Mohon tunggu...
BAGAS RADITYA
BAGAS RADITYA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Malang yang tergerak di bidang riset, sosial, dan humaniora.

Suka menulis dan membaca, peka terhadap isu publik.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mengulik Potensi Mutiara Hitam dari Kelapa : Eksplorasi Pemanfaatan Limbah Kelapa Menjadi Briket di Pasar Blimbing Kota Malang oleh Mahasiswa UM

12 Desember 2024   17:48 Diperbarui: 12 Desember 2024   17:48 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahasiswa UM bersama dengan salah satu mitra pengabdian di Pasar Blimbing

Kota Malang, yang dikenal sebagai salah satu kota perdagangan dan pariwisata, menyimpan potensi besar dalam berbagai sektor. Salah satunya adalah kelapa, komoditas yang banyak dijual di Pasar Blimbing. Namun, di balik melimpahnya komoditas ini, terdapat persoalan serius: limbah kelapa seperti sabut dan tempurung sering kali dibuang begitu saja tanpa dimanfaatkan. Setiap harinya, pasar ini menghasilkan sekitar 100 kg limbah kelapa, terdiri dari 60% sabut, 30% tempurung, dan 10% sisa daging kelapa, yang berpotensi menjadi pencemaran lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.

Menjawab tantangan tersebut, sekelompok mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM) mengambil langkah inovatif. Mereka menggagas program pengabdian masyarakat untuk mengolah limbah kelapa menjadi briket ramah lingkungan dengan nilai jual tinggi. Program ini tidak hanya bertujuan untuk mengurangi limbah, tetapi juga memberikan peluang ekonomi baru bagi para pelaku usaha kecil di pasar.

Limbah kelapa sering dianggap tidak berguna, padahal memiliki potensi besar jika diolah dengan benar. Kami ingin menunjukkan bahwa dari sesuatu yang dianggap sampah, dapat lahir produk yang bermanfaat,” ujar Bagas Raditya Pramana, ketua tim pengabdian mahasiswa UM.

Proses Pembuatan Briket yang Sederhana namun Efektif

Dengan pendekatan berbasis teknologi sederhana, mahasiswa mengajarkan cara mengolah tempurung kelapa menjadi briket melalui proses berikut:

1. Pengumpulan Bahan: Tempurung kelapa kering dikumpulkan dari para pedagang.

2. Pembakaran: Tempurung dibakar hingga menjadi arang.

3. Penghancuran: Arang dihancurkan menjadi serbuk halus.

4. Pencampuran: Serbuk arang dicampur dengan sedikit air.

5. Pencetakan: Campuran tersebut dicetak menggunakan alat sederhana.

6. Pengeringan: Briket dijemur hingga benar-benar kering dan siap digunakan.

Briket yang dihasilkan terbukti memiliki kualitas unggul, seperti menghasilkan panas lebih tinggi dan daya tahan yang lebih lama dibandingkan arang biasa. Selain itu, briket ini tidak meninggalkan noda atau bau, sehingga menjadi pilihan bahan bakar yang lebih bersih dan ramah lingkungan.

Dampak Ekonomi dan Lingkungan

Melalui program ini, para mahasiswa berharap dapat mendorong kesadaran akan pentingnya pengelolaan limbah sekaligus menciptakan sumber pendapatan tambahan bagi pelaku usaha. Salah satu pedagang kelapa di Pasar Blimbing, Ibu Siti, mengaku antusias dengan hasil inovasi ini. “Dengan adanya briket ini, kami bisa memanfaatkan limbah yang sebelumnya hanya dibuang. Selain membantu mengurangi sampah, kami juga bisa dapat tambahan penghasilan,” ujarnya.

Hal senada disampaikan oleh Ibu Suminten, seorang pedagang kelapa lainnya. “Saya awalnya tidak menyangka limbah kelapa bisa diubah menjadi sesuatu yang bernilai. Setelah mengikuti sosialisasi ini , saya merasa lebih tau bagaimana cara untuk memanfaatkan limbah ini, bahkan mungkin bisa menjadikannya tambahan usaha baru di masa depan,” ungkapnya.

Program ini juga berkontribusi pada pengurangan pencemaran lingkungan di kawasan Pasar Blimbing. Limbah yang sebelumnya menumpuk dan menimbulkan bau tidak sedap kini dapat diolah menjadi produk yang bermanfaat. Dengan memanfaatkan potensi pasar lokal dan promosi yang baik, briket tempurung kelapa ini memiliki peluang besar untuk bersaing di pasar bahan bakar alternatif.

Tantangan dan Harapan

Meski demikian, program ini juga menghadapi tantangan, seperti minimnya alat pencetak briket yang efisien dan keterbatasan pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan limbah. Namun, dengan pendampingan yang berkelanjutan dan edukasi yang intensif, mahasiswa UM optimis program ini dapat berjalan dengan baik.

“Keberhasilan program ini bisa menjadi contoh untuk daerah lain. Kami ingin membuktikan bahwa solusi atas permasalahan lingkungan bisa sekaligus memberi dampak positif pada ekonomi masyarakat,” tambah Bagas.

Langkah Menuju Keberlanjutan

Untuk memastikan keberlanjutan program, mahasiswa UM juga mendorong penggunaan platform digital untuk mempromosikan produk briket ini. Dengan memanfaatkan media sosial dan platform e-commerce, mereka berharap dapat memperluas jangkauan pasar sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan limbah.

Program inovatif ini mendapat sambutan positif dari para pedagang kelapa di Pasar Blimbing, yang berharap dapat terus berkolaborasi untuk mewujudkan lingkungan pasar yang lebih bersih dan produktif. Dengan langkah konkret ini, mahasiswa UM tidak hanya memberikan solusi, tetapi juga membawa harapan baru bagi pengelolaan limbah di Kota Malang.

Melalui inisiatif ini, limbah kelapa yang sebelumnya dianggap tidak berguna kini dapat menjadi “mutiara hitam” yang memberikan manfaat ekonomi dan lingkungan. Kota Malang memiliki peluang besar untuk menjadi contoh dalam pengelolaan limbah yang inovatif dan berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun