Lagi-lagi ketika saya menemukan hal yang menarik. Momen ini bermula ketika saya berselancar di media sosial, saya menemukan satu bahan tambahan makanan yang unik. Bahkan saya baru tahu dan berkenalan dengan bumbu ini. Tanpa bumbu ini, hidangan savory tidak akan pernah ada dan bumbu ini memberikan rasa asin. Bumbu apakah itu? Ya, garam.
Beberapa garam yang saya ketahui itu ada garam laut, garam yodium, dan garam Himalaya. Garam masala tidak termasuk ya, karena itu gabungan dari beberapa rempah dan khas untuk hidangan di India.
Nah ternyata, bersama dengan informasi yang saya dapat dari Chef Ragil Imam Wibowo, menyatakan bahwa ada satu garam khas Indonesia yang jarang diketahui orang. Benar saja, bahwa saya sendiri pun baru tau setelah dapat informasi berharga ini dari Chef Ragil. Nama garamnya, yaitu garam hitam Papua.
Selain itu, ada garam lainnya yang memiliki karakternya sendiri. Menurut Chef Phillip (pemilik Warung SCI), garam ini memiliki ciri khas berbeda dan bahkan memiliki rasa umami yang berbeda dari MSG (micin). Garam ini berasal dari air laut yang diambil di tengah laut, yang banyak tumbuh tanaman laut kelp. Nama garam ini adalah garam Kusamba yang diproduksi di Provinsi Bali.
Kedua garam ini merupakan garam asli yang diproduksi di Indonesia. Seketika setelah mendengar kedua garam ini, mungkin saja akan ada banyak garam-garam lainnya di Indonesia yang belum banyak diketahui. Sungguh, negeri ini adalah negeri yang kaya dengan sumber daya alam. Seperti halnya garam yang akan saya bahas di artikel ini, mari kita mengucap syukur kepada Yang Maha Kuasa, karena kita dapat hidup di negeri yang kaya ini.
Pertama, garam hitam Papua
Garam hitam ini dapat ditemukan di Provinsi Papua. Garam ini sendiri memiliki warna hitam seperti arang dan memiliki rasa yang unik. Dari manakah asal dan cara pembuatan garam hitam ini? Jadi, garam ini terbuat dari pelepah pohon nipah yang hidup di ekosistem mangrove. Pada ekosistem mangrove, air yang berada disekitarnya berubah menjadi payau. Air yang payau ini mengandung mineral yang bercampur antara air tawar dan air laut.
Kandungan mineralnya tidak lebih tinggi dari air laut, makanya rasanya antara tawar dan asin, berbeda seperti air laut. Pohon Nipah memiliki kemampuan adaptasi yang baik dan memiliki toleransi terhadap air asin, maka dari itu, kita bisa menjumpai pohon Nipah di ekosistem hutan mangrove. Kemampuan pohon nipah dalam menyerap air disekitarnya, dapat mempengaruhi kandungan mineral di dalamnya.
Proses pembuatannya cukup tradisional dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Dari informasi yang saya peroleh, garam hitam dibuat dengan mengambil pelepah pohon Nipah dan kemudian dijemur selama 4-5 hari. Setelah pelepah Nipah kering, kemudian pelepahnya dibakar dan hasil pembakarannya itu direndam dalam air bersih selama semalam.
Setelah itu, ketika air berubah rasa menjadi asin, kemudian air rendaman tersebut direbus hingga mengering dan tersisa kerak garam di permukaan wadah perebusan. Kerak yang berwarna hitam tersebut yang disebut sebagai garam hitam.
Kini pemberitaan tentang garam hitam sudah mulai naik ke permukaan dan saya ingin membantu mempopulerkan garam hitam khas Papua ini untuk dapat dikenal oleh kita semua.
Kedua, garam Kusamba
Garam ini diperoleh dari daerah Kusamba, Provinsi Bali. Garam ini, disebut oleh Chef Phillip memiliki rasa yang khas dan bahkan umaminya berbeda dengan MSG (micin).
Garam kusamba ini diperoleh dari perairan tengah laut yang di bawahnya banyak tanaman kelp. Perairan yang higienis dan terbebas dari polusi, membuat garam ini sangat istimewa serta disebut sebagai garam organik. Cara pembuatannya masih sangat tradisional dan produksi garam ini mengikuti cuaca. Garam ini hanya dapat diperoleh di musim panas, karena dengan begitu, proses pengeringan air laut dapat dilakukan dengan maksimal.
Lokasi pengambilan air dan produksinya yang musiman membuat harga dari garam Kusamba cukup mahal. Selain itu, rasa dari garam ini disebut gurih dan berbeda dari garam dapur yang biasa kita gunakan. Namun, dari informasi yang saya peroleh, para pelaku pembuat garam Kusamba mengalami penurunan dan berpotensi mengalami kelangkaan. Jika tidak dilestarikan, hal terburuk yang terjadi adalah garam Kusamba hanya akan menjadi sejarah garam yang terenak.
Kesimpulan
Lagi-lagi, kita sama-sama mengetahui bahwa negara kita ini sungguh kaya. Kita patut berbangga karena kekayaan ini dan harus berhat-hati bahwa jika kita tidak berupaya untuk melestarikan kekayaan alam ini, maka semua kekayaan ini hanyalah kesia-siaan belaka. Kita telah mengenal dua garam ini dan tentu saja masih banyak potensi-potensi garam lokal yang perlu diperkenalkan dan dilestarikan. Karena, di mana sumber garam itu diperoleh dapat mempengaruhi rasa garamnya.Â
Artinya, apabila rasa garam itu unik maka akan mempengaruhi rasa dari hidangan yang kita buat. Ini bisa menjadi peluang untuk melakukan penelitian mengenai potensi garam yang ada di Indonesia. Seperti dengan membandingkan kandungan mineral antara garam dari beberapa air laut di Indonesia, kemudian penelitian mengenai uji sensori untuk mengetahui perbedaan rasa dari garam-garam lokal Indonesia.
Sekarang apakah pembaca tertarik untuk mencicipi garam hitam Papua dan garam Kusamba? Jujur saya ingin mencobanya sekarang.
Terima kasih sudah membaca.
Referensi:
1. https://jurnal.iaihnwlotim.ac.id/index.php/jspm/article/view/64
2. https://lindungihutan.com/blog/hutan-mangrove/
3. https://www.researchgate.net/publication/346813286_Coastal_Environmental_Change_and_the_Salt_Farmer_Marginalization_in_Kusamba_Bali
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H