Hari ini saya dikejutkan dengan sesuatu yang cukup menggelitik rasa penasaran saya, yaitu ketika saya mendengar salah satu pengguna akun di media sosial menyatakan bahwa beras yang dipromosikan ini disebut low sugar (rendah gula), dengan asumsi lebih aman untuk dikonsumsi.
Menurut saya, hal ini dapat memicu pertanyaan dan kesalahan dalam berpikir, bahwa beras selain brand itu tidak baik dan memiliki kandungan gula yang tinggi.
Apakah memang benar begitu? Atau itu hanya "gimmick" yang ditujukan untuk menarik atensi dan demi menaikkan engagement (interaksi) supaya banyak orang berkomentar dan bertanya mengenai produk beras itu?
Lalu, saya melanjutkan riset dengan melihat ke dalam kolom komentar di postingan itu. Saya melihat bahwa benar, ada yang mempertanyakan dan membandingkan apakah beras raskin itu tinggi gula / tidak sehat? Mari kita bedah:
Informasi Nilai Gizi dari Beras
Berdasarkan dengan riset dan temuan ini, saya menjadi tergerak untuk membahas kebenaran tentang kandungan gizi pada beras.
Sebagai seorang profesional yang pernah bekerja di laboratorium pangan dan menjadi seorang auditor (saat ini), yang saya pahami berdasarkan Peraturan BPOM no 22 tahun 2019 tentang Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan Olahan yaitu, hanya produk pangan olahan yang wajib memberikan informasi nilai gizi dalam kemasan produknya.Â
Hal ini dikarenakan, pada pangan olahan memiliki banyak kandungan bahan yang dicampur di dalamnya seperti karbohidrat, protein, dan lemak, sehingga produk tersebut harus mencantumkan informasi nilai gizi (ING) di dalamnya.
Lalu bagaimana dengan beras? Apakah perlu mencantumkan ING? Tentu saja.. tidak. Beras merupakan bahan pangan mentah tunggal yang akan dimasak menjadi sumber karbohidrat berupa nasi. Sama halnya seperti kopi bubuk tanpa campuran gula tidak perlu mencantumkan ING karena hanya menggunakan satu bahan dasar, yaitu kopi.
Selain itu, menurut Peraturan Badan Pangan no 2 tahun 2023 tentang Panduan Implementasi Persyaratan Mutu dan Label Beras menjelaskan bahwa beras yang mencantumkan ING itu untuk beras diantaranya:
- Beras yang difortifikasi
- Beras dengan klaim kesehatan seperti glikemik indeks
Jika salah satu atau kedua klaim tersebut ingin ditampilkan sebagai label di kemasan beras, maka, perlu dilakukan pengujian di laboratorium pangan yang terakreditasi dan mampu untuk melakukan pengujiannya.Â
Terutama untuk klaim glikemik indeks, beras tersebut harus melakukan uji untuk mendapatkan angka ING sebelum dan sesudah beras itu dimasak, serta melakukan uji glikemik indeks dalam bentuk sudah menjadi nasi. Langkah ini dilakukan agar pelaku usaha dapat menunjukkan level glikemik indeks pada kemasan berasnya, dengan tujuan untuk memberitahu konsumen, bahwa nasi dari beras tersebut memiliki level glikemik yang diharapkan sesuai dengan klaim kesehatannya.
Mari kita bedah fenomena ini
Kembali lagi permasalahan fenomena beras rendah gula, pada dasarnya, beras yang menjadi nasi itu merupakan sumber karbohidrat. Karbohidrat merupakan kumpulan gula yang membentuk susunan kompleks. Karbohidrat itu terdiri dari pati, serat dan gula sederhana seperti sukrosa atau glukosa.Â
Nah, oleh karena itu, mau apa pun sumber karbohidratnya entah itu dari beras, kentang, atau ubi, hasil akhirnya akan tetap dipecah menjadi glukosa oleh enzim amilase di dalam pencernaan kita.
Jadi, bersama dengan artikel ini, saya ingin membantu membuka wawasan untuk kita semua, bahwa jangan sampai terkecoh dengan gimmick iklan yang menyatakan bahwa ada beras yang memilki kandungan gula yang rendah. Padahal, ING untuk beras memang seperti itu adanya. Pengujian ING beras ini tentu saja dilakukan dalam bentuk mentah, masih menjadi beras, belum berbentuk sebagai nasi.
Sebagai informasi tambahan, untuk mengetahui ING produk pangan olahan, salah satu pengujian kandungan gula itu dianggap sebagai gula sukrosa yang terkandung di produk tersebut. Kemudian, dalam label ING, kandungan karbohidrat total itu pasti lebih besar dari pada kandungan gula, seperti contoh yang saya cantumkan di gambar bawah ini:
Karbohidrat total merupakan total keseluruhan dari pati, gula sederhana dan serat. Lalu apakah jika angka karbohidrat total pada ING tinggi, artinya gulanya juga banyak? Tentu saja tidak. Seperti kalimat saya di atas, bahwa angka karbohidrat total merupakan total keseluruhan dari pati, gula, dan serat. Apabila karbohidrat tinggi tapi kandungan gulanya 0, artinya produk itu bisa jadi tinggi kandungan pati dan serat tetapi kandungan gula sukrosanya rendah atau bahkan tidak ada sama sekali karena masih dalam bentuk beras (mentah).
Oleh karena itu, beras dengan jenis apa pun, hasil ING (informasi nilai gizi) akan tetap seperti itu. Tidak ada beras yang lebih sehat atau tidak sehat, yang ada adalah beras yang memang sesuai kebutuhan dan kemampuan daya beli. Hakikatnya beras itu sumber karbohidrat, sama seperti singkong, ubi, kentang, dan sagu. Nasi itu dibedakan berdasarkan kualitas dari kemampuan berasnya menyerap air saat dimasak menjadi nasi, apakah dia menjadi pulen, buyar, atau agak kering.Â
Apa yang menentukan kualitas berasnya? Kandungan patinya apakah lebih banyak amilosa atau amilopektin (kedua ini mempengaruhi pulen / tidaknya) dari beras yang akan menjadi nasi.
Kesimpulan
Jadi begitu kurang lebih informasi yang dapat saya jabarkan di dalam artikel ini. Saya berharap bahwa kita sebagai konsumen perlu memahami hal mendasar seperti ini agar kita tidak mudah termakan oleh gimmick iklan yang memang tidak menyesatkan tetapi dapat merubah konsep berpikir yang seharusnya tidak terjadi.Â
Ingat, beras itu sumber karbohidrat dan dalam keadaan mentah, jadi jelas kandungan gulanya hampir tidak ada, akan tetapi, kandungan gula baru akan muncul ketika sudah menjadi nasi dan dicerna oleh enzim amilase di dalam pencernaan kita. Tetap bijak dalam mengonsumsi sumber karbohidrat agar tidak berlebihan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H