Mohon tunggu...
Bagas Kurniawan
Bagas Kurniawan Mohon Tunggu... Auditor - Saya merupakan seorang lulusan Bioteknologi dengan cabang ilmu teknologi pangan. Saya sangat menyukai perkembangan industri pangan, namun tidak hanya sebatas itu saja tetapi merambah ke dunia farmasi dan keamanan pangan.

Saya merupakan seorang praktisi di bidang keamanan pangan dan sistem manajemen mutu yang ingin berbagi pengetahuan yang saya miliki untuk membangkitkan minat literasi kita. Saya memiliki latar belakang pendidikan ilmu Bioteknologi dengan cabang ilmu Teknologi Pangan. Konten yang akan saya buat, tidak akan jauh dari informasi mengenai dunia sains dan pangan. Keinginan saya untuk berperang melawan informasi hoax dan informasi sains yang palsu (pseudosains) mendorong saya untuk berkarya melalui tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Jangan Mengonsumsi Roti yang Berjamur

1 Maret 2024   15:53 Diperbarui: 1 Maret 2024   16:59 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roti tawar potong ? Sumber gambar: Graphy Co

Waktu saya masih kecil, saya pernah menjumpai sehelai roti tawar yang sudah ada bercak hijau dan berambut. Kondisinya sehelai roti tersebut berada di ujung dari beberapa barisan helai roti di belakangnya. Bayangkan seperti kita membeli roti tawar, dengan kondisinya yang berjejer di dalam sebuah wadah dan dibungkus plastik.

Nah, saya sempat ada perasaan enggan untuk memakannya, namun ibu saya mengatakan bahwa itu tidak apa-apa jika sehelai yang berjamur itu dibuang dan memakan yang belum ada jamurnya. Lantas saya percaya dan menikmatinya dengan cara dipanggang.

Saya memercayai hal tersebut dan menerapkan untuk semua makanan, bahwa apabila ada bagian yang terkena jamur, cukup dibuang saja bagian tersebut. Namun, kepercayaan itu hanya bertahan sampai saya kuliah dan mengetahui bahwa, meskipun jamur tersebut hanya ada di salah satu bagian tertentu, tetap saja jangan dikonsumsi. Pertanyaannya, kenapa begitu?

Jadi, mari kita berkenalan dahulu dengan jamur yang biasa kita lihat di roti tawar. Sebetulnya, jamur itu dibagi ke beberapa jenis, yaitu kapang, ragi, dan jamur. Ketiga organisme tersebut masuk dalam satu kelompok besar organisme, yaitu Fungi.

Apa itu fungi?

Fungi dalam pengertian KBBI adalah sebuah organisme tumbuhan yang tidak memiliki daun dan klorofil (zat hijau daun). Fungi ini dapat hidup di tumbuhan, binatang, makanan, dan minuman. Fungi ini bisa bersifat parasit, patogen( menyebabkan penyakit), dan juga menguntungkan untuk kita.

Fungi yang menguntungkan untuk kita bisa kita temui saat pembuatan wine, bir, atau alkohol (oleh ragi), kemudian pada pembuatan tempe, oncom, dan kecap (oleh kapang), dan yang kita konsumsi langsung seperti jamur kuping, jamur tiram, dan jamur champignon (jamur).

Nah, fungi yang kita jumpai pada roti yang "berjamur" warnanya hijau, putih, atau hitam ini, disebut sebagai kapang. Kapang ini memiliki cara berkembang biak secara seksual dan aseksual. Kapang berkembang biak secara seksual dengan adanya fusi gamet (gamet positif dan negatif) dan menghasilkan spora.

Kemudian, untuk proses aseksualnya, kapang akan membentuk spora tanpa melakukan fusi gamet. Spora ini sangat sensitif dengan kelembapan dan juga mudah terbawa oleh udara, sehingga mudah menyebar.

Lalu, kapang ini dapat hidup secara merambat akibat adanya struktur miselium. Miselium ini seperti "ranting" yang terus merambat memenuhi substrat atau inangnya. Jika kita melihat bahwa kenapa semakin hari, kapang ini semakin meluas, dan itu akibat dari pertumbuhan miselium.

Dokumentasi pribadi saat membuat laru tempe
Dokumentasi pribadi saat membuat laru tempe

Seperti pada gambar dokumentasi yang saya pernah lakukan, ini merupakan gambaran bagaimana miselium kapang (warna putih) memenuhi substrat nasi dan yang warna hitam itu adalah sporanya. Nah kemudian, bagaimana struktur tunggal dari kapangnya itu?

Morfologi mikroskopi kapang Rhizopus. Dokumentasi pribadi dari kapang Rhizopus pada saat saya membuat laru tempe
Morfologi mikroskopi kapang Rhizopus. Dokumentasi pribadi dari kapang Rhizopus pada saat saya membuat laru tempe

Gambar di atas ini, merupakan struktur dari kapang tunggal yang saya peroleh. Kapang ini adalah Rhizopus. yang saat itu saya kembangbiakan untuk laru tempe. Ini hanyalah salah satu contoh gambaran dari kapang, dan masih banyak keindahan kapang lainnya yang dapat kita lihat di bawah mikroskop.

Lebih mendalam tentang kapang dan resiko bahayanya

Selanjutnya, tidak semua kapang itu berbahaya, tapi bukan berarti aman untuk dikonsumsi. Pengecualian untuk kapang yang digunakan untuk proses fermentasi, seperti yang digunakan untuk memb uat tempe, oncom, dan kecap.

Kapang yang digunakan untuk fermentasi adalah kapang yang sudah diteliti, memiliki label aman, dan dikembangbiak untuk kebutuhan fermentasi. Berbeda halnya dengan kapang pada roti ini, bahwa kapang itu adalah kapang liar yang belum diketahui aman atau tidak.

Secara gampangnya, kita harus menganggap bahwa roti yang ditumbuhi kapang adalah roti yang sudah basi. Selayaknya makanan yang sudah basi, tidak baik untuk dikonsumsi karena berisiko terjadi keracunan makanan. Akan tetapi, terkadang kita terlalu sayang terhadap makanan dan hanya akan membuang bagian itu dan tetap mengonsumsi rotinya, dan ini alasan kenapa tidak boleh.

Seperti yang saya jelaskan, bahwa fungi itu memiliki struktur miselium. Struktur miselium ini hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop dan penyebarannya sangat cepat seiring dengan banyaknya nutrisi yang diperoleh kapang. Mengingat juga bahwa kapang ini adalah organisme kecil yang tentu saja pertumbuhannya sangat cepat.

Struktur yang kita lihat secara langsung oleh mata kita adalah sekumpulan dari miselium-miselium yang sudah banyak dan bercabang-cabang. Masalahnya, karena struktur miselium ini terus merambat dan pada kondisi ini, sangat sulit untuk mengetahui keberadaannya. Tetapi, sudah dapat dipastikan bahwa miseliumnya sudah menyebar ke seluruh permukaan roti.

Perlu diketahui, bahwa kapang liar bisa saja membawa toksin. Toksin ini diproduksi oleh kapang untuk membantu pertumbuhan dan bertujuan untuk menghambat organisme lain dapat tumbuh di sekitar kapang.  Toksin ini disebut dengan mikotoksin. Mikotoksin ini adalah toksin yang dihasilkan oleh kapang patogen yang mengkontaminasi makanan dan minuman. 

Apabila mikotoksin ini dikonsumsi oleh kita, maka akan menimbulkan penyakit tertentu dan bahkan dapat mengganggu organ tubuh kita. Sebagai informasi tambahan, mikotoksin relatif tahan pada suhu tinggi (di atas 80 C). Salah satu contoh mikotoksin yang terdengar umum, yaitu okratoksin.

Okratoksin ini adalah toksin yang dihasilkan oleh kapang Aspergillus dan kapang ini biasanya menyerang biji-bijian dan kacang. Okratoksin dapat menimbulkan masalah pada hati, ginjal, dan bisa menyebabkan gangguan saraf. Oleh karena itu, seperti biji kopi atau kacang yang terkontaminasi jamur akan dibuang dan dimusnahkan agar tidak menyebar ke biji-biji lainnya. Kemudian, dari beberapa literatur yang saya baca, bahkan okratoksin ini bisa saja terdapat pada roti yang sudah ditumbuhi kapang.

Kesimpulan

Sekarang sudah terbayangkan, bahwa sebetulnya, kapang pada roti yang biasanya di pojok roti itu sebenarnya sudah menyebar ke bagian roti atau malah sudah menyebrang ke helaian roti lainnya. Penyebarannya bisa melalui pertumbuhan miseliumnya dan juga spora. Spora dengan ukurannya yang kecil ini sangat mudah menyebar dan dapat berkecambah dengan cepat apabila berada di lingkungan yang tinggi nutrisi dan lembap.

Kita tidak akan pernah tahu, apakah jamur yang ada pada makanan kita ini merupakan kapang yang aman. Jika kita melihat dari kacamata keamanan pangan, makanan tersebut sudah terkontaminasi dan harus dimusnahkan. Pertimbangannya adalah adanya kandungan mikotoksin pada makanan tersebut dan juga mikotoksin tahan pada suhu panas. Jadi, memanaskan roti yang terkontaminasi bukanlah hal yang tepat untuk tujuan "agar aman dikonsumsi".

Mungkin ada yang bilang bahwa "Ah, saya masih tidak apa-apa dan aman saja kok", bisa saja yang dikonsumsi adalah jamur yang aman, tetapi kalau misal ada kandungan mikotoksin, toksin ini bekerja dengan akumulasi yang ada di dalamnya. Jika keseringan mengonsumsi makanan terkontaminasi tersebut, akhirannya bisa menimbulkan penyakit di masa depan.

Jadi, apakah pembaca ingin tetap membuang sebagian yang terkontaminasi atau akan membuang seluruhnya?

Terima kasih sudah membaca

Referensi:

1. https://bio.libretexts.org/Bookshelves/Microbiology/Microbiology_(Kaiser)/Unit_4%3A_Eukaryotic_Microorganisms_and_Viruses/08%3A_Fungi/8.3%3A_Molds

2. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8639867/

3. https://apps.who.int/food-additives-contaminants-jecfa-database/Home/Chemical/1905

4. https://www.researchgate.net/profile/Ioannis-Vagelas/publication/229180508_Bread_contamination_with_fungus/links/00b495352347a3b5ac000000/Bread-contamination-with-fungus.pdf

5. https://pubs.acs.org/doi/pdf/10.1021/jf00119a050

6. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0740002023002307

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun