Disaat Indonesia bergelut dengan dinamika politiknya, pertanyaan mendasar muncul, tentang siapa yang seharusnya menjadi penenang bagi rasa kecewa dan frustasi yang melanda masyarakat pada saat ini. Siapa yang akan berpihak kepada mereka ketika mereka harus turun untuk meluruskan aturan dan langkah-langkah yang diambil oleh para penguasa, bahkan ketika parlemen yang seharusnya menjadi suara mereka mulai berbelok arah dan berseteru dengan kepentingan rakyat. Siapakah yang sebenarnya memperhatikan nasib rakyat yang terjepit oleh beban kekecewaan dan frustrasi ini?
Elit politik, yang semestinya menjadi pelayan sekaligus pelindung masyarakat, kini terlihat lebih condong pada upaya untuk mempertahankan nasib individu mereka sendiri, walau hanya dalam jangka waktu sementara. Mereka memilih untuk mengukuhkan diri dengan tunduk pada perintah dari penguasa atau pemegang kekuasaan yang telah menyalahgunakan alat-alat politik. Dalam panggung politik yang lebih mirip pertunjukan sandiwara daripada wadah keadilan, kekuasaan yang telah berhasil merampas alat-alat politik kini memiliki kekuatan lebih besar untuk merusak aturan dan ketentuan yang seharusnya merangkul keadilan. Dominasi penguasa tingkat atas telah mengubah politik menjadi ajang transaksi jual beli kepentingan di balik aturan yang semestinya menjadi landasan.
Jelas terlihat bahwa politik saat ini telah terhenti dari esensinya yang sejatinya, yaitu sebagai tempat aspirasi dan kepentingan rakyat, bukan ajang pertarungan ego individual yang menghancurkan martabat demokrasi. Seperti dikatakan oleh Thomas Paine, "Seseorang yang lebih memilih mempertahankan kedudukan daripada kebenaran, layak disebut musuh rakyat." Kini saatnya, tanpa ragu, tanpa tunda-tunda, untuk meraih kembali martabat dan harga diri yang telah tergerus. Mari, dengan suara lantang yang dipenuhi semangat melawan ketidakadilan, menggandeng semangat baris terakhir puisi Wiji Thukul, "Hanya ada satu kata: LAWAN!" Sebab rakyat harus berdaulat.
Sebab kedaulatan rakyat menjadi landasan yang krusial bagi kesehatan demokrasi dan stabilitas negara ini. Kedaulatan rakyat memastikan bahwa suara dan kepentingan rakyat menjadi pilar utama dalam mengatur jalannya pemerintahan, menjaga keseimbangan kekuasaan, dan merawat proses demokratis yang sehat. Tanpa kedaulatan rakyat yang kuat, risiko politik yang penuh intrik dan kepentingan sempit dapat menguasai hingga merusak fondasi demokrasi.
Saat kondisi politik terjangkit penyakit-penyakit politik yang merusak, seperti korupsi, nepotisme, dan kepentingan pribadi yang berlebihan, peran rakyat sebagai pelindung kebenaran dan keseimbangan menjadi semakin penting. Hanya dengan rakyat yang berdaulat dan bergerak bersama-sama, kita bisa membersihkan sistem politik dari penyakit-penyakit tersebut, menjaga integritas demokrasi, dan menghindari penyelewengan kekuasaan yang dapat merusak fondasi negara.
Oleh karena itu, menjaga negara juga merupakan tanggung jawab kita sebagai rakyat untuk siap dan bersatu dalam membela kedaulatan rakyat, mengembalikan fungsi politik yang sehat, dan membersihkan penyakit politik yang mengancam keberlangsungan demokrasi. Dengan penuh kesadaran dan semangat berdaulat, kita dapat menegakkan prinsip-prinsip demokrasi yang kokoh, menjauhkan negara ini dari ancaman politik yang merusak, dan memastikan keamanan demokrasi sebagai fondasi negara yang kuat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H