Mohon tunggu...
Bagas Adi Saputra
Bagas Adi Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teologi STAK-AW Pontianak

hobi membaca dan bicara dengan diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tak Apa

4 Maret 2024   20:53 Diperbarui: 4 Maret 2024   20:54 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dunia memang seperti ini, Bara. Cukup adil bagiku" Jawab Yuga, laki-laki berkaki pincang itu memang tidak pernah sekalipun ku dengar mengeluh tentang nasib hidupnya. Tetapi hari ini itu seolah tumpah di depanku.

Bisa kalian bayangkan, laki-laki berumur 30-an tahun itu hidup sebatang kara, orang tua nya sudah lama berpulang, menjadi buruh angkut kelapa sawit dengan keterbatasan fisiknya bukanlah hal yang mudah.

Hari ini Yuga dipecat dari perusahaan kelapa sawit tempat ia bekerja, sudah hampir sepuluh tahun ia menjadi buruh angkut buah kelapa sawit di sana, tetapi, karena Minggu kemarin ia jatuh dari sepeda motor nya ketika hendak pergi bekerja dan ia terlambat. perusahaan dengan sepihak memutus hak kerjanya. Sungguh memilukan.

Aku sepuluh tahun lebih muda dari Yuga, tetapi mendengar ia bercerita tentang apa yang ia pikirkan itu sangat membuatku bersemangat.

"tak kau memohon untuk bisa bekerja kembali?" Tanyaku pada Yuga.

"Sudahlah, tidak apa. Aku tahu apa isi kepala mereka"

"Apa?"

"macam tak tau kau apa maksudku"

"Sungguh aku tidak tahu"

"Kau lihat diriku ini" Yuga memperjelas. "siapa yg mau memperkerjakan orang dengan keterbatasan fisik seperti aku?"

"Ah, kau tak boleh seperti itu" aku coba meyakinkan dia

"tidak, sekarang aku cukup yakin." Yuga berhenti bicara dan menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya. Lalu ia kembali bicara "jangankan aku yg seperti ini, kau tau beberapa hari sebelum aku berhentikan. Pak Umar Sudah terlebih dahulu diberhentikan, padahal seumur hidup dia bekerja di kebun itu, anak istri makan dari keringat hasil kerja dikebun itu. Dari pohon sawit baru ditanam sampai tumbuh setinggi itu. Coba kau pikir kenapa dia berhentikan?"

"Pak Umar Sudah terlalu tua, mana dia mampu bekerja seberat itu"

"Bukan, kau salah."

"Maksud mu"

"Orang-orang itu, mereka yg berkuasa di perusahaan itu. Mereka selalu ingin tenaga yg besar, hasil yang besar, tetapi selalu ingin resiko yang kecil. Mereka sudah menghitung hasil dari tenaga ku yg tidak memiliki hasil besar juga tak mau mereka dengan tenaga pak Umar Yg sudah tua dan tak bertenaga"

Aku tidak merespon ucapan Yuga.

Dia menambahkan "tidak apalah, tidak apa mereka memecatku, itu cukup adil bagiku, tak apa."

Kekesalan Yuga sangat jelas terlihat, meskipun ia membalut kekesalan itu dengan kata 'tak apa'.

"kau Yakin tidak mau memohon agar bisa bekerja di sana lagi?" Aku mencoba menenangkan Yuga yang memendam kekesalannya.

"Sudah, tak akan mau aku mengemis pada mereka. Aku memang tidak berpendidikan, tidak terpandang, lahir dari kumpulan terbuang, tapi Buma, Kau harus ingat kata-kataku ini; tak boleh mengemis pada orang yang merampas hidup banyak orang; jangan sesekali kau mengemis hidup pada mafia-mafia itu; orang yang dipandang rendah oleh orang lain tidak boleh mengemis pada orang yang merendahkannya."

"Ya, baguslah. Kau masih sangat idealis, sama seperti sebelumnya"

"Aku orang miskin, tak berpendidikan, tenaga pun aku tak punya. Hanya pikiran dikepala ku yg membuatku terus yakin untuk hidup"

Aku bertepuk tangan. Dan kemudian bertanya"jadi, kau akan kerja apa?, tanpa makan pikiran mu tak akan berfungsi"

"Entahlah, mungkin akan bertani lagi, tapi tak akan aku mengemis pada orang-orang yang sudah merampas, meremehkan dan membohongiku. Mereka pikir aku tidak bisa hidup dari kebun sawit milik mereka itu" Yuga meludah ke arah depan.

"Baguslah, setidaknya kau bisa melanjutkan hidup, meski tidak dari tandan-tandan sawit milik mereka."

"Ya, aku rasa begitu"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun