Di hari-hari jelang pemilu legislatif ini, saya tidak akan mengikuti banyak orang yang ramai-ramai membahas tentang surva survey dan copras capres, atau membicarakan janji-janji layaknya caleg yang berebut kursi anggota dewan dengan segala caranya, namun saya akan menyoroti masalah teknologi. Ya, membahas tentang masalah teknologi di Indonesia.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama, Indonesia umumnya lebih “nyaman” untuk mengimpor segala sesuatu dari luar negeri. Mulai dari hal yang berbau teknologi bahkan hingga urusan sandang pangan. Untuk urusan teknologi, nyaris semuanya kita langganan impor mulai dari mesin-mesin industri, kendaraan bermotor, alat persenjataan hingga alat komunikasi.
Kita dikenal sebagai konsumen yang konsumtif , salah satu faktanya terlihat dari data yang dirilis oleh lembaga riset Growth for Knowledege (GfK) Asia yang membuat riset negara mana di Asia yang paling konsumtif dan jawabannya adalah Indonesia. Indonesia berada di posisi nomor satu sebagai negara paling konsumtif dalam hal pembelian perangkat mobile. Disebutkan juga, 14,8 juta smartphone telah terjual dengan harga pengeluaran US$ 3,33 miliar atau sekitar Rp 39,1 triliun. Tidak heran pertumbuhan ekonomi negara kita tetringgi nomor dua terbaik di dunia melampaui negara-negara maju lainnya, namun ironisnya pertumbuhan ini tumbuh subur karena sifat konsumtif yang dimiliki oleh bangsa kita. Kita akan selalu dibidik oleh perusahaan-perusahaan besar dunia yang memanfaatkan sifat konsumtif kita untuk meraup untung sebesar-besarnya. Menurut mereka, kita adalah pasar yang sangat potensial .
Apabila hal ini dibiarkan secara terus menerus tentu akan menimbulkan efek buruk bagi kondisi perekonomian negara. Harusnya pemerintah memberikan ruang gerak yang lebih lebar kepada bangsa kita sendiri untuk mengembangkan industri teknologi . Industri teknologi kita sebenarnya sangat potensial untuk dikembangkan, tetapi kalau dirasa-rasa, pemerintah kurang serius untuk mengembangkannya. Ambil satu contoh pada industri otomotif, dulu mobil Esemka yang dibuat oleh siswa-siswa sekolah kejuruan sangat populer kehadirannya bahkan hingga digunakan sebagai mobil dinas Walikota Solo saat itu. Lalu banyak mobil listrik yang dikembangkan oleh mahasiswa di beberapa universitas ternama di negeri ini. Melihat kondisi seperti itu, pemerintah menjanjikan akan berusaha mengembangkan industri otomotif dalam negeri, namun pada kenyataannya pemerintah malah membuat blunder dengan menyetujui kebijakan mobil murah atau Low Cost Green Car dari produsen mobil Jepang. Mobil yang seharusnya menggunakan bbm non-subsidi kenyataannya malah tetap mengkonsumsi bbm subisidi sehingga kian memberatkan anggaran subsidi BBM.
Dibalik itu semua, sebenarnya masih ada harapan yang bisa dibentangkan untuk membangkitkan industri teknologi dalam negeri. Contohnya di industri transportasi udara, rencananya PT Dirgantara Indonesia (PTDI), BUMN yang bergerak dibidang industri transportasi udara yang dulu sempat pailit, sekarang bangkit kembali dengan mengumumkan bahwa perusahaan tersebut sudah mendapatkan 100 pesanan pesawat N219 yang rencananya akan diproduksi tahun depan untuk transportasi udara di dalam negeri.Pesawat ini mampu mengangkut penumpang sebanyak 19 orang dan memiliki potensi yang besar di Indonesia terutama sebagai sarana transportasi di pulau-pulau yang transportasi daratnya sulit ditembus. Di industri komunikasi, Indonesia tidak mau ketinggalan dengan negara lain yang dapat membuat satelit sendiri sehingga Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) serta tiga Lembaga Pemerintah Non Kementerian rencananya akan meluncurkan dua satelit yang murni buatan Indonesia. Satelit yang akan dibuat adalah satelit penginderaan jauh. Teknologi penginderaan jauh ini dinilai sangat berguna untuk kepentingan di berbagai sektor di antaranya pertanian, kehutanan, kelautan, geologi, arkeologi, dan cuaca. Data penginderaan satelit memiliki beberapa kelebihan antara lain cakupan yang luas hingga daerah terpencil, pemantauan ulang terhadap perubahan di suatu daerah, menyediakan data dengan cepat, data diperoleh dengan sensor dan cara konsisten tiap waktu, akurat, dan hemat biaya untuk kegiatan dalam jangka panjang (baca: http://techno.okezone.com/read/2014/04/02/56/964380/indonesia-siap-buat-satelit-penginderaan-jauh). Di industri pertahanan, PT Pindad sedang mengembangkan tank kelas sedang atau Medium Battle Tank untuk TNI AD. Perusahaan ini juga sedang mengembangkan roket balistik dan senapan berbagai tipe. PT Pindad sebelumnya telah banyak membuat kendaraan lapis baja beroda seperti APS-3 Anoa 6x6, Rantis Komodo 4x4.
Melihat perkembangan yang telah dilakukan sejauh ini, semakin meyakinkan kita bahwa sebenarnya kita mampu dan sangat berpotensi untuk bersaing dengan industri negara-negara lain. Tinggal keseriusan pemerintah saja yang perlu untuk ditingkatkan. Pada saatnya nanti rakyat akan bosan bila kita terus bergantung melulu. Sudah saatnya kita mandiri, tidak bergantung pada kekuatan asing. Kita adalah bangsa yang besar yang berdaulat dan memiliki sumber daya manusia yang harus selalu dicerdaskan agar kita bisa menjadi negara yang kuat. Kita harus buktikan pada dunia, bahwa negara kita tidak hanya jago konsumsi tapi juga lihai dalam memproduksi. Semoga pemerintahan yang baru mendatang dapat mewujudkan mimpi bangsa yang mulia ini untuk mewujudkan cita-cita besar bangsa Indonesia yaitu Adil dan Makmur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H