Mohon tunggu...
Suryani Waruwu
Suryani Waruwu Mohon Tunggu... Guru - Hati yang terbuat dari permata tak akan terbakar sekalipun diletakkan di ata api yang membara.

"Hidup hanyalah permainan kata..."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kafir dan KBBI

10 Maret 2017   11:12 Diperbarui: 10 Maret 2017   11:19 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Panasnya suhu intoleransi negeri ini di tengah dinginnya guyuran hujan akhirnya menuntun tangan saya untuk membuka sejumlah buku referensi, mencari data berharap dapat terhibur ketika menemukan fakta yang mungkin akan membenarkan diri. Akan tetapi, apa yang saya temukan membuat mata terbelalak sejenak. Mungkinkah ini yang menjadi akar persoalan?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tertulis definisi “Kafir” sebagai ‘Orang yang tidak percaya kepada Allah Swt. dan rasul-Nya.’ Sebuah definisi yang sangat bernuansa Islami.

Definisi di atas cukup mengganggu pikiran saya. Saya mencoba membuka Alkitab dan menemukan Bilangan 23:9, “Sebab dari puncak gunung-gunung batu aku melihat mereka, dari bukit-bukit aku memandang mereka. Lihat, suatu bangsa yang diam tersendiri dan tidak mau dihitung di antara bangsa-bangsa kafir. Bangsa yang dimaksud dalam kutipan di atas adalah Bangsa Israel; suatu bangsa yang diam tersendiri dan tidak mau dihitung di antara bangsa-bangsa kafir! Ayat ini jelas menegaskan bahwa bangsa Israel tidak sudi disebut kafir!

Menilik kembali definisi “Kafir” dalam KBBI di atas, terbaca sebuah keberpihakan yang (mudah-mudahan) tidak disengaja. Penulisan Allah Swt. jelas mengacu hanya pada satu ideologi. Dalam ilmu agama Kristen, Katolik, Hindu, Budha, maupun Kong Hu Chu (agama-agama yang diakui di Indonesia selain Islam), penyebutan Allah Swt tidak ditemukan. Kita hanya dapat menemukannya dalam Theologi Islami. Padahal, istilah “kafir” juga dapat ditemukan dalam ilmu agama lain yang dapat didefinisikan sebagai orang yang tidak mengenal Tuhan.

Masih dalam rangka penasaran, saya mencoba mencoba mencari kata lain, yaitu “murtad.” Definisi yang saya temukan, jauh lebih netral seandainya kata ini juga tidak dikaitkan dengan “kafir.” Kata “murtad” oleh KBBI didefinisikan sebagai ‘berbalik belakang; berbalik kafir; membuang iman; berganti menjadi ingkar’

“Kamus” adalah ‘1 buku acuan yg memuat kata dan ungkapan, biasanya disusun menurut abjad berikut keterangan tt makna, pemakaian, atau terjemahannya; 2 buku yg memuat kumpulan istilah atau nama yg disusun menurut abjad beserta penjelasan tt makna dan pemakaiannya.’ Dengan demikian dapat disimpulkan, KBBI seharusnya memuat kosa kata dan istilah dari berbagai bidang ilmu yang bersifat umum. Akan tetapi, pada kenyataannya, definisi dari kedua kata di atas sangatlah tidak umum. Sudut pandang yang digunakan hanyalah sudut pandang salah satu ideologi yang ada di Indonesia, yang secara kebetulan adalah mayoritas. 

Hal ini terkesan sangat sepele. Akan tetapi, ketika masalah intoleransi negeri ini semakin memanas dan terjadi seputar kata “kafir” di atas, kehadiran KBBI, sayang sekali, tidak membantu. Bahkan, hanya ada satu pihak yang diuntungkan; seolah-olah pihak ini adalah warga negara yang sesungguhnya dan warga negara yang tidak sepaham dengan definisi tersebut harus pasrah menerima label "kafir" ini. Label yang sangat tidak mengenakkan di telinga siapapun! Meskipun penganut agama lain menolak disebut "kafir," negara ini sendiri justru memberi label itu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Ketika negara meneriakkan toleransi dan berjuang menumbuhkannya, Kamus Besar Bahasa Indonesia yang seharusnya adalah milik seluruh lapisan masyarakat Indonesia justru menunjukkan sikap intoleransi. 

Miris!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun