Mungkin ini juga yang menjadikan alasan tokoh yang penuh akan kontroversinya, Ahok, yang jelas-jelas menolak BLT (Bantuan Langsung Tunai). Ahok yakin, dengan memberikan bantuan secara tunai, akan menambah daftar rakyat yang manja. Ahok lebih mengedepankan bantuan langsung, tidak ada kata “tunai”, seperti KJP.
Ahok juga percaya, BLT itu mudah disalahgunakan oknum-oknum kurang ajar, yang ujung-ujungnya uang tidak tersalurkan sepenuhnya ke masyarakat. Saat kampanye menjadi bupati Belitung Timur, beliau tidak membagikan amplop, tapi kartu namanya. Mungkin bagi warga bisa mengatakan, “memang gue makan kartu nama!”. Saya juga sempat mentraktir teman yang saya yakini benar-benar tidak menyontek saat ulangan. Menurut saya, kejujuran harus dibayar.
Pada akhirnya, petinggi Negara pun sudah sedikit menunjukan bahwa mereka, yang menggagas revolusi mental, sudah melakukannya terlebih dahulu. Saya ingin mengubah cara saya yang kurang tepat saat membantu orang lain. Saya ingin seperti Pak Jokowi, Pak Ahok, dan teman Mama saya, yang sudah lebih dahulu memprioritaskan tujuan memberikan bantuan. Memang agak sedikit rumit prosesnya, karena lebih mudah langsung memberikan uang. Tapi patut coba, ya. Namanya juga revolusi mental.
Melalui artikel ini, saya meyakini bahwa pemberi juga harus mengubah mental memberinya. Pemberi harus menggunakan cara selain menggunakan kertas yang baru-baru ini diremisi sekaligus dikritik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H