Kereta mulai melaju. Berjalan perlahan dan semakin bertambah cepat seirng dengan semakin jauh meninggalkan pemberhentian. Slamet dan Salim mendapat tempat duduk di tengah gerbong. Pada setiap tempat duduk, ada jendela yang memungkinkan sinar matahari masuk dan menampilkan pemandangan yang berbeda-beda dari sudut pandang yang berbeda pula. Slamet tanpa sadar terbawa oleh lamunannya dan terjun dalam imajinasinya tentang beberapa tokoh psikologi.
Psikoanalisa, Behaviorisme, dan Humanisme. Tiga madzhab psikologi yang berbeda akan mengemukakan pendapat tentang abnormalitas. Sigmund Freud, seorang tokoh besar dari aliran klasik psikoanalisa muncul pertama kali. Aliran ini memperkenalkan Id, Ego, dan Super-Ego yang menyusun diri seseorang. Diperkenalkan juga Consciuosness (Kesadaran), Preconsciuosness (Prasadar), dan Uncosciousness (ketidaksadaran). Psikoanalisa mengemukakan pendapatnya bahwa abnormal ialah kesalahan pada masa lalu. Ini menyebabkan manusia yang pesimistik dan deterministik.
Kemudian muncul B.F Skinner, John B. Watson, dan Ivan Pavlov. Ketiganya merupakan tokoh populer behaviorisme. Behaviorisme berpendapat, perilaku dapat diprediksi, dikontrol, dan menurut hukum tertentu. Teori dari aliran behaviorisme dikenal juga dengan teori belajar. Abnormal dalam teori behavior adalah kesalahan proses belajar. Hal ini menjadikan kepribadian mekanistik otomatik.
Aliran humanisme adalah giliran selanjutnya. Abraham Maslow dan Carl Rogers adalah dua tokoh yang terkenal dalam aliran ini. Abraham Maslow terkenal dengan teori hirarki kebutuhan yang bertingkat lima. Kelima kebutuhan tersebut yaitu: FIsioligis, Keamanan, dimiliki dan cinta, harga diri, dan aktualisasi diri. Ketika kebutuhan ini tidak terpenuhi secara utuh, itulah abnormal. Abnormal menjadikan manusia yang over optimis.
Masih ada banyak tokoh yang mengantri untuk angkat bicara. Namun, tiba-tiba angin berhembus sangat kencang dan membuat mereka kabur. Slamet seketika tersadar dari lamunan imajinasinya saat Salim membuka jendela dan angin berhembus kencang menampar wajahnya membubarkan para tokoh dalam lamunan pribadinya. “Met, kamu dari tadi ngelamun ?” Pertanyaan Salim menggugah Slamet yang langsung spontan menjawab “Eh, iya lim. Nggak kerasa”. “Makanya, kalau ngelamun bilang dong, haha” Salim mencairkan suasana yang baru segar dengan pancingan tawa. “Ah, yang benar aja lim, haha”. Sebuah tawa canda segar sesegar pertemanan mereka berdua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H