Dan, yang lebih memalukan mereka seperti tak mengerti peraturan, seperti tindakan  Meiga yang melahirkan tendangan bebas dalam kotak penalti .  Sudah salah protes lagi, mungkin dikiranya wasit bisa dipengaruhi dan ditekan seperti di kompetisi domestik.
Tapi diatas itu semua, akar masalahnya memang ada di PSSI Pusat. Sebagai lembaga yang seharusnya menjadi induk bagi pembangunan sepakbola di Indonesia, tetapi pada kenyataanya PSSI justru tak ubahnya benalu yang menggerogoti persepakbolaan negeri ini.
PSSI sekarang bukan lagi sebuah institusi yang mengurus dan memayungi sepakbola Indonesia jadi lebih baik. Makin tak relevan kalau bicara sebagai alat perjuangan dan pemersatu bangsa seperti cita-cita sang pendiri Soeratin Sosrosoegondo hampir satu abad lalu.
Yang ada sekarang, PSSI hanya menjadi milik sekelompok orang yang tak tergantikan,  dan mereka  menjadikan lembaga ini seperti kerajaan tambang emasnya. Tak heran, image yang melekat di PSSI sekarang tak jauh-jauh dari yang namanya  mafia, pengaturan skor, jual beli pertandingan di kompetisi, sepakbola gajah, atau pembinaan usia dini yang amburadul.
Dan, hasil memalukan Timnas melawan Filipina hanyalah salah satu efek dari bobroknya induk sepakbola itu sendiri. Bagaimana akan menghasilkan produk Timnas yang berkualitas, kalau induknya sendiri juga tak beres. Â Jadi, Â jika tak ada perubahan, kita siap-siap saja tahun depan atau tahun- tahun berikutnya Timnas senior kita akan dikalahkan dengan mudah Brunei, Kamboja, Laos, atau Timor Leste. Dan kita semakin tertinggal jauh dari Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, dan tentunya Filipina.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H