Mohon tunggu...
Bagas antariksa
Bagas antariksa Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tidak ada karya hebat, yang ada hanyalah karya ulang yang dibuat

Senang dengan fotografi, Writer & Designer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ndablek-Ndablek Corona

2 Juni 2020   17:50 Diperbarui: 2 Juni 2020   17:41 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sampai hari ini 28 Mei 2020, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mencatat kasus positif Covid-19 (Corona) sebanyak 24.538 orang, meninggal 1.496 orang dan sembuh 6.240 orang. Angka yang cukup fantastis dengan korban jiwa ribuan dalam kurun waktu kurang lebih 3 bulan. Data terakhir memang menunjukan optimisme dengan selisih 3 kali lipat antara pasien sembuh dan meninggal dunia, tetapi bagaimanapun Corona menyisihkan pekerjaan rumah besar agar tidak terulang lagi. Jika ditelaah lebih dalam lagi, sektor stabilitas ekonomi juga goyang karena penghentian aktivitas kerja.

Judul ndableg-ndableg Corona saya plesetkan dari salah satu acara sinetron TV swasta yang hits pada masanya, Ganteng-ganteng Srigala. Ndableg adalah istilah bahasa jawa artinya keras kepala atau susah dikasih pemahaman dan konotasinya perilaku negatif, bukan sekedar keras kepala biasa. Ndablek biasanya digunakan oleh para orangtua ketika memarahi anak mereka yang perilakunya kelawatan batas, padahal sudah sering diingatkan. Ya mungkin kata ndablek cocok untuk mennggambar perilaku masyarakat kita dalam menanggapi wabah global ini.

Tuntutan Kebutuhan dan Kemampuan Ekonomi
Perilaku ndableg terbanyak disebabkan oleh tuntutan kebutuhan dan kemampuan ekonomi masyarkat menengah ke bawah yang memaksa mereka harus terus bergerak untuk menyambung hidup. Orang-orang yang bekerja di jalan, baik sedang ada wabah atau tidak, baik negara sedang merayakan upacara hari kemerdekaan atau tidak, sedang menikmati libur hari raya atau tidak, harus tetap mengais rejeki demi sesuap nasi. Buruh-buruh yang ada di pabrik juga menggantungkan hidup dari gaji bulanan, terlebih lagi mereka yang merantau dari desa.

Cerita perantau di kota terlalu rumit untuk dijawab, praktisnya uang adalah motivasi terbesar datang kesana. Tahun 2018 lalu, saya pernah bekerja di sebuah perusahaan manufaktur di Gresik dan kebeteluan tinggal satu kost-kostan bersama seorang buruh asal Lamongan. Sebut saja mas Parno, lulusan SMA yang bermodal ijazah pergi mengadu nasib untuk mendapatkan bayaran layak. Beliau sudah bekerja dua tahun dan sedang memiliki bayi kecil di kampung. Sehingga setiap seminggu sekali harus bolak-balik Lamongan Gresik untuk bekerja dan menemui keluarga. Jika ada cerita mas Parno-mas Parno yang lain di tengah Corona seperti ini. Apakah ia mampu memilih pengorbanan bijak antara pekerjaan dan keluarga demi taat pada Corona, tentu sulit.

Pedagang kaki lima juga tetap menjajankan dagangan dengan sehelai masker kain untuk meminimalisir resiko penularan atau diam-diam tanpa bicara menjaga jarak minimal satu meter dengan pelanggan yang sangat merepotkan. Terlalu bersikap sok antisipatif terkadang menyinggung pembeli, luwes seperti biasanya kok tidak sesuai pasal-pasal Physical Distancing di berita-berita televisi. Mau dibuatkan tulisan atau keran cuci tangan kok bukan restoran, ya dengan segala kerendahan hati mereka niatkan bekerja sebagai syarat sah terbukanya rejeki.

Pengaruh Keyakinan Agama
Masyarakat Indonesia memiliki ruang yang sangat nyaman bagi agama sebagai dasar kehidupan, orang-orang barat biasa menyebutnya sebagai pemeluk agama taat. Tempat ibadah dan berbagai ritualnya disarankan untuk dikurangi, yang menarik perhatian saya ialah keberadaan pondok pesantren dimana terdapat ribuan santri yang menetap di sana. Pondok pesantren sudah sejak dulu dikenal sebagai tempat belajar agama, hidup berbagi fasilitas umum bahkan sendok makan yang kerap kali tertukar. Selama 24 jam penuh santri-santri beraktivitas di pondok, tidur di satu ruangan yang diisi 5 hingga 10 orang. Potensi penularannya cukup tinggi ditambah dengan mentalitas yang manut dawuhpak kyai.

Saya beruntung pernah mengenyam pondok modern selama 1 tahun, sewaktu kuliah di malang dahulu. Meskipun tidak bisa menggambarkan keseruan pondok pesantren yang sesungguhnya tetapi setidaknya photocopy hitam putih lingkungan pondok seperti demikian. Tidak sedikit pondok pesantren atau masjid-masjid kampung yang tetap menjalankan rutinitasnya secara normal hingga ramadhan usai. Bagi saya itulah Indonesia dan warna agamanya yang sangat indah, selama tetap menjaga rambu-rambu pencegahan Corona. Agama sekali lagi mampu memenangkan hati jamaah-jamaah ndableg-nya, tidak kaku dan sangat luwes mengikuti problematika zaman.

Menilai Corona Hanya Bualan
Ndableg versi ini yang susah diajak duduk santai, ya menilai Corona hanya bualan. Mereka memiliki pemahaman modern bahwa Corona tidak lebih dari konspirasi kepentingan. Sesuai definisi Wikipedia, konspirasi adalah teori-teori yang berusaha menjelaskan bahwa penyebab tertinggi dari serangkaian peristiwa direncanakan oleh sekelompok orang dengan tujuan tertentu. Mereka kerap berdiskusi panjang, kritis dan menguras kesabaran tanpa kesimpulan akhir yang tidak bisa dibuktikan secara ilmiah. Masalah kian pelik ketika diskusinya dibagikan melalui sosial media dan meresahkan masyarakat, terutama yang tidak begitu memahami konsepnya.

Saya sendiri juga kebingungan bagaimana menyikapi teman-teman ndableg yang demikian, tapi satu hal kita hidup di pemerintahan demokrasi yang membebaskan warga negaranya berpendapat segila-gilanya. Kita butuh orang cerdas berfilsafat untuk melengkapi kepingan-kepingan puzzle kosong lainnya. Boleh aktif asal tidak menyakiti orang lain dan provokatif negatif.

Kita Sendiri juga Ndableg
Jika diurut-urut ke dasar, tidak usah bicara tentang mereka. Banyaknya kasus positif, kasus meninggal, kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak memihak karena kita sendiri juga ndableg. Kita dan cerita kita yang belum sempat saya uraikan di tulisan ini. Mari saling berinstropeksi diri melawan Corona, memperbaiki diri berarti memperbaiki bangsa ini. Salam anak muda ndableg-ndableg (positif) Corona

CERITA KU YANG LAIN

FOLLOW MY CHANNEL


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun