Ketika saya bangun di pagi hari, tiba-tiba perut saya memanggil alias ngidam makan ayam goreng. Akhirnya saya sarapan nasi uduk dengan lauk ayam goreng yang hangat. Ketika saya menikmati sarapan, saya kepikiran bagaimana jadinya dunia ini ketika tidak ada sumber protein dari hewan?
Sebenarnya, sumber protein yang baik itu memang dari hewan, karena memang yang kita makan itu adalah protein berupa daging. Kalau misal dari tumbuhan, mayoritas sebetulnya karbohidrat kecuali sumbernya dari kacang-kacangan yang memang kandungan proteinnya juga tinggi, bahkan menyerupai protein dari hewan.
Tapi apa jadinya ketika pasokan sumber protein hewan ini semakin berkurang? Soalnya, makin hari, makin banyak orang yang sadar bahwa konsumsi daging yang berlebihan nggak cuma berdampak ke kesehatan, tapi juga bikin bumi kita makin berat menanggung beban. Nah, di sinilah teknologi fermentasi hadir sebagai solusi cerdas untuk menciptakan protein alternatif.
Apa itu teknologi fermentasi? Bagaimana ini bisa jadi cara baru buat kita menikmati makanan sehat yang ramah lingkungan? Yuk, kita bahas lebih dalam!
Fermentasi: Dari Tempe hingga Teknologi Canggih
Kata "fermentasi" mungkin bikin kamu ingat sama tempe, tape, atau yoghurt. Ya itu benar, fermentasi adalah proses yang sudah kita kenal sejak lama. Dalam fermentasi, mikroorganisme seperti bakteri atau jamur ini mengolah bahan-bahan tertentu menjadi sesuatu yang baru yang bertujuan meningkatkan nutrisi.
Tapi sekarang, teknologi fermentasi sudah berkembang jauh. Tidak hanya ketika bikin tempe, tapi juga untuk menciptakan protein alternatif yang bisa jadi pengganti daging. Mikroorganisme seperti ragi atau jamur diberi makanan (biasanya gula dari bahan nabati), dan mereka memproduksi protein berkualitas tinggi dalam waktu singkat. Hasilnya? Protein ini bisa diolah menjadi makanan yang mirip banget sama daging, baik dari segi rasa, tekstur, maupun nutrisinya.
Kenapa Harus Cari Alternatif Protein?
Seperti alasan yang saya sampaikan di atas, kita perlu mulai berpikir untuk mencari pilihan lain yang dapat mensubtitusi daging dengan protein alternatif. Ini beberapa alasannya:
-
Lingkungan:
Kamu tahu nggak kalau industri peternakan adalah salah satu penyumbang emisi karbon terbesar di dunia? Menurut data, peternakan menyumbang sekitar 14,5% dari total emisi gas rumah kaca global. Selain itu, produksi daging juga membutuhkan banyak lahan dan air. Misalnya, untuk menghasilkan 1 kilogram daging sapi, kita butuh lebih dari 15.000 liter air. Bandingkan dengan protein alternatif dari fermentasi yang hanya butuh sedikit sumber daya. -
Kesehatan Lebih Terjaga:
Daging merah, kalau dikonsumsi terlalu banyak, bisa meningkatkan risiko penyakit seperti jantung atau kanker. Di sisi lain, protein alternatif dari fermentasi biasanya rendah lemak jenuh dan bebas kolesterol. Jadi, tubuh kamu tetap sehat tanpa harus merasa bersalah. Meskipun demikian, tetap saja kita tidak boleh mengonsumsi segala sesuatu secara berlebihan ya. Ketahanan Pangan di Masa Depan
Populasi dunia terus bertambah. Diperkirakan akan mencapai 9,8 miliar orang pada tahun 2050. Kalau kita terus bergantung sumber protein hanya pada daging, dengan sumber daya saat ini, dikhawatirkan tidak akan cukup. Oleh karena itu, protein alternatif jadi solusi penting untuk memastikan semua orang tetap bisa makan dengan baik.
Gimana Sih Proses Fermentasi Protein Itu?
Ada beberapa teknik fermentasi yang bisa digunakan sebagai upaya untuk mendapatkan sumber protein alternatif. Masing-masing punya keunggulan dan cara kerja yang menarik:
Fermentasi Tradisional
Proses ini mirip sama cara kita bikin tempe. Mikroorganisme mengolah bahan nabati menjadi makanan kaya protein. Tapi sekarang, bahan yang digunakan lebih bervariasi, misalnya kacang polong, kacang koro, kacang hijau, dan kacang-kacangan lainnya.Fermentasi Biomassa
Biomassa adalah sekumpulan mikroorganisme yang membentuk populasi yang homogen. Bahasa mudahnya, kita "berternak" mikroorganisme. Di sinilah teknologi mulai terasa canggih. Fermentasi ini menggunakan jamur atau mikroorganisme lainnya untuk memproduksi biomassa protein dalam jumlah besar. Salah satu produk terkenal dari fermentasi biomassa adalah mycoprotein (protein dari jamur).Fermentasi Presisi (Modifikasi genetik)
Melalui teknik ini, mikroorganisme dimodifikasi supaya bisa menghasilkan protein tertentu, seperti whey protein (biasanya ada di susu sapi). Dengan cara ini, kita bisa bikin produk seperti keju atau susu nabati yang rasanya mirip banget sama versi hewaninya.
Apakah Rasanya Sama seperti Daging?
Banyak orang skeptis soal rasa. "Emang bisa ya rasanya mirip daging?" Tenang saja, teknologi fermentasi sekarang udah sangat maju. Misalnya, perusahaan seperti Impossible Foods menggunakan fermentasi presisi untuk menciptakan "heme," molekul yang memberikan rasa khas daging.
Hasilnya? Produk mereka punya rasa dan aroma yang hampir menyerupai daging asli. Bahkan, banyak orang yang nggak sadar kalau yang mereka makan adalah protein nabati!
Apa Keunggulannya Dibandingkan Daging?
Teknologi fermentasi menawarkan berbagai keuntungan, seperti:
- Efisiensi Waktu: Kalau sapi butuh dua tahun untuk siap dipotong, mikroorganisme hanya butuh beberapa hari untuk menghasilkan protein berkualitas tinggi.
- Ramah Lingkungan: Proses ini jauh lebih hemat energi, air, dan lahan dibandingkan dengan peternakan tradisional.
- Customizable: Kita bisa menciptakan protein sesuai kebutuhan, misalnya rendah lemak, bebas alergen, atau bahkan diperkaya dengan nutrisi tertentu.
Teknologi Fermentasi dan Masa Depan Pangan
Kita semua pasti ingin hidup di dunia yang lebih baik ? Dengan perlahan kita  beralih ke pangan berkelanjutan seperti protein alternatif dari fermentasi, kita bisa mendapatkan variasi sumber protein, oleh karena itu, kita bisa menjaga keseimbangan dalam hidup dan juga untuk lingkungan.Â
Sebetulnya di Indonesia, teknologi ini punya potensi besar. Kenapa? Kita itu sebetulnya memiliki banyak sumber bahan nabati seperti kedelai, kacang hijau, dan singkong yang bisa diolah menjadi produk protein fermentasi. Bayangkan, kalau teknologi ini berkembang, kita bisa mengurangi impor daging sekaligus membuka lapangan kerja baru di sektor pangan.
Ayo Coba Protein Alternatif!
Gimana, udah mulai penasaran? Yuk, mulai eksplorasi protein alternatif untuk makanan sehari-hari. Selain lebih ramah lingkungan, produk-produk ini juga sehat dan lezat. Nggak ada salahnya mencoba, kan?
Dengan teknologi fermentasi, kita punya peluang besar untuk menciptakan dunia yang lebih baik. Baik untuk kita, generasi mendatang, maupun planet yang kita tinggali.
Daftar Pustaka
- Bryant, C. J. (2020). Plant-based animal product alternatives are healthier and more environmentally sustainable than animal products. Future Foods, 1, 100002. https://doi.org/10.1016/j.fufo.2020.100002
- Henchion, M., Hayes, M., Mullen, A. M., Fenelon, M., & Tiwari, B. (2017). Future protein supply and demand: Strategies and factors influencing a sustainable equilibrium. Foods, 6(7), 53. https://doi.org/10.3390/foods6070053
- Ritchie, H., & Roser, M. (2021). Environmental impacts of food production. Our World in Data. https://ourworldindata.org/environmental-impacts-of-food
- Tubb, C., & Seba, T. (2019). Rethinking food and agriculture 2020-2030. The Disruption of Food and Agriculture. https://www.rethinkx.com/food-and-agriculture
- Zhang, Y., Venkitasamy, C., Pan, Z., & Wang, W. (2019). Recent developments on sustainable protein sources in food science. Sustainability, 11(11), 3024. https://doi.org/10.3390/su11113024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H