kekurangan dan penuh dengan intrik dan ambiguitas, dengan kecenderungan untuk menjadi kabur dan tidak jelas seiring berjalannya waktu. Namun, ini menimbulkan tantangan bagi film, karena pesan yang dimaksudkan menjadi kurang jelas. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan untuk menghadirkan penggambaran yang lebih seimbang dan adil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun