Mohon tunggu...
Muhammad Badrussalam
Muhammad Badrussalam Mohon Tunggu... -

Menjelajahi pemahaman tentang jiwa melalui warna-warni cerita kisah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berbakat dengan Qur’an

15 Juni 2015   13:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:02 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

     Proses dan porsi pembelajaran dalam pendidikan tidak selalu sama rata semuanya bagi setiap peserta didik. Ada beberapa anak atau siswa yang mempunyai kemampuan khusus ataupun di atas rata-rata siswa atau anak-anak pada umumnya. Itulah mereka yang disebut anak berbakat. Ada pendidikan khusus bagi anak berbakat dengan pembelajaran yang tentu berbeda. Kebanyakan orang memandang siswa yang punya kecerdasan di atas rata-rata adalah siswa yang berbakat.

     Apakah sebenarnya seperti itu ? Chaplin (2002) mengartikan bakat sebagai kapasitas untuk berprestasi. Sebenarnya banyak aspek dalam istilah ‘anak berbakat’. Lyman (dalam Fudyartanta, 2005) mendefinisikan bakat sebagai kombinasi karakteristik alami dan yang dipelajari yang mengidikasikan kapasitas seseorang untuk mengembangkan kecakapannya dalam beberapa keterampilan. Freeman (dalam Fudyartanta, 2005) mengemukakan bahwa bakat adalah suatu kombinasi karakteristik yang berkapasitas individual untuk memperoleh (melalui latihan) beberapa pengetahuan khusus, ketrampilan atau suatu respon yang terorganisir. Misalnya kemampuan berbahasa, menjadi pemusik ataupun kemampuan mekanik.

     Ternyata ada cukup banyak anak yang berbakat selain di bidang intelegensi. Bakat mereka bermacam-macam. Ada bakat seni seperti seni lukis, seni tari dan sebagainya. Adapula bakat seperti rasa empati (memahami orang lain), interaksi social, kecakapan berbicara dan lainnya. Memimpin juga merupakan bakat. Jadi, bakat tidak sebatas pada kemampuan kognisi atau integelensi saja.

      Al-Qur’an yang menjadi kitab suci umat Islam juga bisa menjadikan seseorang berbakat. Ada beberapa hal dalam Al-Qur’an yang menjadikan seseorang berbakat. Ada anak kecil yang hafal Al-Qur’an, ada yang pintar melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan berbagai lagu qiro’ah dan masih banyak beberapa contoh anak berbakat lainnya. Lantas, apakah bakat-bakat yang bisa didapat dari Al-Qur’an ada dalam bentuk-bentuk bakat yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh tersebut ? Berikut uraian penjelasannya.

Tahfidz 30 juz

     Tahfidz adalah kata bahasa arab yeng berasal dari kata dasar chafidzo yang mempunyai arti menghafal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia menghafal adalah berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat. Hafal Al-Qur’an 30 juz setebal ratusan halaman merupakan suatu kemampuan kognisi yang luar biasa, apalagi itu terjadi pada masa anak-anak. Musa bin Abi La ode dari Bangka Belitung telah menghafalkan Al-Qur’an 30 juz. Belum genap usianya mencapai enam tahun, ia telah menyelesaikan hafalan 30 juz dari Al-Qur’an. Ia dikukuhkan sebagai hafidz (penghafal qur’an) termuda saat perlombaan tahfidz internasional di Arab Saudi tahun 2014 kemarin.

     Salah satu aspek dalam bakat adalah kemampuan kognisi serta intelegensi tinggi. Hafalan juga merupakan bagian dari intelegensi. Oleh karena itu, seorang anak yang sudah bisa hafal Al-Qur’an setebal ratusan halaman dikatakan sebagai anak berbakat. Tentunya bakat ini tidak langsung didapatkan seketika itu. Ada potensi pada anak kecil saat lahir yang diketahui oleh orang tuanya. Kemudian ada proses yang dijalani untuk mencapai bakat ini.

Qiro’ah

     Qiro’ah juga kata berbahasa arab yang berasal dari kata dasar qoro’a yang mempunyai arti dasar membaca. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia membaca diartikan sebagai melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati). Namun qiro’ah yang dimaksudkan bukan hanya sekedar membaca. Qiro’ah secara singkat yaitu membaca ayat-ayat Al-Qur’an dengan kaidah lagu-lagu tertentu. Tidak semua orang bisa qiro’ah ini. karena itu seorang Qori’ dalam dunia Islam diberi penghargaan tinggi.

     Syamsuri Firdaus, seorang remaja berusia 16 tahun asal Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah qori internasional terbaik kategori anak-anak pada MTQ (Musaabaqoh Tilawatil Qur’an) tahun 2014. Bakat yang dimiliki oleh bocah yang baru besar ini adalah suaranya yang merdu dilantunkan dalam qiro’ah. Dalam membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan qiro’ah, ada banyak hal yang harus dikuasai dan dipersiapkan. Qiro’ah ini juga termasuk seni suara dalam membaca Al-Qur’an.

     Kemampuan seni (termasuk seni suara) merupakan salah satu dari aspek berbakat yang dibagi oleh Cohn yaitu : kemampuan intelektual, kemampuan aristik (seni) dan kemampuan sosial. Bakat qiro’ah dari Syamsuri Firdaus adalah salah satu contoh potensi bakat yang dikembangkan dengan maksimal yaitu seni suara.

Doktor cilik Al-qur’an

     Sayyid Muhammad Husein Tabataba’i seorang bocah yang mendapatkan gelar  Doktor di Hijaz Collage Islamic University. Husein adalah doktor cilik yang hafal dan paham al-Qur’an. Ia mendapatkan gelar doktoral ketika baru berusia tujuh tahun. Gelar doktoral yang diterimanya bukan hanya karena hafal Al-Qur’an. tetapi juga mampu menerjemahkan arti dari setiap ayat ke dalam bahasa Persia, memahami makna ayat-ayat tersebut, dan bisa menggunakan ayat-ayat itu dalam percakapan sehari-hari. Bahkan, Husein mampu mengetahui dengan pasti di halaman berapa letak suatu ayat, dan di baris ke berapa, di kiri atau sebelah kanan halaman al-Qur’an, atau menyebutkan ayat-ayat dalam satu halaman secara terbalik, mulai dari  ayat terakhir samapai ke ayat pertama.Ia juga mampu menafsirkan dan menerangkan ayat al-Qur’an dengan menggunakan ayat lainnya dan metode menerangkan makna al-Qur’an dengan metode isyarat tangan. Ini adalah sebuah contoh nyata komplesitas bakat dalam Al-Qur’an yang dimiliki oleh seorang anak berusia tujuha tahun.

     Kemampuan verbal maupun isyarat, kemampuan intelektual, kemampuan bahasa dan kecakapan serta kreatifitas dalam ingatan adalah sebuah kompleksitas yang dikemukakan oleh para tokoh mengenai bakat. tentunya tak mudah didapatkan. Kemampuan yang beragam ini telah dilatih sejak kecil. Sejak berusia dua tahun, Husein telah belajar Al-Quran dan selesai menghafal 30 juz pada usia lima tahun kemudian mengembangkan ke-Al-Qur’an-annya hingga mencapai prestasi gemilangnya pada usia tujuh tahun. Jadi, pada intinya bakat tidak langsung muncul pada seorang anak namun harus terus diasah agar semakin meningkat.

 

     Dari penjelasan-penjelasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an juga bisa membuat seorang anak berbakat sejak kecil. Setiap orang yang beragama Islam pasti punya potensi dan kesempatan untuk mendapatkan berbagai bakat dari Al-Qur’an, tinggal bagaimana ia mengembangkan potensi dan kesempatan tersebut dengan maksimal sehingga ia mendapatkan gelar “Berbakat dengan Al-Qur’an. Semoga kita umat Islam yang tetap berpegang teguh dengan Al-Qur’an bisa mendapatkan manfaat dan kesuksesan hidup dengan Al-Qur’an.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun