Makanan enak sangat menggugah selera apa lagi ketika di waktu yang tepat. Misalnya ketika lagi sedih kemudian disuguhkan makanan enak, setelah makan dan kenyang, mood menjadi membaik. Pas lagi kelaparan, disuguh makanan enak, rasanya jadi makin enak. Nah, identik dengan makanan enak, pasti diikuti dengan aroma yang mengundang rasa penasaran dan lapar. Tapi, apakah memungkinkan bahwa aroma yang enak bisa saja rasa makanannya tidak enak atau pun sebaliknya?
Ternyata, ada banyak pembahasan yang berkaitan antara rasa dan aroma. Dalam dunia sains dan kuliner, rasa dan aroma merupakan dua hal yang berbeda dalam pengertiannya. Rasa adalah sebuah sensasi yang melibatkan indera perasa lidah, sehingga kita bisa menikmati sensasi manis, asin, umami, pahit, dan asam. Sedangkan aroma merupakan hasil dari reaksi kimia yang diterima oleh sensor pembau di hidung, dan sinyal tersebut diterima oleh saraf olfaktori yang membentuk persepsi terhadap aroma tersebut. Meskipun memiliki arti yang berbeda, aroma dan rasa bekerja secara sinergi tapi juga tidak.Â
Ini dia penjelasan perbedaan rasa dan aroma pada makanan
Apakah pembaca menjadi bingung? Saya berikan contohnya, ketika kita berjalan ke bioskop, kita langsung disuguhkan dengan mencium aroma dari popcorn yang harum. Aroma yang harum ini membuat kita penasaran dan ingin membeli popcorn tersebut. Saat kita membeli, kita akan ditanya oleh penjaga kasir untuk memilih rasa manis atau asin. Dari kasus ini, popcorn hanya memiliki aroma identik harum dari mentega, tp kita tidak tau apakah aroma harum itu mendeskripsikan rasa dari popcorn itu. Maka dari itu, aroma tidak bisa mendeskripsikan soal rasa, akan tetapi bisa memberikan ciri khas terhadap makanan itu sendiri.
Aroma memang tidak dapat mendeskripsikan rasa, tetapi bisa memberikan ciri khas terhadap makanan yang membuat kita memiliki persepsi (gambaran) makanan tersebut. Contohnya seperti aroma stroberi, karena aroma yang khas dan kita pernah merasakannya, kita sudah memiliki persepsi bahwa ketika ada aroma stroberi, persepsi yang muncul dalam pikiran kita, yaitu buah stroberi, rasanya asam, manis, dan segar. Sama halnya dengan jeruk, memiliki karakteristik aroma yang asam, manis, dan menyegarkan. Contoh lainnya ialah durian.
Beberapa orang tidak suka dengan durian karena aromanya sangat menyengat dan bisa membuat pusing. Baru mencium aromanya sudah enggan untuk mengonsumsinya. Lalu apakah bisa kita mendeskripsikan rasanya? Tidak, yang muncul adalah persepsi bahwa rasanya sangat aneh. Beda halnya ketika kita sudah pernah menikmati dan suka dengan durian, ketika mencium aroma durian, persepsi yang muncul adalah rasanya yang manis, daging buah yang tebal, dan lembut.
Sekarang soal rasa, apakah rasa bisa mendeskripsikan sebuah aroma? Jawabannya tidak, contohnya, ketika kita kehilangan kemampuan mencium aroma (anosmia), kita masih bisa merasakan rasa manis, asin, asam, pahit, dan gurih (umami) tetapi kemampuan indera perasa kita menjadi lemah. Bayangkan saat kita terkena anosmia, lalu memejamkan mata untuk menikmati makanannya, situasinya kita tidak bisa mencium aroma, tetapi kita masih bisa mengecap rasa makanan tersebut meskipun kemampuannya melemah, dengan begitu, kita masih bisa menebak-nebak makanan apa yang kita nikmati. Maka dari itu, kejadian ini menggambarkan bahwa rasa tidak bisa mendeskripsikan aroma.
Contoh-contoh yang dijelaskan di atas, saya rasa sudah cukup untuk menggambarkan bahwa tidak selalu aroma itu berkorelasi dengan rasa.Â
Persepsi kita pada makanan akan lebih lengkap ketika aroma yang kita hirup dinikmati bersamaan dengan mengecap rasa dari makanan yang dihidangkan.
Makanan dan minuman panas lebih nikmat, mengapa demikian?