Mohon tunggu...
Bagas Adi Saputra
Bagas Adi Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teologi STAK-AW Pontianak

hobi membaca dan bicara dengan diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memilih Pemimpin yang Ugahari: Peran Penting Kaum Muda

6 Juni 2024   21:08 Diperbarui: 6 Juni 2024   21:08 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari tiga bagian jiwa yang telah diuraikan oleh plato, dapat dilihat secara sederhana bahwa, Hasrat meraih kekuasaan di dasari oleh thumos (keinginan akan kehormatan dan harga diri). Thumos menjadi salah satu alasan mengapa banyak orang saling berebut kekuasaan, hal itu dikarenakan kekuasaan memberikan rasa hormat dan harga diri di dada orang yang berhasil memenangkan kekuasaan.

 Thumos bukan satu-satunya yang mendasari hasrat manusia dalam berebut kekuasaan. Ada juga epithumia (hasrat akan uang). Setyo Wibowo menjelaskan bahwa epithumia adalah hasrat tidak terbatas yang berkaitan dengan survival bilogis. Hasrat ini dicirikan dengan sifatnya yang patrikular dan individual. Maksudnya adalah demi makan (atau lebih tepatnya demi uang), orang tidak lagi mempedulikan komunitasnya dan orang-orang di sekitarnya saat ia sedang lapar.(2017: hal 32)

 Thumos dan epithumia mendorong banyak sekali orang untuk memperoleh kekuasaan dengan cara apa pun (menghalalkan segala cara dan melupakan etika). Misalnya demi memperoleh jabatan yang bagus di pemerintahan orang rela memfitnah calon lain agar kalah dan melanggar etika hukum maupun etika yang ada di masyarakat (termasuk segala bentuk Black Campaign), hal itu ia lakukan agar ia memperoleh kekuasaan tersebut, atau mungkin karena hasrat tidak terbatas akan kekayaan dan kekuasaan yang ada di dalam dirinya membuat ia rela melakukan tindakan yang tidak sesuai moral bangsa. Ketika thumos dan epithumia menjadi prinsip politik, percayalah, kepentingan rakyat sudah tidak lagi menjadi fokus pemimpin tersebut, karena fokusnya sudah teralihkan pada uang, jabatan atau lebih tepatnya pada kekuasaan.

Prinsip politik yang didasari oleh hasrat  (thumos dan epithumia) memang sering kita jumpai dalam politik bangsa ini, hal itu dapat dilihat ketika membaca surat kabar yang sering sekali memuat banyak berita tentang oknum pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Karena begitu banyak penyimpangan kekuasaan dan praktik KKN yang menjadi konsumsi publik sehari-hari, itu kemudian membuat rakyat tidak lagi terkejut dan mulai menganggap itu sebagai hal yang "biasa". Dan ketika rakyat sudah mulai "terbiasa" akan segala penyimpangan politik yang kotor, itu berarti masa depan bangsa sedang berada di ambang kehancuran.

 Masyarakat Indonesia, terkhususnya orang muda, sangat memerlukan sosok pemimpin yang memiliki prinsip politik yang baik dan benar. Berangkat dari filsafat politik Plato, ada yang dikenal sebagai empat keutamaan pokok atau dalam bahasa inggris lebih dikenal dengan istilah cardinal virtues. Empat keutamaan pokok tersebut antara lain: Kebijaksanaan, Keberanian, Keugaharian, dan Keadilan.(wibowo, 2017: 229). Dalam tulisan ini, penulis tidak membahas keseluruhan dari empat keutamaan pokok plato, melainkan hanya membahas Keugaharian.         

 Keugaharian merupakan sebuah sikap yang harus ada dalam diri seorang pemimpin. Ini menjadi penting, mengingat selama ini banyak sekali pemimpin maupun calon pemimpin melupakan sikap ugahari dalam kepemimpinannya.

 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "ugahari" diartikan ke dalam dua pemahaman. Pertama, sedang; atau pertengahan. Kedua, sederhana. Sedangkan kata "keugaharian" diartikan sebagai kesederhanaan dan kesahajaan.

 Setyo Wibowo dalam bukunya mengutip penjelasan Plato tentang Keugaharian, Plato menjelaskan bahwa Keugaharian adalah sejenis tatanan yang Indah, kemampuan berpantang di depan kenikmatan dan nafsu-nafsu tertentu, sebagai mana sering dikatakan sebagai 'menjadi tuan bagi dirinya sendiri'(2017: 232).

 Setelah melihat penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa sebenarnya keugaharian merupakan sebuah sikap hidup yang mampu melawan segala hasrat (kekuasaan dan uang) dalam dirinya dan mampu melakukan praktik hidup yang penuh dengan kesederhanaan (dan mampu mengendalikan diri dari segala kemungkinan yang melanggar hukum).

 Dari definisi yang telah dijelaskan oleh penulis, tidak heran bahwa sikap hidup ugahari harus menjadi kewajiban yang dimiliki oleh calon pemimpin maupun pemimpin bangsa ini. Masyarakat kita harus sadar dan mulai untuk memilih pemimpin bukan hanya karena tren sosial media, atau Persamaan (SARA), melainkan juga harus mendasarkan pilihannya terhadap sikap ugahari seorang pemimpin.

 kita mengerti bahwa keugaharian adalah hal wajib, tetapi, bagaimana cara melihat ciri-ciri pemimpin yang ugahari tersebut?. Maka dari itu penulis akan mencoba menyebutkan dan menjelaskan ciri-ciri dari pemimpin maupun calon pemimpin yang penuh dengan keugaharian, ciri-ciri tersebut adalah:

1. Sederhana

Keugaharian memang sangat identik dengan sikap hidup yang sederhana, hal itu merupakan keharusan seseorang yang ingin dianggap ugahari. Kesederhanaan yang dimaksud bukan hanya tentang penampilan yang sederhana (memakai baju-baju sederhana, tidak pamer kekuasaan atau sebagainya), melainkan memang membumikan prinsip kesederhanaan ke dalam jiwanya. Maksudnya adalah Kesederhanaan harus terlihat dalam setiap keputusan yang ia ambil, dengan tidak memihak pada kekuasaan (termasuk kepentingan keluarganya). Pemimpin yang sederhana dapat dilihat ketika setiap keputusan politiknya memihak pada kepentingan rakyat. Pemimpin yang sederhana harus mampu melihat keadaan masyarakatnya yang dominan hidup dalam kemiskinan, dari hal itu ia tidak sibuk memperkaya diri dan terus berebut kekuasaan bersama kolega atau keluarganya.

2. Bisa mengendalikan diri

Dalam buku "Moral Spesial" dijelaskan bahwa Keugaharian juga dapat dipahami sebagai keutamaan umum, sebagai keutamaan umum keugaharian berarti merupakan suatu "pengendalian diri" yang berlaku untuk semua keutamaan moral (Chang, 2015: hal 21)  Dari hal ini kita dapat melihat, bahwa, Pemimpin yang ugahari tentunya bisa mengendalikan dirinya dari hasrat-hasrat ingin berkuasa yang tidak terkendali dalam dirinya.

Pemimpin yang dalam dirinya "bersarang" prinsip keugaharian tentunya bisa mengendalikan dirinya dari hasrat akan kekuasaan. Maksudnya ia tidak melanggar moral, etika, prinsip, bahkan hukum yang telah berlaku, hanya karena ia menginginkan jabatan dan kekuasaan yang berasal dari hasratnya.

3. Mawas Diri dan Sadar diri

Selain pengendalian diri, salah satu keutamaan yang diharapkan ada dalam prinsip keugaharian adalah Mawas diri dan sadar diri(Wibowo, 2023: 231). Maksudnya adalah pemimpin yang punya prinsip keugaharian akan selalu bisa mengenali dirinya sendiri. Ia sadar apabila ia melakukan sebuah tindakan, tindakan yang ia lakukan (terlepas dari baik atau buruk) akan sangat berpengaruh bagi kehidupan banyak orang di sekitarnya.

Pemimpin yang ugahari tentu saja akan selalu dengan bijaksana bisa mempertimbangkan segala tindakannya, agar tindakannya tidak berdampak atau mencerminkan hal yang buruk bagi rakyatnya. Ia akan selalu berupaya melakukan segala tindakan yang patuh hukum, tidak terjerat KKN, dan sebagainya.

4. Mengedepankan Etika

Dari ketiga ciri sebelumnya, kita dapat melihat bahwa sebenarnya ciri-ciri pemimpin yang ugahari adalah memiliki kesadaran dan kendali akan keutamaan moral ugahari. Maksudnya adalah keutamaan moral keugaharian selalu mengarahkan setiap keinginan sensitif pada tujuan yang sebenarnya dalam kesesuaian dengan akal budi, yaitu akhir dari Etika: Kebaikan (Sadur, 2020: 314).

Etika menjadi hal yang akan terus dikedepankan oleh ciri pemimpin yang ugahari, hal itu dikarenakan pemimpin yang mempunyai ciri keugaharian selalu mendasarkan kepemimpinannya pada etika. Setiap keputusan dan kebijakannya selalu berdasarkan pada prinsip etika yang akan menuntun kepemimpinannya pada hasil yang baik bagi setiap orang yang ia pimpin.

            

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun