Mohon tunggu...
Bagas Maulana Sutardi
Bagas Maulana Sutardi Mohon Tunggu... Konsultan - Energy Analyst

Energy Analyst

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Early Retirement PLTU di Indonesia dengan EnergyPlan

19 Mei 2023   11:20 Diperbarui: 19 Mei 2023   11:25 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam rangka mencapai tujuan net zero emission, aplikasi EnergyPLAN dapat digunakan untuk merencanakan transisi menuju sumber energi bersih dan membantu pengguna dalam membangun sistem energi yang ramah lingkungan. Aplikasi ini juga dapat membantu dalam mengoptimalkan penggunaan sumber daya energi yang ada untuk meminimalkan emisi gas rumah kaca dan mengurangi dampak negatif pada lingkungan.

Skenario 1 : Business as Usual (Tanpa Early Retirement)

Dalam perencanaan pembangunan pembangkit, diperlukan data komponen A sampai komponen D dari masing-masing pembangkitan. Dengan data tersebut dilakukan simulasi energy plan terhadap system Indonesia untuk dapat dibandingkan parameter energy di system tersebut pada tahun 2023-2030. Berikut ini adalah neraca daya perencanaan pembangkitan di Indonesia sesuai dengan RUPTL 2021-2030 dalam MW.Kedepannya akan dilakukan retirement PLTU secara bertahap mulai tahun 2030 sesuai dengan umur tekno-ekonomis dan berakhirnya kontrak PPA dalam mencapai net zero emission. Dengan dukungan dari pemerintah, PLN berkomitmen untuk mencapai target carbon neutral pada tahun 2060 dengan salah satu upayanya melaksanakan retirement secara bertahap PLTU eksisting dengan skema monetisasi PLTU.

Skema ini membuka peluang PLN untuk mengganti PLTU dengan pembangkit EBT, dengan memindahkan kepemilikan PLTU PLN ke swasta, atau dengan skema lainnya. Namun tetap mendapatkan manfaat finansial dari diberhentikannya penggunaan PLTU secara bertahap. Terdapat beberapa usulan yang dapat dilakukan untuk lebih menekan biaya produksi dan juga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca pada sistem Indonesia yang terpisah melalui kepulauan.

Skenario 2 : Dengan Early Retirement PLTU yang sudah Tua

Dari hasil simulasi untuk affordabillity dari scenario 2 didapatkan total annual cost dari tahun 2023-2030 adalah 555 Miliar Dollar. Kemudian penulis juga bisa lihat bahwa pengurangan emisi lebih jauh berkurang dibandingkan dengan skema pada RUPTL. Emisi pada tahun 2030 di scenario 2 adaah 217 Mt. Ini menunjukkan bahwa pembangunan PLTU selaras dengan kenaikan emisi CO2 pada lingkungan di Indonesia.

Dengan membandingkan total biaya tahunan berdasarkan perhitungan EnergyPlan, didapatkan bahwa total biaya hingga tahun 2030 adalah sebesar 555 Miliar USD, dan jika dengan Skenario sesuai RUPTL, biaya total hingga tahun 2030 adalah sebesar 561 Miliar USD. Dari hasil tersebut diperoleh penurunan biaya total hingga tahun 203 sebesar 6,492 Miliar USD bahkan tanpa mempertimbangkan early retirement dari PLTU.

Dibawah ini adalah komposisi pembangkit dalam melayani pelanggan pada tahun 2030 berdasarkan energy plan pada scenario 2. Disini dapat kita lihat bahwa masih sama seperti scenario 1, beban masih banyak dilayani oleh pembangkit PLTU, PLTG dan PLTD, sementara masih hanya sekitar 5000 MW yang dilayani oleh pembangkit renewable.

Skenario 3 : Skenario Early Retirement dengan pemberhentian pembangunan pembangkit pada tahun 2026 ditambah Early Retirement PLTU

Beberapa PLTU diatas dipensiunkan dikarenakan usia yang sudah mencapai akhir dari economic lifetimenya seperti Pembangkit Suralaya dan Paiton di system Jawa-Madura-Bali, kemudian Bukit Asam, Muara Enim untuk system Sumatera dan Asam-asam untuk system Kalimantan. Dengan rencana bahwa beberapa pembangkitan PLTU perlu akan diretire di waktu di masa depan untuk pemenuhan kebutuhan proteksi tenaga listrik di Indonesia.

Rencana awal dari early retirement adalah memensiunkan PLTU mulai dari tahun 2030 sejalan dengan rencana net-zero emission pada tahun 2050 dan target global terkait iklim sebesar 1,5o C.  Namun disini penulis mencoba untuk mengakselerasi pemensiunan PLTU bertahap mulai tahun 2026 dengan mempertimbangkan biaya early retirement yang dihasilkan dari sisi IPP dan PLN. Dari ketiga skema yang diajukan, skema ketiga dimana mulai dilakukan early retirement pada tahun 2023 memiliki penurunan emisi CO2 yang paling besar, yaitu sekitar 94,82 Mt. Namun apabila kita melihat dari sisi biaya, justru skema ini merupakan skema yang paling mahal yaitu sekitar 561 Miliar USD. Ini artinya untuk melakukan early retirement PLTU menuju net-zero emission dibutuhkan biaya dan usaha yang lebih dari setiap komponen pada system ketenagalistrikan. Baik itu pemerintah ataupun operator dalam pelaksanan operasi itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun