Mohon tunggu...
Bagas Sanjaya
Bagas Sanjaya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Akrobat Menjajah Dunia Tari

18 November 2018   14:14 Diperbarui: 18 November 2018   14:25 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sering kali orang mengkaitkan antara senam, akrobat, dan tari. Banyak dari mereka suka melihat trik-trik akrobat yang membutuhkan kelenturan tubuh ekstrim, misalnya "aerial", "cartwheel", "handstand", "needle", dan masih banyak lagi, yang diintegrasikan dalam sebuah tarian, terutama tarian kontemporer. Bahkan ada beberapa penari terkenal yang juga mengambil kelas senam demi kelenturan tubuh mereka, misalnya Darcey Bussell, Sylvie Guillem, dan Kaylee Quinn.

Dalam kompetisi balet Genee yang diselenggarakan oleh Royal Academy of Dance, Dame Monica Mason menyayangkan terlalu banyaknya floor work, kaki dalam posisi split, dan pelbagai gerakan-gerakan senam (baca: akrobat) yang ditampilkan oleh para peserta.

Usut punya usut, Youtube, khususnya Amerika, menjadi biang keladi tren ini. Di Amerika, ada ratusan bahkan ribuan kompetisi tarian dengan total hadiah masing-masing hingga ratusan juta rupiah. Budaya Amerika "menang dengan segala cara" atau "anda bisa memenangkan apa saja", menuntut seluruh penari yang ikut untuk unjuk kebolehan meliuk-liukkan badan tanpa memperdulikan makna dari tarian tersebut. Hal itu yang membuka celah untuk  menampilkan kemampuan akrobatik, yang sayangnya memberikan nilai lebih dibandingkan yang menari dengan hati tanpa trik.

Dari situ penari-penari cilik dari negara lain melihat tayangan-tayangan tarian Amerika yang penuh dengan akrobat, kemudian mencoba meniru gerakan-gerakan tersebut. Mereka, dan orang Amerika, menganggap akrobat merupakan hal yang fardu ain (wajib) demi memenangkan kompetisi. Acara-acara seperti Dance Moms turut memperparah kondisi ini.

Akan tetapi para guru tari justru merasa tidak senang terhadap tren ini. Claudia Dean, mantan penari balet yang sekarang menjadi guru balet, mengatakan, "Dari pengalaman saya, koreografi merupakan hal yang penting. Akan sangat susah untuk membuat tarian yang orisinal dari musik dibandingkan hanya sekadar melakukan cartwheel. Apabila mereka menari dengan sungguh-sungguh dari dalam hati, niscaya mereka tidak akan melakukan backflip yang tidak bermakna."

Banyak studio tari yang menyediakan kelas akrobat, entah sebagai bagian dari kurikulum mereka ataupun menggabungkannya dengan rutinitas tari yang mereka buat. Akan tetapi, banyak siswa mereka yang tidak sadar tentang bahaya cedera yang bisa menghantui mereka apabila mereka mencoba melakukan gerakan peregangan dan akrobat yang sulit di rumah.

Michelle Dursun dan para fisioterapis lainnya yang mengangani para penari, memberikan lampu merah terkait hal ini. Gerakan gerakan akrobat seperti back bends dan tumbling, walaupun tampaknya keren, tetapi mengundang resiko cedera, khususnya dislokasi di bagian belakang tubuh. Banyak anak-anak yang mencoba bereksperimen dengan peregangan akrobatik juga merasakan cedera sebagai konsekuensi buruk dari pelatihan akrobatik tanpa supervisi guru yang berpengalaman.

Paul Malek dan Elizabeth Old, kedua-duanya merupakan direktur artisitik di sebuah perusahaan tari terkenal di Australia, ikut mewanti-wanti akan hal ini. Di dalam dunia tari profesional, yang paling diutamakan yaitu teknik dasar tari (temasuk balet, yang menjadi dasar tarian kontemporer). Sangat sedikit dari para penata tari yang berani memasukkan gerakan kalajengking, backflip, dan lain sebagainya.  Mereka hanya meninginkan penari yang dapat berbaur dengan kelompoknya dan melakukan apa yang mereka inginkan. Selain itu, gerakan akrobat hanya muncul pada kompetisi-kompetisi amatir (termasuk yang di acara sejenis Dance Moms).

"Ketika aku melihat klip-klip dari Youtube dimana bocah-bocah melakukan backflip dan aerial pada rutin mereka, aku menduga bahwa beberapa tahun yang akan datang tulang belakang mereka bisa patah dan saat dewasa, mereka tidak dapat menari lagi dikarenakan mereka harus memakai kursi roda akibat dari trik akrobat yang pernah mereka lakukan. Anda harus memperhatikan keselamatan dan kesehatan ketika menari," kata Elizabeth Old.

"Aku sering menilai banyak kontestan penari yang melakukan flipping, menendang wajah mereka, dan melompat dalam beberapa detik. Tetapi banyak dari mereka yang tidak dapat mengartikulasikan kaki mereka dengan benar ketika disuruh melakukan pengembangan kedua. Ketika mereka mempelajari koreografi, mereka pada kesulitan menggabungkan gerakan-gerakan yang asing bagi mereka dan memadukannya dengan mulus. Apakah mereka bisa menari profesional kalau sudah melewatkan dasar-dasar teknik tari yang benar?" kata Paul Malek.

Pada akhirnya menari hanyalah urusan menyampaikan makna melalui gerakan tubuh yang indah. Soal akrobat dan senam, bisa dikesampingkan, asalkan mempunyai teknik dasar tari yang baik dan benar. Tetapi bukan berarti akrobat menjadi wajib. Kalau trik akrobat bisa dimasukkan ke dalam rutin tarian, tetapi dengan dosis yang secukupnya dan asalkan menyatu dengan gerakan yang lain, kenapa tidak?

Disadur dari Dance Australia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun