Mohon tunggu...
Bagas Valentino Elsand
Bagas Valentino Elsand Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Trying to do Better -Peter Parker

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Menilik Teori Kebenaran Filsafat dari Film Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso

16 Januari 2024   14:31 Diperbarui: 16 Januari 2024   14:40 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kecurigaan ketiga, dr. Djaja, ahli patologi forensik mengatakan "kalau tidak diperiksa seluruh organ, anda tidak bisa tahu sebab matinya karena itu dogma di forensik". Ia juga menambahkan "Kalau tidak diperiksa otaknya kita tidak tahu apakah di otaknya ada stroke atau tidak, misalnya. Parunya ada penyakit tertentu atau tidak, atau jantungnya, yang semuanya berpotensi untuk bisa bikin mati" Kecurigaan keempat, ketika Mirna diperiksa dalam waktu 70 menit setelah dia meninggal, ternyata didalam lambungnya itu negative sianida, itu berarti tidak ada sianida di dalam tubuhnya. Dari hasil pemeriksaan forensik tersebut, Dr. forensik itu menyimpulkan bahwa ini matinya bukan karena sianida. Menurut hasil berita acara, dari ahli toksikologi, di dalam lambung Mirna ditemukan juga 0,2 mg per liter dari sianida. Pengacara otto mengatakan "tidak mungkin, meski ditemukan sianida 0,2 mg ini pasti bukan penyebab kematiannya. Letal dosis yang menyebabkan kematian itu 176 mg" Dapat disimpulkan bahwasannya tidak masuk akal jika mirna meninggal dikarenakan 0,2 dosis sianida yang terdapat dalam tubuhnya tersebut.

Kesimpulannya, film dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso adalah film yang menarik untuk dianalisis dari perspektif hukum dan keadilan Indonesia. Film ini menyoroti bagaimana media sosial dan pemberitaan media dapat mempengaruhi opini publik dan mempengaruhi jalannya persidangan, peran pengacara dalam menjalankan tugasnya dalam membela klien mereka, dan peran hakim dalam menjalankan tugas mereka dalam menghukum terdakwa. Film ini juga menunjukkan bahwa proses hukum di Indonesia masih memiliki kekurangan dan penuh dengan intrik dan ambiguitas, dengan kecenderungan untuk menjadi kabur dan tidak jelas seiring berjalannya waktu. Namun, ini menimbulkan tantangan bagi film, karena pesan yang dimaksudkan menjadi kurang jelas. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan untuk menghadirkan penggambaran yang lebih seimbang dan adil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun