Mohon tunggu...
Sonya Kusumawati
Sonya Kusumawati Mohon Tunggu... Freelancer - Peneliti Lepas

Hakuna Matata, There No Worries.

Selanjutnya

Tutup

Trip

Aku Bangga Hidup Beragam Tanpa Melupakan Peran

27 Desember 2019   22:04 Diperbarui: 28 Desember 2019   05:52 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Pertama kali mewakili Sumatera Utara (Sumut) sebagai salah satu peserta di Acara Parum Param Kebudayaan yang diselenggarakan oleh Universitas Udayana Bali. Saya dicerca berbagai pertanyaan dari para peserta lainnya yang berasal dari berbagai provinsi di Indonesia. 

Pertanyaan tentang bagaimana sebenarnya budaya yang berkembang Sumut itu, apakah aksen bicara kita memang memiliki logat seperti ini, apa kita mengadopsi sifat toleransi dalam hidup sehari-hari serta hal-hal yang seru terkait pariwisata di Sumut mereka lontarkan ke saya. 

Ada beberapa poin hidup yang kemukakan untuk menjawab pertanyaan mereka kala itu. Poin-poin hidup yang tentu membuat cara pandang saya bangga telah hidup secara beragam selama ini tanpa pula melupakan peran saya sebagai masyarakat Sumatera Utara. Adapun poin-poin hidup tersebut saya rangkum satu per satu sebagai berikut:

Toleransi Yang Bertumbuh Tinggi Di Dalam Diri Masyarakat Sumut
Selama lahir dan tumbuh di Sumatera Utara terkhusus Kota Medan sangat jarang saya merasakan intoleransi apapun. Tak ada terdengar ataupun terlihat pernah saling singgung satu dengan lainnya. 

Suasana ibadah tenang dan saling menghormati. Bukan tidak banyak umat Kristen ataupun umat Islam di Kota ini, bahkan jika melangkahkan kaki ke daerahdaerah tertentu, kita akan menemukan etnis-etnis lainnya seperti: Tionghoa dan India. Semua memiliki tempat ibadah yang aman dan saling hidup berdampingan. 

Sudah menjadi hal yang lumrah disini, jika kalian menyaksikan masyarakat yang menggunakan jilbab menghabiskan waktu senjanya di sekitaran Vihara Cemara Asri Medan milik umat Kong Hu Cu atau menyaksikan para turis yang sibuk berfoto ria di depan pelataran Masjid Raya Al-Mashun Medan. Semua saling membasuh dan mengasihi satu sama lain, tak ada pembeda apapun entah itu agama, etnis, suku bahkan cara bicara. 

Semua termaklumi dengan toleransi yang tumbuh sedari kecil di dalam diri masing-masing masyarakat Sumut. Yang terpenting, kuncinya harus jaga sikap dan tidak menyinggung orang lain.  Walaupun tidak dipungkiri bahwa masyarakat Sumut terkenal dengan keras dan kasarnya jika berbicara, namun jarang sekali saya menemukan label "kasar" yang dimaksud merupakan suatu hal perkataan yang menyinggung suku ataupun agama tertentu di Kota Ini.  

Kota Dengan Peninggalan Heritage, Masa Lampau Yang Belum Musnah.
Banyak sekali tempat-tempat heritage yang masih berdiri kokoh di Sumatera Utara. Mulai dari bangunan-bangunan peninggalan Belanda ataupun tempat-tempat pra-sejarah yang masih terawat asri. 

Salah satunya, peninggalan Kesultanan Melayu Deli dengan bentuk berupa istana-istana megah yang ada di Provinsi Sumatera Utara, seperti: Istana Maimoon di Kota Medan, Istana Niat Lima Laras di Kabupaten Batu Bara, Istana Darul Arif di Kabupaten Serdang Bedagai dan lain sebagainya. Mayoritas masyarakat di luar Sumatera Utara memang lebih mengenal bahwa Sumut memiliki adat batak akibat aksen bicara masyarakat Sumut yang sering terdengar seperti logat batak pada umumnya. 

Namun, perlu diketahui bahwa kebudayaan Melayu Deli juga bagian ragam budaya yang pertama dan cukup mendominasi secara sejarah jika kalian berkunjung di Sumatera Utara. Memang benar, jika bicara peninggalan heritage dari segi kebudayaan maka jika kalian berkunjung ke Kota atau Kabupaten Deli Serdang dan sekitarnya maka budaya melayu lebih menonjol sedangkan jika berkunjung ke daerah-daerah Brastagi, 

Tanah Karo, Batak Toba dan kabupaten yang mayoritas masyaraknya bersuku batak maka kalian akan menyaksikan berbagai peninggalan heritage milik suku batak. Dengan kata lain, masa lampau di Sumut tidak akan pernah musnah karena masyarakatnya juga masih menjunjung tinggi adat dan mau melestarikannya bersama-sama.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun