Mohon tunggu...
Bagas Maulana Sutardi
Bagas Maulana Sutardi Mohon Tunggu... Konsultan - Energy Analyst

Energy Analyst

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Early Retirement PLTU di Indonesia dengan EnergyPlan

19 Mei 2023   11:20 Diperbarui: 19 Mei 2023   11:25 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Early Retirement PLTU di Indonesia dengan EnergyPlan

Dewan Energi Nasional (DEN) sebagai perumus kebijakan energi nasional telah menyiapkan skenario transisi energi menuju net zero emission/bebas emisi salah satunya dengan membuat peta jalannya. Sektor energi merupakan salah satu penyumbang terjadinya perubahan iklim selain sektor kehutanan, lingkungan, dan transportasi. Kemudian hasil dari pertemuan COP 26 Glasgow yang berisikan bahwa Indonesia menargetkan untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 dengan catatan adanya dukungan dari internasional untuk pendanaan dan teknologi dan tidak mengganggu availaibility serta affordability.

Oleh karena itu, DEN mendorong skenario transisi energi menuju NZE 2060.  DEN juga telah melaksanakan sidang anggota untuk keenam kalinya pada 2021 dengan agenda antara lain peta jalan transisi energi menuju NZE 2060. Dalam mencapai target nol emisi, pemerintah tengah menerapkan lima prinsip utama, yaitu peningkatan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), pengurangan energi fosil, kendaraan listrik di sektor transportasi, peningkatan pemanfaatan listrik pada rumah tangga dan industri, dan pemanfaatan Carbon Capture and Storage (CCS).

Pengembangan kelistrikan ke depan terutama di sisi pembangkitan akan terus menuju ke EBT atau pembangkit dengan teknologi yang ramah lingkungan seiring dengan upaya PLN dan pemerintah untuk bertransisi ke net zero emission. Dengan transisi energi, konsep konvensional pengembangan pembangkit yang umumnya terfokus hanya pada 2 pilar yaitu affordability (least cost) dan security of supply (keandalan), akan beralih ke 3 pilar dengan menambahkan acceptability (environmental consideration) dalam pertimbangan pemilihan pembangkit.

Pemenuhan ketiga pilar tersebut merupakan tantangan bagi PLN karena harga teknologi pembangkit yang ramah lingkungan masih tinggi. Diproyeksikan ke depan seiiring dengan makin banyaknya kebutuhan teknologi pembangkit dan inovasi teknologi, harga pembangkit maupun teknologi semakin murah. Hal ini akan sangat berpengaruh pada biaya yang akan dikeluarkan menuju target net zero emission. Mempertimbangkan arahan Presiden dalam Rapat Terbatas tanggal 11 Mei 2021, maka selanjutnya dalam RUPTL ini tidak direncanakan pengembangan PLTU baru kecuali untuk PLTU yang sudah financial closing atau konstruksi. Sebagaimana dijelaskan Menko Bidang Perekonomian bahwa dari program pembangkit listrik 35 GW masih terdapat 6 GW yang belum financial closing, tetapi penandatanganan Power Purchase Agreement (PPA) telah dilakukan.

Terkait dengan hal tersebut, Presiden setuju untuk membatalkan PPA dengan alasan lingkungan karena sebagaimana disampaikan oleh Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi bahwa Undang-Undang mengenai lingkungan sangat kuat untuk men-drop hal tersebut. Oleh karena itu, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi serta Pimpinan K/L terkait agar membuat payung hukum untuk menaungi kebijakan tersebut.

Pada tahun 2021, skenario optimis memproyeksikan penjualan tumbuh 6,29% sementara pada skenario moderat hanya 4,97%. Pada skenario optimis diproyeksikan pertumbuhan ekonomi di sektor-sektor padat energi yang terdampak pandemi COVID-19 akan pulih lebih cepat. Penjualan di sector pelanggan industri dan bisnis diproyeksikan meningkat signifikan, baik dari peningkatan pemakaian pelanggan eksisting maupun dari penambahan pelanggan-pelanggan potensial.  

Pada skenario moderat peningkatan penjualan tidak setinggi optimis dan skenario ini yang diasumsikan lebih realistis (most likely to happen). Penjualan di sektor-sektor terdampak meningkat, namun pemulihan tidak secepat skenario optimis. Sektor pelanggan industri dan bisnis pada skenario ini diasumsikan pulih mulai tahun 2022.

Proyeksi kebutuhan listrik di atas sudah memperhitungkan kebutuhan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) diantaranya KEK Bitung dan potensi pelanggan besar lainnya di Indonesia. Untuk melayani kebutuhan KEK dan potensi pelanggan besar lainnya tersebut, PLN sudah menyiapkan infrastruktur tenaga listrik (pembangkit, transmisi, dan gardu induk).

Aplikasi EnergyPLAN menggunakan model matematika yang sangat rinci untuk memperkirakan permintaan energi dan mengevaluasi potensi pengembangan sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, biomassa, dan lainnya. Aplikasi ini juga dapat menghitung biaya yang terkait dengan pengembangan energi terbarukan dan membandingkannya dengan biaya pengembangan energi fosil.

EnergyPLAN juga memiliki kemampuan untuk memperhitungkan berbagai faktor lingkungan seperti emisi gas rumah kaca dan polusi udara yang dihasilkan oleh berbagai jenis sumber energi. Aplikasi ini dapat membantu pengguna dalam mengevaluasi kebijakan energi yang berbeda dan membuat keputusan yang lebih baik dalam membangun sistem energi berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Dalam rangka mencapai tujuan net zero emission, aplikasi EnergyPLAN dapat digunakan untuk merencanakan transisi menuju sumber energi bersih dan membantu pengguna dalam membangun sistem energi yang ramah lingkungan. Aplikasi ini juga dapat membantu dalam mengoptimalkan penggunaan sumber daya energi yang ada untuk meminimalkan emisi gas rumah kaca dan mengurangi dampak negatif pada lingkungan.

Skenario 1 : Business as Usual (Tanpa Early Retirement)

Dalam perencanaan pembangunan pembangkit, diperlukan data komponen A sampai komponen D dari masing-masing pembangkitan. Dengan data tersebut dilakukan simulasi energy plan terhadap system Indonesia untuk dapat dibandingkan parameter energy di system tersebut pada tahun 2023-2030. Berikut ini adalah neraca daya perencanaan pembangkitan di Indonesia sesuai dengan RUPTL 2021-2030 dalam MW.Kedepannya akan dilakukan retirement PLTU secara bertahap mulai tahun 2030 sesuai dengan umur tekno-ekonomis dan berakhirnya kontrak PPA dalam mencapai net zero emission. Dengan dukungan dari pemerintah, PLN berkomitmen untuk mencapai target carbon neutral pada tahun 2060 dengan salah satu upayanya melaksanakan retirement secara bertahap PLTU eksisting dengan skema monetisasi PLTU.

Skema ini membuka peluang PLN untuk mengganti PLTU dengan pembangkit EBT, dengan memindahkan kepemilikan PLTU PLN ke swasta, atau dengan skema lainnya. Namun tetap mendapatkan manfaat finansial dari diberhentikannya penggunaan PLTU secara bertahap. Terdapat beberapa usulan yang dapat dilakukan untuk lebih menekan biaya produksi dan juga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca pada sistem Indonesia yang terpisah melalui kepulauan.

Skenario 2 : Dengan Early Retirement PLTU yang sudah Tua

Dari hasil simulasi untuk affordabillity dari scenario 2 didapatkan total annual cost dari tahun 2023-2030 adalah 555 Miliar Dollar. Kemudian penulis juga bisa lihat bahwa pengurangan emisi lebih jauh berkurang dibandingkan dengan skema pada RUPTL. Emisi pada tahun 2030 di scenario 2 adaah 217 Mt. Ini menunjukkan bahwa pembangunan PLTU selaras dengan kenaikan emisi CO2 pada lingkungan di Indonesia.

Dengan membandingkan total biaya tahunan berdasarkan perhitungan EnergyPlan, didapatkan bahwa total biaya hingga tahun 2030 adalah sebesar 555 Miliar USD, dan jika dengan Skenario sesuai RUPTL, biaya total hingga tahun 2030 adalah sebesar 561 Miliar USD. Dari hasil tersebut diperoleh penurunan biaya total hingga tahun 203 sebesar 6,492 Miliar USD bahkan tanpa mempertimbangkan early retirement dari PLTU.

Dibawah ini adalah komposisi pembangkit dalam melayani pelanggan pada tahun 2030 berdasarkan energy plan pada scenario 2. Disini dapat kita lihat bahwa masih sama seperti scenario 1, beban masih banyak dilayani oleh pembangkit PLTU, PLTG dan PLTD, sementara masih hanya sekitar 5000 MW yang dilayani oleh pembangkit renewable.

Skenario 3 : Skenario Early Retirement dengan pemberhentian pembangunan pembangkit pada tahun 2026 ditambah Early Retirement PLTU

Beberapa PLTU diatas dipensiunkan dikarenakan usia yang sudah mencapai akhir dari economic lifetimenya seperti Pembangkit Suralaya dan Paiton di system Jawa-Madura-Bali, kemudian Bukit Asam, Muara Enim untuk system Sumatera dan Asam-asam untuk system Kalimantan. Dengan rencana bahwa beberapa pembangkitan PLTU perlu akan diretire di waktu di masa depan untuk pemenuhan kebutuhan proteksi tenaga listrik di Indonesia.

Rencana awal dari early retirement adalah memensiunkan PLTU mulai dari tahun 2030 sejalan dengan rencana net-zero emission pada tahun 2050 dan target global terkait iklim sebesar 1,5o C.  Namun disini penulis mencoba untuk mengakselerasi pemensiunan PLTU bertahap mulai tahun 2026 dengan mempertimbangkan biaya early retirement yang dihasilkan dari sisi IPP dan PLN. Dari ketiga skema yang diajukan, skema ketiga dimana mulai dilakukan early retirement pada tahun 2023 memiliki penurunan emisi CO2 yang paling besar, yaitu sekitar 94,82 Mt. Namun apabila kita melihat dari sisi biaya, justru skema ini merupakan skema yang paling mahal yaitu sekitar 561 Miliar USD. Ini artinya untuk melakukan early retirement PLTU menuju net-zero emission dibutuhkan biaya dan usaha yang lebih dari setiap komponen pada system ketenagalistrikan. Baik itu pemerintah ataupun operator dalam pelaksanan operasi itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun