Mohon tunggu...
Bagas Kurniawan
Bagas Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - Saya merupakan seorang lulusan Bioteknologi dengan cabang ilmu teknologi pangan. Saya sangat menyukai perkembangan industri pangan, namun tidak hanya sebatas itu saja tetapi merambah ke dunia farmasi dan keamanan pangan.

Saya memiliki hobi membaca dan menikmati konten visual yang berkaitan dengan sains, perkembangan teknologi, dan makanan. Tetapi tidak hanya di situ, saya juga tertarik dalam dunia otomotif.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Menguak Misteri Rasa Manis yang Berubah Menjadi Pahit

23 Oktober 2024   19:36 Diperbarui: 23 Oktober 2024   21:03 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Makanan Manis | Sumber gambar: Joanna Kosinka

Coba, saya ingin tahu, apakah di antara kita pernah mengalami fenomena ketika menikmati minuman yang sangat manis, rasanya malah jadi pahit? Lalu ketika kita menikmati makanan yang terlalu asin atau gurih, malah jadi pahit?

Seharusnya, fenomena yang kita nikmati itu kalau manis ya kemanisan, kalau asin ya jadinya terlalu gurih. Kok ini malah jadi terasa pahit? Sungguh membingungkan.

Apalagi, ketika kita menikmati sesuatu yang terasa pahit, kita cenderung menilai bahwa makanan atau minuman itu diberi "sesuatu" yang menurut persepsi kita, itu adalah zat berbahaya. Entah kita memikirkan bahwa makanan atau minuman itu diberi obat yang dapat membahayakan diri kita.

Pencipta kita sungguh luar biasa, memberikan kita kemampuan untuk dapat mendeteksi sesuatu yang bersifat berbahaya salah satunya dengan indera pengecap. Tetapi, tidak semua yang terasa pahit itu berbahaya, contohnya kopi, pare, daun pepaya, daun singkong, dan kina. 

Nah, kembali lagi, peristiwa sesuatu yang manis menjadi pahit ini sering kita jumpai dalam kehidupan ini. Loh, kok jadi ke sini? -hanya intermezo saja- hahaha

Oke, kembali serius, yang membuat rasa penasaran saya tergelitik adalah, kok bisa yang terlalu manis atau asin, akan berubah menjadi pahit ketika kita cicipi?

Ternyata ada penjelasan ilmiahnya dan saya akan membantu menjelaskannya dengan bahasa dan analogi yang sangat sederhana.

Mari kita jelajahi, ada apa di lidah kita?

Seperti yang kita ketahui, lidah merupakan panca indra yang berguna sebagai indra pengecap. Lidah kita mampu mengenali 5 macam rasa, yaitu manis, pahit, asam, asin, dan gurih (umami). Bayangkan organ sekecil itu mampu mengenali 5 rasa yang berbeda, apalagi harus mencicipi hidangan makanan atau minuman yang bisa memiliki lebih dari 1 rasa.

Bahkan contohnya sebagai tester kopi, mereka bisa mendeskripsikan notes seperti earthy, cherry, chocolate, sweet meskipun kopi itu dominan ke rasa pahit. Luar biasa kan organ pengecap kita yang satu ini? Tapi kok bisa begitu?

Oke, sekarang, apakah kita sadar bahwa lidah kita sedikit kasar? Itu karena, bagian permukaan lidah kita ada tonjolan-tonjolan yang disebut dengan papila. Papila ini tersusun dari sel-sel saraf yang membentuk jaringan papila. 

Papila terdiri dari 3 jenis, yaitu papila filiformis (berbentuk serabut), papila fungiformis (seperti jamur), dan papila sirkumvalata (sumber indra pengecap). Nah, papila yang memiliki reseptor yang berfungsi sebagai indra pengecap ada di papila sirkumvalata.

Tapi apa itu reseptor? Reseptor itu adalah sel saraf yang tugasnya menerima rangsangan dari luar karena posisinya berada di permukaan. Seperti halnya kita bisa merasa sakit, panas, manis, pahit, itu semua karena si reseptor ini yang akan memberikan sinyal ke otak kita, sehingga kita bisa merespon dari rangsangan yang kita terima. 

Lalu gimana gambaran reseptor ini bisa menerima rasa manis atau asin di lidah kita? 

Ilustrasi bola | Sumber gambar: Ben Hershey
Ilustrasi bola | Sumber gambar: Ben Hershey

Sekarang, saya akan menjelaskan bagaimana reseptor di lidah ini bekerja. Jadi, kita bisa bayangkan ada baskom dengan diameter 8 cm, kardus berukuran 10 cm, dan bola berdiameter 8 cm. Ibaratnya, gula (rasa manis) itu adalah bola dengan diameter 8cm, lalu baskom (manis) dan kardus (pahit) adalah reseptornya.

Nah, ketika kita ingin melempar bola itu ke baskom, otomatis bola itu akan masuk dan pas di baskom itu, karena memang sudah sesuai dengan bentuk dan ukurannya. Kemudian, bola yang sudah diam di dalam baskom itu, menandakan bahwa gula sudah menempel pada reseptornya dan kita bisa merasakan rasa manis dari gula itu.

Ilustrasi boks kardus| Sumber gambar: Kelli Mcclintock
Ilustrasi boks kardus| Sumber gambar: Kelli Mcclintock

Kemudian, di mana bisa ada rasa pahitnya? Bayangkan semua ada 10 baskom dan 4 kardus, kemudian bolanya ada 14. Lalu, semua baskom itu sudah penuh dan tersisa 4 bola lagi, kira-kira akan pergi ke mana bola sisanya? Ya, betul, sisa bolanya itu jadi masuk ke kardus. Alhasil, sisa bola itu masuk ke kardus dan akhirnya kita merasakan rasa manis dan pahit secara bersamaan.

Apa yang dapat ditarik dari analogi ini? Ketika molekul gula atau garam itu melebihi dari batas yang dapat diterima oleh lidah kita, hasilnya adalah muncul rasa pahit karena sisanya akan menempel di reseptor rasa pahit ini.

Ketika minuman atau makanan yang memiliki rasa yang berlebihan, lidah kita akan mengirimkan sinyal rasa pahit yanng membuat kita memilih untuk berhenti mengonsumsinya. Memang, lidah kita ini sangat berjasa ya untuk kehidupan kita. Tugasnya sangat penting untuk memberikan sinyal kepada kita untuk berhenti mengonsumsi makanan atau minuman tersebut.

Kesimpulan

Jadi, istilah hal yang terlalu manis dapat berakhir menjadi pahit itu memang betul ada, contohnya ya ketika kita mengonsumsi makanan yang terlalu manis atau terlalu asin. Ketika molekul gula atau garam lebih banyak dari pada jumlah reseptor di lidah kita, maka mereka akan menempel pada reseptor rasa pahit dan seketika kita akan merasakan rasa pahit. 

Segala sesuatu yang bersifat berlebihan, memang tidak baik bagi kesehatan, oleh karena itu, selagi kita bisa menikmati rasa dengan lidah kita, disaat itu lah kita perlu bersyukur kepada Yang Maha Kuasa karena kita masih memiliki alarm biologis yang dapat membantu kita menjaga kesehatan tubuh.

Sekian penjelasannya mengenai peristiwa sesuatu yang terlalu manis akan berakhir menjadi kepahitan. Salam sehat.

Referensi:

  • Chaudhari, N., & Roper, S. D. (2010). The cell biology of taste. The Journal of Cell Biology, 190(3), 285-296.
  • Reed, D. R., & Knaapila, A. (2010). Genetics of taste and smell: poisons and pleasures. Progress in Molecular Biology and Translational Science, 94, 213-240.
  • Zhao, G. Q., Zhang, Y., Hoon, M. A., Chandrashekar, J., Erlenbach, I., Ryba, N. J., & Zuker, C. S. (2003). The receptors for mammalian sweet and umami taste. Cell, 115(3), 255-266.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun