Mohon tunggu...
Bagastya PP
Bagastya PP Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bhinneka Tunggal Ika yang Tinggal Nama

24 April 2017   23:08 Diperbarui: 25 April 2017   08:00 1871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Untuk itu kita harus mulai memperbaikinya, hal tersebut bisa dimulai dengan diri kita sendiri. Berkacalah apakah diriku yang paling sempurna ?, apakah diriku yang paling benar ?, karena jika seorang individu dapat mengetahui dirinya sendiri benar atau salah akan membuat dirinya lebih bijak dan menerima masukan dari orang lain. Meskipun orang tersebut bukan dari golongan yang sama denganya.

Setelah itu barulah orang tersebut bisa memperbaiki atau memberi masukkan pada orang lain. Bukan malah orang yang menggangap dirinya benar dan menggangap masukan-masukan yang ada sebagai angin lalu. Hal tersebut akan membuat masyarakat berpandangan pada satu sisi dan menggangap pihak lain yang tidak sejalan dengannya sebgai “hama” yang harus dibuang. Jika hal tersebut bisa diatasi akan menyebabkan masyarakat semakain akur satu sama lainnya.

Setiap rakyat indonesia memiliki hak yang telah diatur dalam UUD 1945, dimana salah satunya ialah hak untuk beragama dan menjalankan ibadah menurut agamanya masing-masing. Lalu kenapa ada golongan yang menentang hal tersebut dan hanya mengizinkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan golongannya sendiri. Hal seperti itu dapat di atasi jika individu yang ada di indonesia telah mawas diri dan mau mendengarkan nasihat orang lain. Dan menjauhkan dirinya dari pandangan satu sisi yang membuatnya mengagungkan golongannya.

Saat ini bangsa ini seharusnya sadar, jika bangsa ini ada bukan untuk menampung satu golongan. Pancasila bukan dibuat untuk menjadi ideologi bagi satu pihak. UUD 1945 tidak dirumuskan untuk melindungi dan mengatur kehidupan satu individu. Dan kalimat “Bhinneka Tunggal Ika” yang diambil dari kitab sutasoma pada masa majapahit sebagai pelebur perbedaan dan memaksanya menjadi satu. Namun merangkul perbedaan-perbedaan agar menjadi satu dalam budaya dan agamanya masing-masing sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang satu tanpa memandang perbedaan.

Negara ini hampir berumur 72 tahun, namun rasa persatuan telah ada sejak jaman majapahit yang mempersatukan Nusantara dengan agama budha namun agama kerajaannya hindu. Lalu satunya perjuangan bangsa indonesia dalam mengusir penjajah-penjajah yang datang tanpa memandang warna kulit dan sukunya. Oleh sebab itu kita sebagai rakyat indoneisa harus menjaga persatuan yang ada, meskipun saat ini rasa itu semakin pudar tetepi masih banyak orang-orang yang hidup rukun dan makmur dalam perbedaan tersebut. Mari kita jaga rasa persatuan di negeri yang dahulu bernama Nusantara ini, biarlah orang bilang kita orang jawa, orang islam, orang china, orang arab, orang papua, karena kita tetap menjadi satu karena kita orang Indonesia,Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun