"Sebongkah Kasih dari Bahtera Rindu"
Terukir jelas di keningmu goresan kelelahan,
Ikuti intruksi komandan, Berjuang digaris depan mencari sebuah keadilan,
Bergelut siang dan malam, termenung dalam diam.
Kau adalah sang pejuang, bagai ombak yang menghantam karang.
Janji manis yang kau beri membuat hati ini terlahir Kembali.
Kau pergi mengemban tugas, dengan belati yang sudah diamplas.
Mengkilat bagai perak, musuh datang siap tuk dikoyak.
Melawan pemberontak bukan lagi hal yang tabu.
 Karna itu sudah kewajiban seorang serdadu.
Menghilang dalam bayangan, menyisakan puing-puing lamunan.
Tak sanggup untuk menatap, Seakan terperangkap dalam mimipi yang menggelap,
Aku tau engkau hanya ingin menggenggam langit biru,
Semua kau lakukan hanya untuk kedua putramu.
Secerca rindu hadir disetiap mimpimu,
Memberi kekuatan untuk terus bertahan
Lehah, putus asa, dan kecewa itu adalah hirarki kegelisahan
Namun semua hilang dikala teriakan kau kumandangkan.
Tangisan dan ringkihan sudah sering terdengar sampai seberang
Berharap bantuan datang dikala pemberontak Menyusun strategi perang.
Dalam sholat ku berdoa kepadanya, demi pinta keselamatanmu.
Menolak hipotesis buruk dalam perasaaan yang terpuruk.
Akankah kau Kembali pulang ?, Ku merindu belaian kasih sayang.
Ku iri dengan tetangga, karena mereka bagai keluarga yang Bahagia.
Aku bisa menjawab, tapi tidak untuk bertanya.
Aku sering mendapat rangkaian kata dengan unsur tanda tanya "dimana suami anda?"
Lirih suaraku mendera, berbicara bahwa engkau masih menjalankan tugas negara
Masa bodoh dengan gosip para tetangga,
Walau jauh, kau tetap kucinta.
Berharap rindu ini tersampaikan, memalui bisikan angin malam
Dalam mimpiku kau bersemayam.
Ku ingat ketika pertama kali bertemu denganmu.
Melirik dengan sayu berencara untuk merayu
Tak ada jarak ruang dan waktu, perasaan itu hadir bagai rindu yang menggebu
Kau selalu saja berada dalam wujud rasa yang tak terukur
Sampai saat ini ku tak sanggup lagi berpikir.
Ingin menyerah, tapi sudah pasti aku kalah.
Merindukanmu bukanlah suatu hal yang mudah,
kabut tebal telah datang untuk bersinggah.
Alam semesta seakan iri dengan bahtera rindu kita berdua.
Oh kasih kapan kau akan Kembali kepelukanku,
Memulai hidup yang baru, menoreh kasih didalam sanubariku.
Melewati Batasan cakrawala, senajan bukan untuk bersandiwara.
Hiruk pikuk datang menghampiri, sembari membawa kecemasan yang tiada tara
Hari demi hari telah berganti.
Bagai kepompong yang siap menjadi kupu-kupu
Dalam bahtera ini aku merindu. Kasih apakah kau setuju?
Kesendirian yang mencekam, bagai malam tanpa rembulan
Menanti datangmu bukanlah hal tersulit bagiku.
Dalam penantian Panjang menyisakan misteri jalan kenangan
Di Saat waktu saling lahap. Aku berharap engkau datang untuk mendekap
Merangkul dari belakang seakan membayar sebuah kerinduan.
Entah aku yang lemah, atau memang rindu ini yang menggugah.
Mentari yang malu menbangunkan, tergantikan oleh rinduku padamu
Derasnya air hujan yang jatuh ke bumi.
Seperti itulah rinduku terhadapmu
Saat kau pergi berjuang demi negeri,
Ku balut hati ini dengan sejuta mimpi.
Mengharapkan senyummu datang menghampiri
Dan mulai menjelajahi lautan cinta kita berdua.
Menghadirkan gemuruh rasa dalam klausa,
Meskipun diterjemahkan memalui seribu Bahasa.
Disini ku menunggu cinta pertama.
Bahtera rindu yang menderu, bagai lantunan lagu yang sangat merdu
 Cemburu memang cemburu...
Melewati lautan rindu hanya dengan satu kubu. Bukan hal mudah tuk ditiru
Terentang jarak dan waktu, aliran cinta terus bergerak maju.
Harapan demi harapan telah ku pinta, tangan diatas memohon perlindungannya
Salam dariku.... kasih aku rindu padamu.
By : Bagas Satria Wicaksono
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H