Mohon tunggu...
Bagas Maulana Sutardi
Bagas Maulana Sutardi Mohon Tunggu... Konsultan - Energy Analyst

Energy Analyst

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perencanaan dan Pemanfaatan Energi pada Sistem Sulawesi Utara

12 Mei 2023   08:02 Diperbarui: 12 Mei 2023   08:47 1010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pie Chart Tahun 2023 Skenario 1

Sistem tenaga listrik di Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari sistem interkoneksi 150 kV dan 70 kV yang disebut Sistem Minahasa dan sistem tenaga listrik 20 kV isolated. Sistem Minahasa telah terkoneksi dengan sistem tenaga listrik Provinsi Gorontalo dan kedepannya akan disambung sampai ke Tolitoli dan Buol Provinsi Sulawesi Tengah. Sistem interkoneksi ini disebut Sistem Sulawesi Bagian Utara (Sulbagut). Sistem Minahasa melayani kota dan kabupaten seluruh Provinsi Sulawesi Utara yang berada di daratan.

Sedangkan sistem tenaga listrik 20 kV melayani kota/daerah yang berlokasi di kepulauan yaitu Kabupaten Kepulauan Sitaro, Kepulauan Sangihe dan Kepulauan Talaud, termasuk sistem isolated pulau terluar Indonesia yaitu Pulau Miangas, Marore dan Marampit.Untuk meningkatkan jam nyala sistem isolated yang di dominasi oleh PLTD direncanakan dapat dikembangkan dengan pembangkit tenaga terbarukan seperti PLTMH, PLTB, PLTBm dan PLTS sesuai dengan potensi setempat dan memenuhi keseimbangan antara suplai dan demand, meningkatkan keandalan sistem setempat dan memenuhi prinsip keekonomian (menurunkan biaya pokok penyediaan sistem). 

Sulawesi Utara memiliki potensi sumber energi terbarukan yang cukup besar berupa panas bumi hingga 185 MW yang tersebar di Kotamobagu, Klabat Wineru, dan Lahendong. Dari potensi panas bumi tersebut, yang sudah dieksploitasi sebesar 120 MW yaitu PLTP Lahendong unit 1, 2, 3, 4, 5 dan 6. Kendala yang dihadapi untuk mengembangkan potensi panas bumi dan beberapa tenaga air yang cukup besar adalah masalah status lahan dimana sebagian besar potensi tersebut berada di kawasan hutan cagar alam Gunung Ambang di Kabupaten Bolaang Mongondow.

Beberapa potensi tenaga air yang dapat dikembangkan menjadi PLTA dan terdapat di kawasan tersebut adalah Poigar III (20 MW). Potensi energi air yang dapat dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik yang diperkirakan sekitar 278,4 MW yang tersebar di 33 lokasi. Untuk daerah pulau-pulau, sumber energi primer yang tersedia adalah tenaga angin dan radiasi matahari.

Mengingat karakteristik tenaga angin dan tenaga matahari yang tidak kontinu (intermittent), maka untuk pengembangannya lebih cocok dibuat hybrid dengan PLTD eksisting. Selain potensi energi di atas, terdapat potensi pengembangan PLTSa di daerah Manado sebesar 20 MW.

Pada artikel ini tim kami yang merupakan Mahasiswa program Magister Teknik Elektro Teknik Tenaga Elektrik Institut Teknologi Bandung pada kelompok kajian Ekonomi Energi akan mereview RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) dan melakukan analisis skenario optimalisasi pengembangan energi hijau atau energi baru dan terbarukan pada kelistrikan Sulawesi Utara.

Dewan Energi Nasional (DEN) sebagai perumus kebijakan energi nasional telah menyiapkan skenario transisi energi menuju net zero emission/bebas emisi salah satunya dengan membuat peta jalannya. Sektor energi merupakan salah satu penyumbang terjadinya perubahan iklim selain sektor kehutanan, lingkungan, dan transportasi. Kemudian hasil dari pertemuan COP 26 Glasgow yang berisikan bahwa Indonesia menargetkan untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 dengan catatan adanya dukungan dari internasional untuk pendanaan dan teknologi dan tidak mengganggu availaibility serta affordability.

Oleh karena itu, DEN mendorong skenario transisi energi menuju NZE 2060.  DEN juga telah melaksanakan sidang anggota untuk keenam kalinya pada 2021 dengan agenda antara lain peta jalan transisi energi menuju NZE 2060. Dalam mencapai target nol emisi, pemerintah tengah menerapkan lima prinsip utama, yaitu peningkatan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), pengurangan energi fosil, kendaraan listrik di sektor transportasi, peningkatan pemanfaatan listrik pada rumah tangga dan industri, dan pemanfaatan Carbon Capture and Storage (CCS).

Berdasarkan RUPTL proyeksi kebutuhan listrik ini sudah memperhitungkan kebutuhan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) diantaranya KEK Bitung dan potensi pelanggan besar lainnya di Provinsi Sulawesi Utara. Untuk melayani kebutuhan KEK dan potensi pelanggan besar lainnya tersebut, PLN sudah menyiapkan infrastruktur tenaga listrik (pembangkit, transmisi, dan gardu induk). Untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik sampai dengan tahun 2030 direncanakan tambahan pembangkit baru termasuk pembangkit energi baru dan terbarukan seperti PLTM dan PLTS.

Mengingat sifat PLTS yang intermittent dalam rangka membantu pengelolaan sistem dalam mengoperasikan pembangkit intermittent diperlukan forecasting dari angin ataupun solar sehingga membantu memverifikasi dari forecasting yang disampaikan oleh pengelola pembangkit. Karena jika terjadi deviasi yang terlalu besar antara data projected dengan realisasi akan membuat penyiapan spinning reserve menjadi tidak akurat. Selain itu, sifat intermittent dari PLTS dapat memberikan pengaruh yang signifikan pada stabilitas sistem kelistrikan di Sulawesi Bagian Utara. Oleh karena itu, kesiapan pembangkit follower sangat dibutuhkan. Opsi lain adalah dengan menyediakan Battery Energy Storage System (BESS) sehingga dampak intermittency PLTS terhadap sistem dapat dieliminasi.

Dalam pengembangan EBT, direncanakan kuota kapasitas pembangkit yang dapat masuk ke sistem. Kuota ini nantinya dapat dipenuhi dengan pengembangan pembangkit PLN maupun rencana pembangkit IPP yang belum memasuki tahap PPA. Rencana pembangkit ini dinyatakan sebagai kuota kapasitas yang tersebar dalam suatu sistem. Kuota kapasitas tersebar tersebut dapat diisi oleh potensi baik yang sudah tercantum dalam daftar potensi maupun yang belum apabila telah menyelesaikan studi kelayakan dan studi penyambungan yang diverifikasi PLN serta mempunyai kemampuan pendanaan untuk pembangunan, dan harga listrik sesuai ketentuan yang berlaku.

Kajian dengan EnergyPlan

EnergyPLAN adalah aplikasi perangkat lunak open-source yang digunakan untuk perencanaan dan analisis sistem energi berkelanjutan dan ramah lingkungan. Aplikasi ini dikembangkan oleh Technical University of Denmark dan tersedia untuk diunduh secara gratis. EnergyPLAN digunakan untuk mengoptimalkan strategi pengembangan energi di tingkat nasional, regional, dan lokal dengan memperhitungkan sumber daya energi yang tersedia, teknologi yang ada, dan target emisi yang ditetapkan. Aplikasi ini juga memungkinkan pengguna untuk mengevaluasi dampak dari kebijakan energi dan berbagai skenario pengembangan energi yang berbeda.

Aplikasi EnergyPLAN menggunakan model matematika yang sangat rinci untuk memperkirakan permintaan energi dan mengevaluasi potensi pengembangan sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, biomassa, dan lainnya. Aplikasi ini juga dapat menghitung biaya yang terkait dengan pengembangan energi terbarukan dan membandingkannya dengan biaya pengembangan energi fosil. EnergyPLAN juga memiliki kemampuan untuk memperhitungkan berbagai faktor lingkungan seperti emisi gas rumah kaca dan polusi udara yang dihasilkan oleh berbagai jenis sumber energi. 

Aplikasi ini dapat membantu pengguna dalam mengevaluasi kebijakan energi yang berbeda dan membuat keputusan yang lebih baik dalam membangun sistem energi berkelanjutan dan ramah lingkungan. Dalam rangka mencapai tujuan net zero emission, aplikasi EnergyPLAN dapat digunakan untuk merencanakan transisi menuju sumber energi bersih dan membantu pengguna dalam membangun sistem energi yang ramah lingkungan. Aplikasi ini juga dapat membantu dalam mengoptimalkan penggunaan sumber daya energi yang ada untuk meminimalkan emisi gas rumah kaca dan mengurangi dampak negatif pada lingkungan.

Dari bauran emisi yang diproduksi oleh ketiga scenario didapatkan bahwa pada tahun 2030, scenario 3 lah yang memiliki emisi CO2 terendah hinggal mencapai 0 Mt.

  • Skenario 1 dengan emisi pada tahun 2030 sebesar 0,096 Mt
  • Skenario 2 dengan emisi pada tahun 2030 sebesar 0,004 Mt
  • Skenario 3 dengan emisi pada tahun 2030 sebesar 0 Mt

Pada penggunaaan software DIGSILENT, analisa konsep System Security diperoleh dengan melakukan assessment terhadap sistem jaringan pada kajian ini dilakukan Load Flow Analysis sehingga diperoleh nilai pembebanan, tegangan, dan losses jaringan. Dari perbandingan 3 skenario pada tabel 13 menunjukkan analisa laodflow pada setiap scenario dapat memenuhi standar tegangan dan memenuhi reserve margin hingga diatas n-2. Meskipun demikian terdapat perbedaan dari segi losess skenario 3 menunjukkan losses tertinggi hingga 4.54% losses terendah pada skenario 1 hanya 1.54%.

Pie Chart Tahun 2023
Pie Chart Tahun 2023

Pie Chart Tahun 2023 Skenario 1
Pie Chart Tahun 2023 Skenario 1

Hal ini diakibatkan pada skenario 1 pemilihan pembangkit pebih fleksibel, pembangunan PLTU dapat dilakukan di seluruh garis pantai. Berbeda dengan pembangunan pembangkit EBT seperti panas bumi dan hydro hanya dapat dilakukan dekat pada sumber energi primernya. Pembangunan panas bumi hanya dapat dilakukan disekitar Kotamoagu dan Lahendong serta untuk Hydro berada di sekitar danau Tondano dan Bolangmangondow. untuk potensi Hydro di Gorontalo terdapat pada sungai sungai kecil. Dari analisa reserve margin dengan 1 unit pembangkit terbesar 110 MW maka di semua scenario memenuhi kontigensi N-1.

Pie Chart Tahun 2023 Skenario 2
Pie Chart Tahun 2023 Skenario 2

Pie Chart Tahun 2023 Skenario 3
Pie Chart Tahun 2023 Skenario 3

Dari hasil simulasi didapatkan bahwa investasi total dari tahun 2023-2030 untuk masing-masing scenario dengan early retirement adalah:

- Skenario 1 dengan total cost sebesar 3,295 Miliar USD.
- Skenario 2 dengan total cost sebesar 3,057 Miliar USD + 1,889 Milliar USD = 4,946 Miliar USD
- Skenario 3 dengan total cost sebesar 2,087 Miliar USD + 2,087 Miliar USD = 4,689 Miliar USD

Dari hasil analisa biaya dan emissi karbon dari tiga skenario maka scenario pertama adalah yang paling murah dari segi biaya sebesar 3,295 Miliar USD dan scenario ketiga paling kecil adalah scenario 3 dengan emisi CO2 mencapai 0 Mt. Dari segi biaya, scenario 1 lebih murah daripada scenario lainnya dikarenakan tidak perlu membayar denda early retirement PLTU.Dari segi kehandalan dengan interkoneksi maka sistem akan semakin kuat dari dengan bertambahnya inersia, namun dalam kehandalan jaringan interkoneksi perlu dipertimbangkan dari segi kestabilan. Untuk meningkatkan kehandalan dari kestabilan tegangan maka dalam skema interkoneksi diperlukan beban pada ruas interkoneksi agar dapat menyerap daya reaktif dari sistem serta reaktor untuk menjaga kehandalan saat operasi dan penormalan jaringan.

Korespondensi:

Arif Majiid Nusa Pratama (23222051)

Irvan Lewi (23222064)

Bagas Maulana Sutardi (23222069)

Irfan Zidny  (23222056)

STEI-ITB

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun