Calvin menjelaskan dua definisi dari sakramen yaitu sebagai "simbol eksternal yaitu bahwa Tuhan memeteraikan pada hati nurani kita janji-janji-Nya akan kehendak-Nya yang baik kepada kita demi menopang kelemahan kita" dan sebagai "tanda yang kelihatan dari perkara yang suci atau bentuk yang kelihatan dari anugerah yang tidak kelihatan". Calvin menyatakan bahwa sakramen adalah simbol dan tanda. Walaupun demikian, menurut John Calvin, sakramen bukan hanya sekadar simbol.Â
Ada koneksi spiritual dalam taraf tertentu, walaupun itu tidak berarti bahwa tubuh dan darah Kristus hadir di atas, di dalam dan di bawah elemen roti dan anggur (kontra Martin Luther) atau roti dan anggur berubah menjadi tubuh dan darah Kristus secara riil (kontra Roma Katholik). Jadi, Calvin lebih menekankan elemen roti dan anggur dibandingkan dengan Zwingli. Dia juga lebih menekankan aspek spiritual dari roti dan anggur melalui karya Roh Kudus dibandingkan dengan Luther dan Katholik.
Dengan melihat pertimbangan diatas, bukan menjadi masalah apabila Perjamuan kudus dilaksanakan secara online atau melalui ibadah-ibadah keluarga dengan kelompok yang sangat kecil. Seperti beberapa alternatif yang disampaikan oleh PGI mengenai pelaksanaan Perjamuan Kudus, diantaranya adalah : 1) Menunda pelaksanaan Perjamuan Kudus; 2) Melaksankan Perjamuan Kudus di Rumah Masing-masing; atau 3) Perjamuan Kudus secara Spiritual (Spiritual Communion). Penjelasan dalam tiap poinnya telah dijelaskan secara runtut dan mendetail dalam Pesan Paskah yang disusun dan dikaji oleh Komisi Teologi dan Liturgi PGI Maret lalu.Â
Maka, bila ada gereja lokal yang tetap mengadakan ibadah bersama di gereja untuk merayakan sakramen, hal itu malah mungkin bertolak belakang dengan esensi sakramen perjamuan kudus yang telah kita bahas di atas. Penilaian bahwa Gereja kurang peduli dengan umat perjanjian mungkin akan timbul, karena telah menempatkan para jemaat ke dalam bahaya. Wabah dengan cepat akan menyebar dan membunuh beberapa orang.
Kesimpulan
Sebagai gereja Tuhan yang peduli dengan sesama umat Allah seharusnya kita dapat melihat mana yang lebih baik dan bijak untuk dilaksanakan. Di masa Pandemi ini gereja perlu melihat dengan sudut pandang yang lebih terbuka dan justru tidak bersikap kaku. Perjamuan Kudus masih bisa dilaksanakan meskipun tidak dengan berkumpul bersama digereja.Â
Kebutuhan untuk tetap saling menjaga lebih penting saat ini, agar Pandemi Covid-19 segera berakhir. Bila gereja mendasari kehidupannya pada kasih, maka seharusnya gereja juga harus mengerti bahwa dengan tidak mengadakan kegiatan masal adalah bagian dari mengasihi sesama. Gereja seharusnya bisa mengambil alternatif lain yang lebih bijaksana, seperti himbauan yang disampaikan oleh PGI contohnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H